Elora memakirkan mobilnya di salah satu supermarket yang ada di kawasan itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam saat Elora sampai disini.
Setelah memastikan tidak ada yang mengikuti, Elora masuk ke dalam gang sempit yang letaknya berada di depan supermarket itu.
Gelap nan sepi yang pantas untuk suasana di gang ini. Tanpa ada rasa takut Elora menyusuri gang itu sambil menatap lurus ke depan.
Beberapa detik kemudian, Elora berhenti di depan sebuah rumah yang sudah reyot sekali. Elora mengetuk pintu itu sebanyak dua kali. Sambil menunggu, ia melirik sekitar. Sangat sepi.
Tak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan seorang pria paruh baya yang sangat dikenal Elora. Pria itu terlihat terkejut namun langsung mengubahnya menjadi senyum hangat.
"Neng Elora ngapain disini malam-malam? Gak takut ada yang nge-begal ?" Pria itu -pak Wawan bertanya bingung. Pasalnya Elora tidak pernah datang ke rumahnya. Apalagi malam-malam begini.
"Maaf pak ngeganggu bapak malam-malam, tapi Elora boleh minta izin? Elora pengen nginep disini semalam."
Pak Wawan mengerjapkan matanya, lalu menggaruk dahinya yang tidak gatal. "Boleh sih neng, tapi bapak gak punya kasur yang bagus kayak punya neng Elora."
Mendengar itu Elora tersenyum kecil, "gak apa-apa pak. Elora tidur di lantai juga gak masalah. Sekarang Elora pengen tahu rasanya jadi orang yang gak punya apa-apa."
Pak Wawan terlihat bingung dengan perkataan Elora barusan, namun karena tidak ingin bertanya-tanya, dia mempersilahkan Elora masuk ke dalam.
Rasanya, Elora ingin menangis saat ini juga saat baru saja masuk langsung menampilkan istri pak Wawan dan kedua anaknya sedang tidur di lantai yang hanya beralaskan sarung saja.
Mereka terlihat nyenyak sekali. Seolah-olah itu sudah biasa. Tidak ada rasa kecewa di raut muka mereka. Yang ada hanya wajah polos saat sedang tertidur.
Di sebelah kanan ada kamar mandi dan dapur dengan ukuran yang sangat minim sekali dengan lemari sebagai penghalang.
"Maaf ya neng, bapak gak bisa ngasih tempat tidur yang layak buat neng, tapi bapak punya ini." Pak Wawan memberikan sebuah bantal dan karpet kecil kepadanya.
"Gak apa-apa pak. Makasih ya, maaf udah ngerepotin."
"Gak ngerepotin kok. Bapak senang neng Elora datang kesini."
"Iya, pak. Sekali lagi makasih ya."
Pak Wawan mengangguk, lalu berlalu dari hadapan Elora, kembali melanjutkan tidurnya. Elora sendiri lebih memilih untuk tidur di luar karena tidak mau mengganggu kebersamaan keluarga pak Wawan.
Setelah selesai memasang karpet, Elora langsung berbaring menghadap samping. Pandangannya lurus ke depan. Sedangkan pikirannya berkelana kemana-mana.
Sebuah tamparan yang begitu menyakitkan itu, masih membekas. Ia tidak percaya apa yang telah bundanya sendiri lakukan. Selama ini bundanya tidak pernah membentak, bahkan hingga menampar seperti tadi.
Hatinya seolah teriris-iris menjadi beberapa bagian. Hingga rasanya untuk bernafas saja sulit.
Janji Fiel malam ini, begitu menohok hatinya.
Fiel sama Elora selalu di samping bunda
Nyatanya, ia tidak bisa selalu di samping mereka. Dengan keadaannya sendiri yang begitu meragukan, ia tidak tahu bila saja suatu saat akan pergi. Meninggalkan semuanya sambil menyaksikan kesedihan mereka.
Ia tidak mau itu terjadi.
Sebuah getaran ponselnya dari dalam saku, membuat lamunannya terbuyar.
Queensya Fiel: Elora, kamu dimana? (9.30 pm)
Queensya Fiel: Kasih tau kakak kamu dimana. Bunda terus nanyain. Jangan buat kita khawatir. (10.30 pm)
Queensya Fiel: Elora tolong jawab pesan kakak. Kami semua khawatir. (10.45 pm)
Queensya Fiel: Elora! (11.00 pm)
Melihat pesan masuk dari Fiel, Elora menghela nafasnya. Lalu mengetikkan sebuah balasan.
Elora Bintang: Elora baik-baik aja (11.15 pm)
Setelah mengirimkan pesan, Elora langsung mematikan ponselnya dan mencoba untuk memejamkan matanya. Hingga terlelap nyenyak.
🍂🍂🍂
Sewaktu Alden pulang ke rumahnya, ia di kejutkan dengan kedatangan Mia yang tiba-tiba. Perempuan itu sedang mengobrol dengan Mamanya sambil tertawa. Entah apa yang sedang dibicarakan mereka.
"Alden, kamu udah pulang?" Pertanyaan Mia barusan membuat Mamanya langsung menoleh.
"Kamu darimana aja? Kasian loh Mia udah nunggu kamu dari tadi."
Alden menggaruk tengkuknya tidak gatal. "Maaf mah, tadi habis ketemu Elora."
"Elora yang waktu itu?"
Alden mengangguk. "Iya yang waktu itu."
Mendengar nama Elora di sebut-sebut oleh Alden, Mia langsung merasakan gejolak asing di dalam hatinya. Tiba-tiba saja ia merasa panas.
"Ngapain lo ketemu Elora?" Cetus Mia sedikit jutek.
Ah! Alden bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin ia memberi tahu Mia, kalau ia dan Elora membicarakan tentangnya.
"Biasa, lagi ngerjain tugas." Alden berusaha tersenyum dan tidak gugup agar perempuan itu percaya.
"Oh."
Alden tersenyum tidak enak. "Ya udah kalau gitu, Alden ke atas dulu."
"Alden," panggil Mamanya. "Masa kamu ke atas. Mia udah nunggu kamu loh dari tadi."
"Tap-"
"Alden." Mamanya menatap Alden penuh arti. Dengan helaan nafas yang terasa kasar, Alden mengangguk. Lalu mengajak Mia naik ke atas.
Entahlah, biasanya Alden sangat senang saat Mia datang ke rumahnya. Tapi sekarang berbeda. Ada perasaan asing yang mengganjal hatinya.
Entah apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pergi
Teen FictionC O M P L E T E Elora pintar menyimpan rahasia dan kesedihannya. Dan Alden pintar menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Keduanya bertemu. Saling memporak-porandakan hati. Ketika satu persatu rahasia Elora terkuak. Rasa yang tak diinginkan itu...