20.Tentang Rasa

2.7K 134 68
                                    

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Arga terbaring di atas kasur hendak menghilangkan rasa letihnya yang lelah hampir seharian ia tidak istirahat, sore setelah di mall ia ke rumah Jev untuk main game. Dan baru setengah jam yang lalu ia pulang ke rumah untuk mandi dan sholat.

Melupakan makan malam, rasanya Arga hendak ingin tidur saja daripada kembali memikirkan hal yang malah akan menambah rasa lelahnya.

Namun, beberapa detik selanjutnya ponselnya bergetar, membuatnya refleks membuja mata dan meraih benda pipih itu.

Drrrrttt... Drrrt...

Iyem : Gaa

Ujang Saepuloh : ?

Iyem : lo dmn?

Ujang Saepuloh : jln-jln sma malaikat izrail

Iyem : gue seriussss

Ujang Saepuloh : gue udah serius dr dlu kali

Iyem : bkn itu

Ujang Saepuloh : to the point

Iyem : tolongin gue bisa?

Arga mengerang pelan. Mana bisa sih gue nolak?

***

Arga menggeram kesal ketika ban motornya mendadak bocor di saat darurat seperti ini.

"Lo dimana, Ga?" tanya Vania di seberang sana dengan suara serak dan bibir yang bergetar.

Arga mendadak khawatir. "Gue di jalan, lo tunggu di situ, gue secepatnya bakal ke sana. Eh, tadi lo bilang, lo dimana?"

"Gue gak tau. Yang pasti di sini ada restoran, di seberangnya ada hotel bintang lima, deket sama apotek," jawab Vania, masih dengan suara seraknya.

Arga diam sebentar, ia berusaha mengingat-ingat dimana kah lokasi yang Vania maksud. "Ah, yang restorannya warna putih, bukan? Seberangnya Apotek 'InsyaAllah sembuh'?"

"Iyaaa."

"Berarti deket gue. Duh, gue kok bego gini," keluh Arga pada dirinya sendiri. "Tunggu gue, lo jangan kemana-mana."

Arga memutuskan panggilannya. Lantas, ia langsung berlari ke arah kanan menghampiri Vania, jaraknya kurang lebih 500 m.

Di tempat lain, Vania memeluk tubuhnya yang mulai gemetar. Ia yakin, sekarang di bagian beberapa tubuhnya mulai timbul pembengkakkan. Vania alergi udang.

Sebelum ini, Vania memakan makanan yang ia tidak tahu bahwa makanan tersebut mengandung udang. Saat itu Vania sedang bersama Rio, tapi Vania tidak memberitahu Rio, karena mendadak Rio mendapat panggilan dari seseorang dan mengharuskannya pergi.

Rio sudah membujuk Vania agar mau diantar pulang ke rumah, sebelum Rio pergi dengan urusannya. Namun, Vania menolak, ia tidak ingin egois. Vania kira tidak apa kalau dirinya pulang sendirian dengan taksi, tapi ternyata saat menunggu taksi, tubuh Vania mulai bergemetar, yang ia ingat saat itu hanyalah Arga.

Senyum Vania terukir ketika melihat Arga tengah berlari menghampirinya. Rupanya laki-laki ini berlari cukup kencang, hingga tiba dalam waktu yang terbilang sebentar.

Setiba di hadapan Vania, Arga langsung bertanya dengan sorot mata khawatir, napasnya tersengal-sengal. "Lo kenapa?"

Vania melihat peluh yang membasahi pelipis Arga, lalu Vania tersenyum tipis. "Sorry, bikin lo repot."

"Lo kenapa?" ulang Arga, semakin khawatir.

Vania menggeleng pelan. "Gak apa."

Arga mendesah. "Bibir lo pucet, badan lo gemetar gini, mana bisa dibilang gak papa?"

All PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang