Pergi - 20

2.8K 122 0
                                    

          Elora baru saja merasa seperti di terbangkan ke langit ke tujuh saat Alden mengajaknya pergi berdua saja. Itu hal yang cukup jarang mengingat Alden selalu bersama Mia setiap waktu.

          Di sinilah ia sekarang berada. Di salah satu pusat perbelanjaan di ibu kota. Dengan jarinya yang saling bertaut dengan jari laki-laki itu membuat jantungnya merasa deg-degan sedari tadi.

          Rasa sakitnya seakan meluap begitu saja. Walaupun kepalanya masih sedikit pening, Elora yakin bisa mengatasinya. Lagipula sebelum pergi dengan Alden, ia sudah meminum obatnya. Tidak ada yang perlu di khawatirkan.

          Hanya mungkin jantungnya saja.

          "Alden."

          "Hmm." Laki-laki itu hanya bergumam dengan pandangan masih ke arah depan.

          Untuk berbicara dengan Alden, Elora sampai harus sedikit mendongak karena menyadari tinggi laki-laki itu berada cukup jauh di atasnya. Masa iya dia sebegitu pendeknya sih? Mia saja hanya sebatas hidung laki-laki itu. Sedangkan dia sebatas bahu.

           "Kenapa ngeliatin gue gitu banget? Baru nyadar kalau gue ternyata lebih ganteng?" Suara Alden yang penuh percaya diri itu menyadarkannya dari lamunan. Ia langsung memasang ekspresi pura-pura muntah.

         "Pede banget. Masih gantengan juga Shawn." Elora mencibir pelan. Sedangkan Alden memutar bola mata.

          "Susah emang ya ngomong sama tukang ngayal. Bangun woy, udah siang!" Oke, sepertinya Alden kembali lagi ke sifat seperti semula. Menyebalkan.

         "Suka-suka gue lah. Oh ya, btw lo ngapain ngajak gue ke mall gini? Tumben."

          "Mau tau aja atau mau tau banget?" Alden tersenyum menyeringai. Cukup menghibur bisa mengerjai Elora.

          "Gue serius," kata Elora datar.

           "Iya, iya. Gitu aja ngambek. Gue cuman mau minta bantuan lo."

           Elora mengernyit. "Bantuan apa?"

           "Nyari kado."

            "Buat?"

            "Mia."

            Elora langsung tersenyum kecut. Ternyata mereka berdua memang masih memiliki perasaan itu. Dan ia hanya orang baru di kehidupan mereka. Seharusnya ia tidak ada disini bukan?

🍂🍂🍂

        "Ra, dari tadi kok lo diem aja. Ngomong dong. Gue berasa jalan sama patung tau," ucap Alden cemberut. Sedangkan Elora yang sedang mengaduk-aduk minumannya langsung mendongak. Kemudian memperlihatkan senyum manisnya. Berpura-pura.

        "Gue cuman nggak tau mau ngomong apa. Jadi diem aja," jawab Elora santai. Namun tiba-tiba ia terkejut begitu Alden menangkap wajahnya membuat jarak mereka semakin dekat.

         "Ra, muka lo pucet. Lo sakit?" Elora langsung mengerjap beberapa kali. Kemudian mencoba melepaskan tangan Alden yang menangkap wajahnya.

        "Nggak kok, cuman --uhhh." Ucapannya terpotong begitu menyadari hidungnya mengeluarkan darah. Alden yang melihat itu langsung histeris. Membuat orang-orang yang ada di cafe menolehkan kepalanya ke arah mereka.

        "Lo mimisan!"

         "Den ini--" Elora langsung mengatupkan bibirnya begitu merasakan badannya melayang ke dalam gendongan Alden. Ia ingin memprotes, namun sadar bahwa orang-orang yang di lewatinya menatap mereka heran karena ia dalam gendongan Alden.

          Dari bawah sini, Elora dapat melihat dengan jelas wajah panik laki-laki itu. Nafasnya memburu. Membuat Elora mau tidak mau tersenyum.

          "Den," panggil Elora pelan. Alden tidak menjawab, hanya balas bergumam.

          "Lo ganteng." Elora nyengir, berusaha menyingkirkan rasa peningnya dengan menjahili Alden. Namun respon laki-laki itu sama sekali tidak terduga. Laki-laki itu semakin mengeratkan gendongannya membuat ia langsung menghadap dada Alden yang sedang berdegup kencang.

          "Lo tau, Ra? Waktu lo bilang gitu, itu buat gue takut. Seakan-akan lo emang bakal pergi jauh. Dan gue mohon untuk sekarang, jangan tutup mata lo okay? Gue lagi berusaha bawa lo ke rumah sakit."

          Elora tidak menjawab. Kepalanya semakin pening. Sebelum kesadarannya benar-benar di renggut, ia mengatakannya dengan lirih. Sangat lirih sampai Alden pun tidak dapat mendengarnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang