44,5. Terulang

2K 99 11
                                    

18th april 2014

"Maa bedaknya jangan ketebelan," rengek Vania.

"Kalau ketipisan gak bagus Vania. Kamu ih, udah lima kali loh ngomong gitu."

Vania menekuk wajahnya. Akhirnya ia pasrah. Sudah berkali-kali Vania protes dengan Mamanya, bukan hanya masalah bedak, tapi juga riasan rambut, baju, high heels yang telah dibelikan Mamanya, dan masih banyak lagi.

Memang kalau urusan rias-merias Mamanya jago, tapi Vania selalu merasa tidak nyaman dengan polesan make up, yaa namanya juga tidak terbiasa. Tapi ya sudahlah, Vania ingin pasrah saja sekarang, dan mempercayakan semua pada Mamanya.

"Mah, kebayanya kok warna biru? Kan aku maunya warna abu-abu gitu, bagus."

Mamanya mendengus. "Vaniaaa kalau kamu gak mau pakai apa yang ada. Ya udah, gak usah dipakai. Sekalian aja gak usah datang ke acara perpisahan kamu itu."

Vania diam dengan wajah yang kembali ditekuk. "Ya kan Vania cuma nanya, Ma."

"Dari tadi kamu nanya mulu. Selesainya makin lama nanti. Mama aja belum siap-siap."

Vania terkekeh. Benar saja, Mamanya itu sejak tadi sibuk merias Vania, sampai lupa dengan dirinya sendiri yang belum bersiap-siap karena juga harus menemani Vania ke acara perpisahan anaknya itu. Baginya, Vania harus diutamakan dan didahulu kan, masalah dirinya biarlah nomor dua. Pasalnya, dirinya tahu kalau Vania akan cerewet dan selalu protes, juga akan memerlukan durasi yang lama dalam hal ini. Sedangkan dirinya, sekejap pun langsung jadi--maunya.

Vania menatap dirinya di cermin. Memerhatikan setiap gerakan Mamanya yang memoleskan lip tint di bibirnya. Yaa Vania akui, Mamanya memang hebat, tapi ia tetap merasa tidak nyaman dengan bibir yang terlapis lip tint itu.

Sudahlah Vania, hanya sehari ini, besok tidak akan lagi, batin Vania.

Dalam waktu satu jam, iya satu jam dirias sekaligus kebanyakan protes dan elakan, Vania akhirnya telah siap dengan kebaya biru mudanya lengkap make up yang mempercantik dirinya.

Tin tin!

Suara klakson terdengar. Meski tidak melihat siapa kah gerangan pemilik mobil itu, Vania sudah bisa menebak siapa orangnya.

"Biar Mama bukain pintu."

Setelah Mamanya keluar kamar, Vania menatap dirinya sekali lagi di hadapan cermin. "Ketebalan nih kayanya."

Beberapa detik diam memperhatikan wajah, tangan Vania kemudian bergerak hendak mengambil tissue. "Hapus dikit gak papa lah."

Dan, baru saja ia mengambil tissue, tiba-tiba suara Mamanya mengagetkannya.

"Arga datang, ayo buruan," desak mama Vania dari pintu kamar.

Gagal, dengus Vania dalam hati. Namun ia segera menurut, langkahnya perlahan keluar kamar. Deg-deg-an? Pasti. Ia jadi takut sendiri kalau Arga akan mentertawakannya karena penampilannya yang menurutnya begitu tidak nyaman dilihat.

Arga duduk manis di sofa, tidak sabar menunggu Vania. Secantik apakah Vania hari ini?

Beberapa detik berikutnya, Arga mendengar suara seseorang berjalan. Lantas Arga menoleh. Ternyata Vania.

Arga bungkam. Anggap saja ia terpukau. Bohong kalau ia bilang Vania tidak cantik, justru sangat cantik dan anggun. Ekspresi Vania saat itu sangat menggemaskan. Rasanya Arga ingin menghalalkan perempuan itu saat ini juga. Hahaha.

Tepat ketika Vania sudah di hadapan Arga, Vania menghela napas pelan. "Ketawa aja, silakan."

Bukan tertawa, Arga malah tersenyum. Manis sekali. Percayalah.

All PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang