3.Vaguely

5.1K 404 261
                                    

Alana meletakkan ransel merah jambunya di atas meja, kemudian ia menduduki kursi yang sudah lama tidak ia duduki karena kepergiannya.

"Kangen banget gue sama suasana kelas yang ributnya ampuun banget, nggak bisa dijelasin pake kata-kata, terlalu di atas level," kata Alana sambil terkekeh pelan.

Anya diam, ia sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia tersenyum, entah kenapa.

"Nyaa! Loker gue kok pada banyak sampah gini?! Pasti lo kan yang lakuin?" tuduh Alana sembari mengeluarkan sampah yang berteduh di loker mejanya.

Bukannya menjawab omelan Alana, Anya malah jingkrak-jingkrak senang. "Laaaan! liat nih, Lan! Si doi follow instagram gueee! Ya Tuhan mimpi apa gue kemareen!"

"Seriously? Ah, becanda lo kelewatan," sahut Alana, menghilangkan kekesalannya pada Anya. Percuma saja, biar kesal sampai kucing bertelor pun, tuh anak pasti tidak akan mendengarkan omelannya.

Anya menghentikan aksi jingkrak-jingkraknya, "Waaah nggak percayaan banget si lo, Lan! Nih liat niiih!" Anya mendekatkan layar ponselnya hingga ponselnya menempel begitu lekat di hidung mancung Alana. "Buka mata lo, Lan! Bukaaa selebar dunia."

Alana berusaha menghentikannya, namun tenaga Anya rupanya lebih kuat. "Ih, Anyaaaaa! Sakiit, hidung gue bisa kempes iniii!"

"Emang kempes dari lahir kali." Anya menjauhkan ponselnya dari hidung Alana.

"Doyan banget sih ngatain gue."

"Karena itu kewajiban."

Tiba-tiba Alana teringat sesuatu. "Astaga!" Alana menepuk jidat. "Ponsel gue ketinggalan di kelas Arga!" Alana langsung berdiri dan setengah berlari menuju pintu kelas.

Jangan heran dengan ponsel Alana yang tertinggal di kelas Arga, tadi pagi Alana meluangkan waktu untuk singgah ke kelas Arga, untuk sekedar melihat-lihat loker Arga yang selalu berisi sampah, juga buku pelajaran yang mungkin sengaja di tinggal Arga, maklum, murid seperti Arga jarang peduli dengan buku pelajaran, entah tugas atau pun ulangan, ia tidak peduli, yang penting tasnya ringan.

Alana masih peduli dengan Arga, ia melakukan itu semua juga untuk men-cek nilai Arga yang belum juga ada perkembangan.

Kening Anya berkerut heran. "Kapan lo ke sananya, Lan? Nggak ngajak gue ih!"

Alana tidak menghiraukan omelan Anya, kemudian..

Brug!

Alana menabrak seseorang yang juga hendak masuk ke kelas yang sama dengannya, mereka sama-sama jatuh ke lantai, karena bahu yang saling menabrak dan kaki yang saling mengait. "Eh, sorry! Lo nggak papa?" Alana sedikit panik.

Seseorang yang tadi meringis kesakitan melihat lutut kirinya yang membiru, beralih melihat ke arah Alana. "Gaak, gak papa," jawabnya sambil tersenyum.

Alana terdiam, keningnya berkerut, ia seperti berusaha mengenali perempuan itu.

Perempuan itu heran, "kenapa? Ada yang salah ya?"

"Oh nggak." Alana diam sejenak. "Itu lutut lo memar, yakin nggak papa?" lanjutnya.

"Ah, ini luka kemaren, cuma luka kecil." Perempuan itu berdiri secara perlahan. "Nih, gue sanggup berdiri kok," ucapnya penuh yakin.

Alana ikut berdiri. "Syukur deh kalo gitu, sekali lagi gue minta maaf ya?"

"Iyaa nggak papa, santai aja."

"Btw, lo murid baru di kelas ini?"

Perempuan itu mengangguk, ia mengulurkan tangannya. "Gue Vania."

All PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang