21.Kecewa

2.7K 117 36
                                    

Bismilah sebelum memulai, semoga pembacanya masih ada.
Happy reading:)

***
Siang ini matahari tampak malu-malu menyinari kota Jakarta. Awan kelabu beserta semilir angin membuat udara menjadi sejuk. Tapi hal itu tidak membuat seantero murid di SMA Bangsa ini menunda kepulangannya, tak terkecuali Arga. Laki-laki yang kini berjalan di setiap koridor kelas dengan gaya khasnya.

Seperti biasa, tujuan Arga setiap pulang sekolah adalah kelas Vania.

"Arga."

Suara panggilan itu membuat langkah Arga terhenti, lantas ia menoleh ke belakang.

"Hai," sapa Alana sambil tersenyum.

Arga diam, wajahnya flat.

Alana maju beberapa langkah untuk berdiri di hadapan Arga. "Kalau gue nyapa lo setiap kali gue ketemu lo, apa itu membuat lo terganggu?"

Arga yang sedari tadi tidak melepas tatapannya pada Alana, langsung mengalihkan tatapannya itu. "Semoga enggak."

Alana tersenyum tipis. "Gue juga berharap begitu."

Arga diam, Alana diam. Hanya terdengar suara bising orang-orang di sekitar mereka. Alana menghela napas panjang karena itu.

"Lo mau ke kelas Vania?" tanya Alana kemudian.

"Iya. Lo sekelas sama dia, kan?"

Alana mengangguk. "Kita semua udah keluar kelas dari tadi. Dan gue liat Vania tadi udah pulang."

Kening Arga bertaut. "Sama siapa?"

"Tadinya gue pikir sama lo."

Arga mendengus pelan.

Ddrrttt... Drrtttt...

Getaran dari ponsel Arga itu membuat Arga bergegas merogoh saku bajunya.

Bi Susan mengirim satu pesan.

Dahi Arga berkerut heran. Tumben, batinnya.

Den Arga dimana? Di rumah lagi gawat.

Arga kaget sekaligus bingung dengan apa yang terjadi di rumahnya. Akankah begitu darurat? Yang tiba-tiba sangat ia khawatirkan adalah Mamanya, takut terjadi sesuatu pada Mama yang amat ia sayangi itu.

Perasaan gue gak enak. Tanpa pikir panjang, Arga lari meninggalkan Alana yang terdiam bingung juga penasaran.

Tak hanya hanya satu dua kali Arga menabrak bahu orang yang berselisih dengannya. Wajar saja karena saat ini koridor, halaman hingga parkir sekolah di penuhi murid-murid yang hendak pulang dari sekolah. Tak acuh dengan itu, Arga terus berlari menuju parkiran dimana mobilnya terdiam manis di sana.

***

Arga tiba di rumahnya dalam waktu lima belas menit. Bukan karena dari sekolah menuju rumah jaraknya dekat, tapi karena kecepatan Arga mengemudi mobil di atas standar.

Berhenti di depan gerbang, Arga membunyikan klakson mobilnya hingga seorang satpam yang bertugas bergegas membukakan pagar tinggi yang mengelilingi rumahnya nan besar.

Setelah pagar terbuka, Arga segera masuk dan memarkirkan mobilnya seperti biasa. Sempat ia lihat, di samping mobil Mamanya, ada sebuah mobil berwarna hitam mengkilat.

Arga semakin heran dan bergegas menuju pintu utama, lalu disambut cepat oleh Bi Susan.

"Ada apa, Bi?"

Bi Susan memasang wajah khawatir juga takut, bibirnya sedikit bergetar. "Nyonya..."

Tanpa berkata lagi, Arga masuk ke rumah. Rasa khawatir semakin melandanya.

All PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang