Pergi - 25

3.1K 143 3
                                    

          Gelap. Sunyi. Dan juga menakutkan.

          Elora melangkahkan kakinya gemetar. Mencari kemana cahaya telah pergi. Raut wajahnya begitu panik, melihat ke sekelilingnya dengan bingung.

         Dan saat melihat setitik cahaya diujung, ia langsung berlari kearah cahaya itu. Namun lagi-lagi tubuhnya seolah kaku. Kedua kakinya tidak bisa digerakkan.

        Dan dalam sekejap, kegelapan itu langsung menghilang. Digantikan dengan suasana ketika di taman. Seseorang telah membawanya ke tempat lain.

         "Pah, coba liat anak kecil itu. Lucu deh," ucap seorang anak gadis sambil menunjuk ke arah seorang anak gadis lainnya yang lebih muda darinya. Gadis itu dengan rambut terurai sedang bermain dengan seekor kelinci berwarna putih.

         Sang Papa tersenyum lembut. Kemudian mengangkat anak gadis yang sangat disayanginya itu ke pangkuannya. "Elora mau punya adik?"

         Anak gadis itu menoleh ke arah sang Papa dengan wajah bingung. "Adik itu apa, Pah?"

        Sang Papa mengusap lembut rambut Elora sambil berkata, "adik itu saudara kandung. Kemana-mana dia selalu mengikuti kakaknya pergi, mengikuti apa yang kakaknya lakukan, makanya seorang kakak harus bisa jadi contoh baik buat adiknya."

         Alis Elora menyatu karena bingung. "Berarti nanti kalau Elora pergi berdua sama Papah, adik Elora ikut juga?"

         Sang Papa mengangguk.

         "Kalau Elora beli baju baru, adik Elora juga beli baju baru?"

          Sang Papa mengangguk lagi.

          Kemudian dengan wajah memberengut, Elora langsung memeluk Papanya erat. "Nggak! Elora nggak mau punya adik. Soalnya Papa cuman punya Elora. Nggak ada yang lainnya!"

          Papanya tertawa mendengar jawaban polos anaknya. Kemudian balas memeluk Elora erat dengan mata yang berkaca-kaca.

🍂🍂🍂


           Seperti dihempaskan dari ketinggian, Elora langsung membuka matanya dengan nafas terengah-engah seperti telah berlari kiloan meter. Tangannya dengan cepat meraih gelas di atas nakas yang sudah tersedia, karena tenggorokannya terasa kering sekali.

          Ceklek.

         Suara pintu terbuka diikuti dengan kemunculan wajah sang Bunda   membuat Elora langsung menoleh cepat. Begitu juga dengan Bundanya yang langsung berlari mendekat.

         "Elora? Kamu udah sadar, nak?" tanya Bundanya memastikan sambil mengusap pipi Elora dan menarik tubuhnya ke dalam pelukan sang Bunda.

         Elora mengangguk. Dan langsung mengeluarkan pertanyaan yang sedari tadi terus bersarang di kepalanya. "Papa mana, Bun?"

         Raut wajah sang Bunda langsung berubah. "Kamu istirahat dulu ya sayang, Bunda panggil dokter dulu buat periksa keadaan kamu."

         Bundanya langsung berdiri dan ingin melangkahkan kakinya ketika tangan Elora menahan tangan sang Bunda dengan gemetar.

         "Papa dimana, Bun? Terakhir kali Elora ketemu dia. Sekarang Elora mau ketemu sama Papa."

         Entah kenapa, Elora merasakan hal yang buruk akan terjadi.

🍂🍂🍂

         

          Ketika Elora bertemu dokter Siena. Ada hal yang sedari tadi mengganjal di hatinya. Selama dokter Siena menerangkan apa saja serangkaian pengobatan untuknya, Elora diam-diam memperhatikan dokter Siena lekat.

        Dari mulai atas hingga bawah Elora terus memperhatikan gerak-gerik dokter Siena didepannya. Menyadari sedang diperhatikan, dokter Siena langsung menolehkan kepalanya ke arah Elora.

        "Ada apa, Elora? Sedari tadi kamu memperhatikan saya."

         Elora diam dengan raut wajah yang kentara sekali sedang berpikir keras. "Rambut dokter Siena kok udah panjang lagi? Bukannya terakhir kali cuman sebahu?"

          Ruangan itu langsung senyap.

          Menyisakan deru nafas Elora yang terlihat putus-putus. Tidak. Jangan bilang...,

          "Sebenarnya kamu koma selama 3 bulan, Elora."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang