Bel pulang sekolah berdering. Di kelasnya, Alden langsung memasukkan semua buku - buku dan peralatan menulisnya ke dalam tas dengan buru - buru.
Kekhawatirannya ternyata memang nyata saat Elora tidak masuk sekolah dengan keterangan Alfa. Ia sudah menanyakan itu pada Bella -teman sebangku Elora tadi sewaktu istirahat.
Setelah dirasa semua selesai, Alden langsung berdiri, beranjak dari tempat duduknya untuk keluar kelas setelah mengucapkan 'duluan' pada Edo. Tapi baru satu langkah, Alden terpaksa harus menghentikan langkahnya karena panggilan Fahri -Ketua kelas di kelasnya.
"Den!"
Alden menoleh. "Apa?"
"Lo dipanggil Mr. Andri di ruangannya." Ujar Fahri.
Alden menghela nafasnya, lalu mengacungkan jempol sebelum berjalan pergi menuju ruangan Mr. Andri.
Mungkin kali ini Alden harus menunda terlebih dahulu untuk pergi menemui Elora. Itu bisa saja nanti setelah semua urusannya dengan Mr. Andri selesai.
🍂🍂🍂
Matanya terpejam menahan rasa sakit yang menyerang. Suara - suara alat yang sedang bekerja di sampingnya itu begitu jelas terdengar. Selang infus sudah terpakai sempurna di tangannya.
Sudah lama ia melakukan ini. Rasa sakit demi rasa sakit ia lewati. Ini semua demi hidupnya. Demi permintaan sang bunda.
Walaupun dalam hati kecilnya, ia sudah lelah dengan semuanya. Semua yang terjadi dalam hidupnya.
Alat itu berdesing pelan lalu sempurna berhenti ketika seorang dokter masuk ke dalam ruangan. Senyum cerah terbit di wajahnya.
"Gimana dengan barusan?" Dokter itu bertanya sambil membelai rambut hitamnya yang legam.
"Seperti biasa dok." Balas gadis itu disertai senyuman tulus. Siena -nama dokter di depannya itu tersenyum, lalu membantunya mencabut alat - alat itu dari tubuhnya.
Tak bisa dipungkiri, kekhawatiran dokter Siena yang begitu jelas, membuat dirinya ikut cemas. Baginya, dokter Siena sudah seperti kakaknya sendiri -mengingat umur dokter itu yang masih terbilang muda.
"Kamu harus jaga kesehatan ya, jangan banyak pikiran. Semoga lekas sembuh."
Itulah kata - kata terakhir dari dokter Siena, sebelum ia pergi meninggalkan ruangan.
Semoga lekas sembuh ....... Elora
🍂🍂🍂
Jam menunjukkan pukul 3 sore, saat Alden keluar dari ruangan Mr. Andri sehabis melakukan tes untuk memenuhi nilai - nilai semester lalu karena Alden pindah sekolah di semester akhir.
Tadi itu sungguh melelahkan. Otaknya yang sudah ruwet, tambah ruwet saat melihat soal - soal fisika yang terpampang di kertas.
Untung saja, ia sudah belajar dengan Elora. Jika tidak ,mungkin di dalam ruangan itu, Alden hanya bisa terbengong terus menatap kertas itu tanpa mengisinya.
Alden menghela nafasnya panjang, lalu melirik sekitar. Keadaan sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa siswa yang sedang melakukan ekskul disini.
Baru saja Alden akan melangkah, sebuah panggilan mengintrupsinya. "Den, lo gak latihan?"
Itu suara Edo. Alden menggeleng, lalu menunjuk ruangan Mr.Andri berada. "Lo kan tau, gue habis dari ruangan Mr. Andri."
Edo terkekeh pelan "Sorry , gue lupa".
"Heeh."
"Anak - anak ngajak lo makan di cafe depan, ngomong - ngomong." Ujar Edo lagi.
Dahi Alden berkerut. "Ngapain?""Sekali - kali, kapan lagi coba kayak gitu. Itung - itung refreshing sebelum lomba." Jawab Edo.
Alden menggeleng. "Enggak, gue gak ikut. Ada perlu sama Elora."
"Yang udah deket mah beda."
"Terserah lo, ya udah gue duluan ya." Alden menepuk pelan bahu Edo sebelum benar - benar pergi.
Alden langsung menancapkan gasnya menuju rumah Elora sambil berharap - harap cemas.
Semenjak Alden bertemu Elora di perpustakaan waktu itu. Ada rasa tertarik bagi Alden untuk mendekati perempuan itu. Dan sepertinya, Elora memang memiliki magnet yang mampu menarik Alden ke dekatnya.
Dan juga terima kasih untuk Mr. Andri yang membuat mereka mempunyai alasan untuk dekat.
Berselang 15 menit, motor Alden berhenti sempurna di depan rumah Elora. Alden turun dari motornya, dan berniat untuk membuka pagar. Sampai sebuah klakson mobil membuat ia menoleh.
Itu mobil Elora.
Benar saja, Elora turun dari mobilnya. Lalu menghampiri Alden. Sepertinya Elora sehabis dari luar.
"Hai den, lo udah lama disini?" Tanya Elora. Tak lupa dengan senyum manisnya yang membuat Alden sedikit melting.
Lo alay banget den, liat senyum dia aja udah melting. Gerutu Alden pada dirinya sendiri.
Di depan Alden, Elora mengangkat alisnya. Memperhatikan setiap gerak - gerik Alden yang menurutnya sangat aneh.
"Den?" Elora bertanya tapi kali ini dengan nada sedikit panggilan. Alden langsung mendongak lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil tersenyum gegalapan.
"Ah-. Hmmm.. Ra? Lo darimana?" Tanya Alden.
"Oh itu..Gue habis dari rumah Oma." Jawab Elora sambil meremas celananya, gugup. Kali ini bergantian. Alden yang memandang Elora dengan tatapan memicing.
Ada satu hal yang Alden sadari.
Wajah Elora sedikit pucat dari biasanya.
|•|•|•|•|
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi
Teen FictionC O M P L E T E Elora pintar menyimpan rahasia dan kesedihannya. Dan Alden pintar menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Keduanya bertemu. Saling memporak-porandakan hati. Ketika satu persatu rahasia Elora terkuak. Rasa yang tak diinginkan itu...