23.Pilihan sulit

2.4K 95 34
                                    

Hanya saja kamu belum tau, kalau pilihanku ini sangat jauh lebih sulit daripada memilih jawaban pilihan ganda di soal ulangan dadakan.
***


Arga mengusap dada lega ketika di depan pintu kelas, ia tidak melihat ada guru di depannya. Selamat bin beruntung, batinnya.

Arga terlambat masuk kelas selama 20 menit. Andai tadinya ia tidak ikut main futsal di lapangan bersama anak kelas sebelah waktu jam istirahat, mungkin ia tidak akan kelupaan kalau setelah istirahat adalah jam pelajaran Bu Ika, guru yang kilernya merajalela, begitu kata Arga.

Dengan senyum yang merekah Arga melangkahkan kakinya menuju pintu masuk. Tentunya dengan kaki kanan, seperti yang diajarkan Mamanya sewaktu kecil. Ya, begitulah.

Alangkah terkejutnya ketika masuk kelas, ia melihat sosok wanita yang teramat ia hindari, Bu Ika, berdiri bersidekap di pojok kelas.

Arga cengengesan. "Ampun, Bu."

Bu Ika menatap Arga dengan wajah garangnya. "Keluar!"

Arga menghembuskan napas berat. "Niat saya kan mau belajar, Bu."

"Kalau kamu mau belajar, harusnya kamu gak lupa masuk kelas!" balas Bu Rani sengit.

Arga mendengus pelan, ia memutar badan menuju pintu untuk keluar kelas. Setelah di luar kelas, ia tak sengaja melihat kawan bermain futsalnya berbaris di depan tiang bendera, berdiri dengan mengambil posisi tangan hormat. Parah dari gue, gumam Arga sambil terkikik.

"Gue ke mana ini? Haduh, tadinya pengen tiduran di kelas, ternyata gagal, Bu Ika tegaan emang," omel Arga pelan.

"Ah, UKS!" pikirnya kemudian.

Setelah berada di ruang UKS ternyata nahas, keberuntungan tidak berpihak pada Arga, ranjangnya penuh. Buset, laris amat.

Dengan langkah gontai, Arga keluar dari ruang UKS, kakinya melangkah lurus. Tepat saat itu juga, ia menatap perpustakaan di seberangnya. Letak UKS dengan perpustakaan memang berseberangan. Iya, jadi kalau misalkan ada yang teler gara-gara baca buku di perpustakaan bisa langsung menyeberang ke UKS, begitu mungkin.

Semoga perpustakaan adalah tempat teraman, batin Arga.

Beberapa langkah menginjak lapangan menuju perpustakaan, terik matahari memaksa Arga untuk semakin cepat melangkah hingga ia memilih untuk berlari. Suara derap langkah kaki Arga terdengar jelas. Tepat di depan pintu perpustakaan, suara itu terhenti, kepalanya menengok ke dalam. Alhamdulillah sepi, girang Arga dalam hati.

Arga semakin girang ketika melihat pengawas perpustakaan tidak ada di tempat, mungkin sibuk. So, Arga tidak perlu susah payah melontarkan alasan mengapa ia ada di sini. Sejak dulu, kalau ia memilih tempat pengungsian di sini, ia selalu memilih duduk menyandar di pojok kanan perpustakaan, menyandar di rak buku-buku kimia yang jarang dibaca atau dicari.

Saat tiba di tempat andalannya, bukannya duduk di sana, ia malah memutar badan, menjauh dari tempat itu, lebih tepatnya menjauhi perempuan yang ia lihat di sana.

"Ga!"

Arga mengindahkan panggilan itu, langkahnya tetap menjauh bahkan lebih cepat.

"Arga!" Perempuan itu dengan sigap mencekal tangan Arga. "Please," katanya penuh harap.

Arga menghela napas dalam-dalam, lalu berbalik menghadap perempuan itu. "Apa?"

Perempuan itu, Alana melepas cekalannya dari tangan Arga. "Please, kalau ngeliat gue jangan kaya ngeliat hantu."

"Bagi gue lo emang hantu," kata Arga tanpa menatap Alana. "Hantu masa lalu," sambungnya.

Bukannya kesal, Alana malah tertawa. "Artinya lo takut sama gue?"

All PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang