"Gue risih deh kalo kaya gini," ungkap Vania sambil melepas helm dari kepalanya.
"Risih kenapa?" tanya Arga santai.
"Gue nggak suka aja kalau jadi bahan perhatian orang banyak."
"Santai aja kali, Van. Sekolah kita emang kaya gini kalau ngeliat sesuatu yang baru, apalagi ngeliat gue boncengin cewe, mereka jadi pada heboh gini nih," ujar Arga sambil terkekeh pelan.
"Sok ngartis lo."
"Yeee bukan gitu. Tapi gue emang udah lama banget nggak boncengin cewe."
"Masa sih?" tanya Vania tak percaya.
"Iyaa, terakhir kali gue bonceng cewe itu pas gue lagi kelas X," jawab Arga meyakinkan Vania.
"Kok bisa? Emang lo nggak punya gebetan atau apaa gitu?"
"Lo ngomong gebetan mulu dah, bosen gue dengernya. Udah ah, ke kelas yuk!" ajak Arga.
Vania dan Arga berjalan beriringan. "Kok bosen? Atau jangan-jangan lo di tolak mulu yaaa?" ledek Vania.
"Dih, masa iya cowo ganteng kaya gue ditolak sih, kalo ngomong itu dipikir dulu, Vaniaaa." Arga menyikut lengan Vania.
"Udah gue pikirin kaliii. Ah, atau jangan-jangan lo nggak bisa move on, kan? Hayooo ngakuuu."
"Van," tegur Arga.
"Dasar gagal move on." Usai mengatakan itu, Vania seakan terkena bumerang, pasalnya ia sendiri juga begitu.
"Makanya buat gue supaya berhasil move on," tandas Arga.
Vania diam bergeming.
"Seenggaknya buat gue suka sama lo," sambung Arga.
Vania masih diam, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Arga.
"Kenapa? Gue bikin lo kaget ya?"
"Hah? eng-enggak kok," jawab Vania terbata-bata.
Arga menghentikan langkahnya, begitu juga Vania. Tubuh Arga menghadap Vania, matanya menatap retina milik Vania.
Mendadak Vania membeku. Ia tidak mengerti ini, ia tidak mengerti kenapa Arga tiba-tiba begini.
"Lo mau nggak jadi pacar gue?"
Vania menatap Arga tak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh Arga. Bagaimana tidak? Jika seorang laki-laki yang baru beberapa hari dikenal, tiba-tiba saja mengajukan pertanyaan yang menurut Vania begitu menyeramkan. Tidak ada alasan baginya untuk tidak terkejut.
Terang saja, Vania bukan orang yang bisa tenang jika ada yang mengatakan pertanyaan itu langsung di hadapannya. Bukan apa-apa, ia cukup trauma dengan pertanyaan itu.
"Mmmhhh, gu-guee..."
Arga mengangkat kedua alisnya menunggu jawabannya.
Ayo Vania... Calm! Batin Vania.
"Diem berarti iya," kata Arga.
"Gu-"
"Oke, sekarang kita pacaran," tandas Arga.
***
Dunia ini sempit ya? Niatku pindah jauh agar terhindar dari kenangan. Pas udah pindah, malah ketemu sama orangnya.Bel istirahat sudah berdering, semua siswa siap meriuhkan suasana kantin. Begitu pun Vania, ia sudah tak sabar untuk bergabung bersama mereka yang bersorak ria di kantin. Namun, tiba-tiba seorang laki-laki mengangkat tas Vania, hingga Vania terpaksa menunda kepergiannya. Tas itu ia angkat melebihi tinggi badannya, tepat di atas kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Promise
Teen FictionPRIVATE ACAK, FOLLOW SEBELUM MEMBACA. R13+ Aku dengan masa laluku, kamu dengan masa lalumu. Kita adalah insan yang dipertemukan dalam satu kisah. Saling mengucapkan janji. Tapi apakah di esok hari dan seterusnya kita sanggup menepatinya? atau bahkan...