"Makasih ya." Vania menuruni mobil dan menutup pintunya, kemudian ia sedikit membungkuk untuk menengok Rio lewat kaca mobil.
Rio mengangguk. "Oh iya, ini ponsel lo." Rio menjulurkan tangannya dan disambut oleh Vania.
"Gue masih bingung kok ponsel gue ada di elo?"
"Ceritanya panjang, nanti gue kasih tau." Rio menyalakan mesin mobil yang tadi sempat ia matikan. "Dan kita udah temenan di line," tambahnya.
"Kok bisa?"
Rio tak memjawab pertanyaan Vania. "Gue pulang dulu."
"Eh, gak mau mampir dulu?" tawar Vania.
"Lain kali aja."
Vania meluruskan badannya yang tadi membungkuk. Perlahan roda mobil Rio mulai berputar dan menjauh dari pandangannya.
Vania membalikkan badan lalu berjalan dengan sedikit tertatih-tatih menuju rumah, kakinya masih terasa sakit, bahkan perban pun masih membaluti mata kakinya. Belum sempat ia mengetuk pintu, sosok wanita yang amat menyayanginya itu telah membukakan pintu.
"Pulang sama siapa, Vania?" pertanyaan itu tertontar dari mulut mama Vania.
"Rio, Mah." Vania mencium punggung tangan Mamanya.
"Kok gak sama Arga? Dia gak sakit kan? Sehat aja kan? Kamu ada masalah sama dia? Kok dia jarang ke sini? Sekarang dia dimana?" Baru saja Vania duduk di sebuah sofa kecil yang terletak di ruang utama, Mamanya sudah menghadiahinya dengan pertanyaan bertubi-tubi.
"Maaa, gak ada masalah, dia sehat. Kok mama segitunya banget?"
Mama Vania duduk manis di samping Vania. "Cuma mau ngelawak aja."
"Mamaa, Vania lagi capek ini." Gadis itu menyandarkan bahunya.
"Iya deh," pasrah Mamanya.
Keduanya terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Hanya suara detak jam yang terdengar, kebetulan Dika sedang tidak di rumah, televisi juga tidak dihidupkan.
"Ma?" panggil Vania tanpa menoleh.
"Mmmm," mama Vania hanya bergumam sebagai sahutan.
"Vania boleh tanya sesuatu, kan?" tanya Vania terdengar serius namun santai.
"Tanya aja kali, Van."
"Mama kok sekarang ngizinin aku temenan sama cowok? Sebelumnya, mama selalu over protective, kan?" Vania masih belum menoleh pada Mamanya.
Mama Vania terdiam beberapa detik, seperti memikirkan sesuatu. Detik berikutnya, mama Vania menatap anak sulungnya itu sambil tersenyum.
Vania juga menoleh minta jawaban.
"Van, semenjak kita pindah ke sini, kamu terlihat lebih ceria, kamu selalu menceritakan kebahagiaan kamu di sekolah, kamu udah gak tertutup lagi sama mama. Siapa sih yang nggak seneng melihat anaknya seceria ini?"
Sudut bibir Vania tertarik ke atas, sementara Mamanya mengusap puncak kepala anaknya itu penuh sayang.
"Mama ingin kamu belajar dari masa lalu, mama ingin kamu bisa lebih kuat dari sebelumnya, mama juga mau tau sedewasa apa kamu dalam memilah orang-orang yang bisa dipercaya, termasuk laki-laki."
KAMU SEDANG MEMBACA
All Promise
Teen FictionPRIVATE ACAK, FOLLOW SEBELUM MEMBACA. R13+ Aku dengan masa laluku, kamu dengan masa lalumu. Kita adalah insan yang dipertemukan dalam satu kisah. Saling mengucapkan janji. Tapi apakah di esok hari dan seterusnya kita sanggup menepatinya? atau bahkan...