Serpihan di masa lalu

2.5K 73 10
                                    

          Kala itu, langit cerah berawan. Matahari bersinar terik. Membuat Elora menyipitkan matanya saat menatap laki-laki itu.

Tangannya melambai pelan, dengan senyum menggantung diwajahnya. Ia tertawa pelan kala laki-laki di depannya hampir tersandung jatuh karena kecerobohan.

"Aduh makanya hati-hati." Elora tertawa sambil menghampiri laki-laki itu. Alden — laki-laki yang hampir saja terjatuh itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil cengengesan.

"Habis gue liat lo cantik banget sih, Ra," jawab Alden sambil menepuk kepala Elora lembut.

"Gombal."  Pipi Elora sedikit memerah. Alden yang melihat itu sedikit senang. Perempuan ini sangat mudah tersentuh.

"Jadi kita kemana nih? Gue yang traktir deh!" Alden mengapit lengan Elora sambil berjalan.

"Taman hiburan!" Elora berseru sambil bersemangat. Ini adalah pertama kalinya di kesana.

Alden tentu saja tidak menolak. Dia akan membuat Elora bahagia hari ini. Hingga menjadi tidak terlupakan.

Sampai disana, mereka berdua mencoba satu per satu wahana yang ada. Namun karena alasan kesehatan, Alden tidak memperbolehkan Elora menaiki wahana yang ekstrim.

Waktu berlalu begitu cepat. Senja mulai terlihat. Sebagai penutupan, Alden mengajak Elora menaiki bianglala.

Saat bianglala mulai berputar, Elora dan Alden sama-sama terdiam. Terhanyut ke dalam lamunannya masing-masing. Ketika tepat mereka berada di paling atas, Bianglala berhenti membuat mereka tersadar.

Tangan Alden menggenggam tangan Elora erat. Mereka saling menatap. Seperti mengerti apa yang di pikirkan masing-masing.

"Alden," Elora bersuara lirih. Dia menundukkan kepalanya. "Hmm?" Alden bergumam pelan. Tapi tangannya semakin erat menggenggam tangan Elora.

"Kalau nanti—"

"Nggak ada nanti nanti Elora!" Alden berseru. Memotong ucapan Elora. Matanya memerah. Bahkan Elora sudah mulai terisak.

"Pokoknya kalau nanti suatu saat gue pergi, lo harus janji sama gue satu hal ya, Al?" Elora mendongak dan menatap langsung mata laki-laki itu. Matanya berkaca-kaca.

Alden tidak menjawab. Tapi malah menarik Elora ke dalam pelukannya. "Lo harus tetap sehat ya, Al." Elora terus berbicara.

Alden masih tidak menjawab. Dia menepuk-nepuk punggung Elora lembut. Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkannya.

Mereka berdua saling memeluk erat. Seolah-olah ingin merasakan bahwa orang yang ada dipelukannya itu nyata.

Malam itu angin berhembus pelan. Bulan yang berbentuk sabit menggantung indah di atas langit. Menyinari dua sejoli yang sedang berpelukan.

🍂🍂🍂


Hai! Udah lama ya sejak cerita ini tamat? Sebenarnya dari waktu tamat, aku mau bikin epilog. Masalahnya adalah aku bingung cerita epilognya mau gimana. Ditambah sekolah yang bikin sibuk ini itu. Jadi ditunda.

Kalau aku baca cerita ini dari awal lagi, nyadar ga sih kalau part Alden Elora itu terlalu sedikit? Wkwkwk. Maklum, authornya aja kagak tau gimana orang pacaran berkomunikasi yang romantis-romantis gitu. Pretttt. Seringnya sih denger dari orang-orang aja.

Dan terima kasih untuk para pembaca sekalian yang udah baca cerita ini dari awal sampai akhir. Cerita ini bukan cerita pertama aku, tapi pembaca yang paling banyak. Unchhh love deh🥰

Maaf juga kalau misalkan ceritanya abal abal, disini aku masih belajar. Kalau kalian misalkan ada saran atau kritik kalau boleh kok komen. Kritik yang sifatnya membangun oke😘

Pergi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang