42. Tanpa kabar

1.8K 88 5
                                    

Aku tidak merindukanmu dan aku tidak mungkin merindukanmu. Oh ya, selamat hari kebalikan.

***

24th March 2013

 
Vania duduk di samping jendela yang menyajikan pemandangan malam dengan banyaknya bintang yang senantiasa menemani langit malam. Tangannya bergerak mengetik pesan untuk dikirimkan kepada seseorang melalui akun email.

Apa kabar? Aku harap kamu baik-baik saja dan selalu bahagia. Hari ini adalah hari yang ke 134 kamu tidak mengirimkan atau membalas pesanku, bahkan tidak sekali pun membacanya. Maaf, kalau aku kembali mengganggumu dengan pesan yang entah sudah keberapa kali ini. Seperti malam-malam sebelumnya, aku hanya ingin tanyakan keadaanmu, memastikan kalau kamu baik-baik saja.

Setelah selesai Vania menghempas ponselnya di atas kasur lalu menghela napas berat. Rasa adalah rasa, tidak bisa dibohongi. Tak bisa ditolak kalau Vania rindu, ia juga takut kalau terjadi sesuatu dengan Arga. Tapi tidak, Arga pasti baik-baik saja. Tetap saja sekuat apapun Vania mempertahan prasangka baiknya, ia masih khawatir. Apakah salah? Tolong beri tahu.

Tangan Vania bergerak untuk membuka jendela, membuat angin masuk ke dalam ruangan. Vania kemudian memeluk tubuhnya, matanya terpejam menikmati angin sejuk yang membelainya, berharap segala risaunya hilang saat itu juga.

Sudah satu tahun lebih Arga jauh dari matanya. Dulu Arga selalu mengirim pesan pada Vania. Namun sekarang, semejak 4 bulan yang lalu, Arga hilang tanpa kabar. Tidak mudah menahan rindu, tidak mudah  mempertahankan, apalagi yang dipertahankan sedikitpun tidak memberi kabar. Tidak sedikit pun muncul. Seakan enggan dicari.

Sejauh ini Vania selalu bersikap positif dalam menanggapi. Meski jauh dari laki-laki itu, Vania tetap fokus dengan urusannya. Contoh saja keberhasilan Vania di waktu kenaikan kelas tahun lalu, Vania mendapatkan gelar juara umum. Sungguh tak pernah Vania duga.

Sekarang, 3 minggu lagi Vania akan menghadapi ulangan semester genap. Namun perhatiannya masih tertuju pada ketidakmunculan Arga. Bagaimana ia bisa menghentikannya?

Suara dering panggilan memaksa Vania untuk membuka mata. Di ambilnya ponsel lalu mendapati layar menampilkan panggilan dari Jev.

"Iya?"

"Van, boleh gue tanya?"

"Apa?"

Jev terdiam sejenak. "Arga sudah ada ngasih kabar?" tanyanya terdengar pelan dan hati-hati, takut mengundang kesedihan Vania.

Vania menghela napas panjang. "Belum. Mungkin besok."   

"Kenapa setiap gue nanya gitu, jawaban lo selalu sama?"

"Karena gue percaya sama Arga," jawab Vania terdengar tenang.

"Tapi sudah 4 bulan lebih dia menghilang. Kenapa lo masih seyakin itu?"

"Karena gue percaya, Jev. Lo ngerti bahasa gue nggak sih?"

Jev mengukir senyum meski Vania tidak melihatnya. "Gue salut sama lo."

"Hah?"

"Seminggu lagi acara perpisahan kelas dua belas."

Vania mendengus pelan, ia tidak bodoh sampai tidak manyadari kalau bukan itu yang tadi Jev katakan.

"Dia janji akan datang."

"Dan dia pasti datang."

***

Beberapa hari Vania lalui dengan menyibukkan diri, guna mengalihkan pikirannya tentang Arga. Dan sekarang, ia sedang sibuk menata panggung, membantu yang lainnya. Sudah tugasnya, Vania selama hampir setahun ini memang aktif dalam organisasi OSIS.

Besok acara perpisahan kelas dua belas akan dilaksanakan. Sehari ini Vania begitu sibuk sampai ia lupa makan. Dan sekarang, Vania baru menyadari itu. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 5 sore.

Merasa begitu lelah, Vania menjauh dari sana, ia duduk di kursi depan kelas, menyandarkan punggung di sana, lalu memejamkan matanya sejenak.

"Bibir lo pucet banget, Van. Sakit?"

Vania membuka mata ketika mendengar suara itu. Lantas ia langsung menggeleng. "Enggak, Jev."

Jev bukan termasuk dalam bagian organisasi, tapi memang beberapa siswa dari kelas dua belas ditawari untuk sukarela membantu persiapan acara.

"Belum makan?"

Vania diam.

"Ikut gue."

"Kemana?"

"Ikut aja."

Meski bingung, Vania tetap menurut, mengikuti langkah Jev. Hingga mereka tiba di parkiran sekolah dan tepat di samping mobil yang Vania tahu pemiliknya adalah Jev.

"Masuk," suruh Jev kemudian lebih dulu masuk ke dalam mobil.

Masih dengan rasa bingung, Vania masuk dan duduk di samping Jev yang duduk di kursi kemudi.

"Makan." Jev menyodorkan sebuah kotak nasi.

Vania diam menatap kotak nasi itu.

"Makan aja. Gue beli dua. Tadinya pengen gue bawa ke rumah satu. Tapi nggak papa, gue bisa beli lagi."

"Gak us-"

"Makan. Kalau lo sakit, besok gak bisa hadir. Bukannya lo mau ketemu Arga?"

Mendengar ucapan Jev yang tidak ingin mendapat penolakan, Vania akhirnya menyambut kotak nasi itu.

***

Malam di jam 9, Jev membaringkan badannya di atas ranjang, tangannya menggenggam ponsel. Sesuatu terlintas di pikirannya, membuat Jev membuka ruang obrolan di sebuah grup WhatsApp.

Akhi-akhi q

Jevilo Maganif : Hai.

Yoga Wulandari : Hai juga.

Agam Pertiwi : Apa lo?

Jevilo Maganif : Ada sesuatu yg pengen gue omongin. Serius.

Yoga Wulandari : Apa

Jevilo Maganif : Besok acara graduation kita, kalian yakin Arga datang nggak?

Yoga Wulandari : Gak bisa nebak gue.

Agam Pertiwi : Terserah dia datang atau enggk.

Jevilo Maganif : kok gt?

Agam Pertiwi : kalau memang dia gak bisa datang kita bisa apa? Dan lgi, gue pikir dia juga sibuk di sana. Gak terlalu yakin jg kalau dia bakal dtng, dari Seville ke sini jauh.

Yoga Wulandari : Setuju Jev. Mwahhh

Jevilo Maganif : Iya. Gue juga maklum kalau dia gak bisa dtng besok. Tapi

Agam Pertiwi : Tapi apa

Jevilo Maganif : Rasanya gue gak terima aja kalau Arga gak dtng. Gue gak tega sama Vania. Dia berharap. Kalian tau itu kan?

Yoga Wulandari : Iya sih. Tapi dia juga harus paham kondisi dong.

Jevilo Maganif : Gak tega gue. Bisa bayangin gak sih kecewanya dia.

Agam Pertiwi : Tapi kita bisa apa? Yaa apapun yang terjadi besok, gue yakin itu memang yang terbaik.

Yoga Wulandari : Serahin aja sama Allah.

Jevilo Maganif : tumben bener Yog.

Yoga Wulandari : kaya lo pernah aja.

Jevilo Maganif : sayang deh sama kamu.

***

All PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang