Jiyong berjalan kearah kamarnya dengan dua gelas susu ditangan kanan dan kirinya. Ia membuka pintu kamar dan tersenyum saat melihat Jihyeon dan Jiwon berada di atas kasur bersama Dara di tengah mereka.
"Susu kalian" ucap Jiyong, keduanya mengalihkan pandangannya pada sosok Jiyong dan beranjak meninggalkan Dara yang masih tertidur di atas kasur. Wanita itu tersenyum melihat Jiyong dengan telaten memberikan dua gelas itu pada kedua anaknya. Bahkan pria itu membantu dan menyemangati Jihyeon yang cukup sulit menghabiskan susunya.
"Eomma, kau akan tidur bersama kami, bukan?" tanya Jihyeon yang kembali ke pelukan Dara, Dara melirik Jiyong yang menaikkan satu alisnya. Dara tersenyum dan mencium kening Jihyeon, "Kau selalu tidur bersama appa sejak kau kemari" ucap Jihyeon merajuk.
Dara tersenyum pada Jihyeon, "Katakan itu pada appa-mu" ucap Dara, ia lalu beralih pada Jiyong yang kini memeluk Jiwon di tempat tidurnya. Jiyong memutuskan untuk membeli dua ranjang single untuk keduanya dan menyimpannya di ruangan yang telah ia siapkan untuk mereka.
"Appa, mengapa kau selalu bersama eomma? Apakah kau mendekati kami karena kau ingin bersama eomma saja?" tanya Jiwon, Jiyong menundukkan kepalanya untuk melihat Jiwon yang duduk dipangkuannya. "Mengapa kau bahkan mengambil alih eomma dari kami?" lanjutnya, kerutan di keningnya masih menandakan bahwa mereka tak terima.
Jiyong mendongak untuk melihat Dara yang kini hanya tersenyum dan mengedikkan bahunya, ia mendesah pelan sebelum melirik Jiwon kembali, "Eomma dan appa memang harus tidur bersama. Apakah kalian ingin memiliki adik bayi?" tanya Jiyong, ia melirik Dara yang membulatkan matanya lalu mengedipkan matanya genit.
"Adik bayi?!" tanya Jiwon dengan semangat, "Kau akan memberikan kami adik bayi eomma?" tanya Jihyeon kini menatap Dara yang berada di sampingnya, memeluk pinggangnya dari samping. Dara menatap Jihyeon lalu Jiyong. Menatap pria itu dengan tatapan apa-yang-kau-katakan?
Jiyong hanya mengangkat bahunya acuh. "eomma... kami ingin adik bayi yang lucu" ucap Jiwon. Dara melirik anak lelakinya itu lalu tersenyum canggung, apa yang harus ia katakan? Ia dan Jiyong pasti akan memberikan mereka adik tapi tidak sekarang tentu saja.
"Bagaimana jika sekarang kau tidur terlebih dahulu. Dan jika kalian ingin adik bayi siapkan diri kalian untuk tidak aku perhatikan lebih lama lagi. Aku akan hamil dan aku harus mengurusi diriku sendiri. Kau akan dititipkan dan tidak diperhatikan. Hanya appa-mu yang akan bertanggung jawab pada setiap keperluanmu. Apa kau masih ingin?" tanya Dara, sebut saja ia tengah menakut-nakuti kedua anaknya.
Keduanya saling tatap sebelum tersenyum dan melirik ayah mereka, "Apakah kau akan bertanggung jawab atas kami appa?" tanya Jihyeon.
Jiyong melirik Jihyeon lalu tersenyum, "Tentu saja baby, apapun untukmu. Dan jika kau ingin adik bayi kau harus merelakan ibumu untukku" ucap Jiyong, ini bukan untuk menakut-nakuti tentu saja, pria itu ingin mereka mengerti dan mulai merelakan ibu mereka bersama dirinya.
"Berapa lama?" tanya Jiwon
Jiyong mengangkat bahunya, "Selamanya?" jawab Jiyong dengan intonasi bertanya.
"Itu terlalu lama" ucap Jihyeon kecewa.
"Kau tidak bisa mengelak, sepasang suami istri harus tidur bersama karena sebuah alasan. Dan eomma harus mengurusi appa sekarang, bukan hanya kalian berdua saja. Appa pun harus eomma urusi" ucap Dara menjawab pertanyaan Jiwon di awal.
"Benarkah?" tanya Jiwon mendongak, Jiyong mengangguk dengan senyum diwajahnya. "Baiklah jika seperti itu, aku akan mengalah" ungkap Jiwon, ia lalu menatap Dara yang kini juga menatapnya, "Tapi bisakah kau menemaniku jika aku memiliki mimpi buruk?" tanya Jiwon.
"Datanglah ke kamar jika kau membutuhkan kami" ucap Dara dengan senyum hangat keibuannya. Jiyong yang melihatnya merasakan aliran Darah yang lebih besar di dadanya. Ia begitu mencintai gadis itu setiap harinya.
"Aku bisa datang kapan saja?" tanya Jihyeon, Dara tersenyum lalu mengangguk. "Kalau begitu aku akan datang setiap hari" ucap Jihyeon.
Jiyong menatap Jihyeon tidak percaya. "Kau tidak bisa setiap hari tidur bersama kami, hanya beberapa hari saja. Kalian juga perlu mandiri, kalian tidak akan terus bergantung pada kami" ucap Jiyong memberi pengarahan.
Dara menatap pria itu lalu tertawa pelan, pria itu masih saja bersikap possesive. Ia merindukan pria itu bahkan sampai sekarang walaupun pria itu telah kembali ke pelukannya.
---
Dara dan Jiyong kembali ke kamar mereka setelah Jihyeon dan Jiwon tertidur. Jiyong menarik Dara ke kamar mandi untuk gosok gigi bersamanya, "Berikan aku pasta gigi" ucap Jiyong memeluk Dara dari belakang dan mengangkat sikat giginya ke hadapan calon istrinya.
Dara menggeleng kepalanya lalu memberikan pasta gigi pada sikat gigi Jiyong, ia mengambil miliknya dan memberikan pasta gigi yang sama diatas sikap giginya. Jiyong cukup kesulitan menggosok giginya membuat Dara tertawa melihat tingkah pria itu yang masih mempertahankan Dara berada di pelukannya.
Dara menggeser sedikit tubuhnya sehingga kini tangan kiri Jiyong memeluk pinggangnya, mereka menggosok gigi bersama dan mencuci muka bersama. Jiyong memberikan handuk kecil pada Dara, meminta gadis itu untuk mengeringkan wajahnya yang basah. "Kau menjadi sangat manja Kwon" ucap Dara dengan tawa kecilnya.
"Apakah aku salah melakukan ini?" tanya Jiyong, Dara mendesah pelan sebelum menggeleng tidak percaya. "Bukankah aku memang seperti ini saat kita masih bersama dulu?" tanya pria itu.
Dara tersenyum lalu mengangguk, "Kau memang selalu manja padaku. Aku benar-benar merasa bersalah pernah pergi darimu" ucap Dara mengusap wajah Jiyong lalu memberi kecupan di pipi pria itu.
Mereka keluar masih dengan pinggang Dara di tangan kiri Jiyong. Jiyong memang menjadi lebih manja pada Dara setelah mereka kembali bersama. Setelah Dara selesai memakai cream malamnya, wanita mungil itu merangkak naik ke atas kasur dan menempatkan kepalanya di dada Jiyong.
"Kita tidak seharusnya tinggal serumah, kita belum menjadi suami istri yang sah" ucap Dara membuat lingkaran-lingkaran kecil di perut tertutup Jiyong. Jiyong mengusap punggung kekasihnya dengan lembut dan bergumam menjawab ucapan Dara.
"Jangan hiraukan itu, aku tidak peduli pada itu. Lagi pula, aku membutuhkanmu untuk menemaniku babe" ucap Jiyong merajuk. Dara memukul perut Jiyong bercanda, ia lalu menggeser tubuhnya agar berbaring disamping Jiyong namun masih menghadap ke arah pria itu.
Tangan Jiyong mengangkat menyentuh pipi Dara, "Mengapa kau berakhir dengan bersama Kiko?" tanya Dara, Jiyong menatap wajah cantik itu, wajah yang selalu ia rindukan walau tidak bertemu barang sedetik yang lalu.
Jiyong tersenyum sebelum menjawabnya, "Aku bersamanya setelah tiga tahun kau pergi. Rasa bersalahku dan rasa ingin tahuku yang membuatku mengencaninya. Aku hanya ingin mencobanya" ucap Jiyong, ia tertawa pelan memikirkan betapa bodoh alasan itu, "Kau mengatakan padaku bahwa aku menginginkan gadis itu, tapi nyatanya hingga aku mengencaninya, aku tetap memikirkanmu. Aku tetap mencintaimu" ucap Jiyong, Dara menatapnya lalu tersenyum karena melihat ketulusan di mata pria itu.
"Dan aku sempat berfikir mengapa aku tidak bisa mencintai Kiko karena aku masih merasa bersalah padamu. tapi saat kau kembali padaku, semuanya terasa kembali seperti semula. Aku merasa kembali menemukan seseorang yang telah hilang" ucap Jiyong, ia masih setia mengusap pipi mulus Dara.
"Aku juga merasakan hal yang sama. Aku merasa kembali ke rumah saat aku mengatakan bahwa aku mau menikah denganmu" ucap Dara pelan, ia memejamkan matanya saat wajah Jiyong mendekat.
Jiyong mencium kening Dara, "Kumohon untuk tidak pergi lagi, jika kau merasa kecewa, hanya katakan padaku aku akan segera memperbaikinya. Aku tidak ingin kembali kehilanganmu" ucap Jiyong, Dara tersenyum lalu mengangguk. "Saranghae Dara-ya" ucap Jiyong memeluk tubuh Dara lalu menciumnya,
"Nado saranghae Jiyongie" balas Dara membenamkan wajahnya di dada Jiyong.
-TO BE CONTINUE-
![](https://img.wattpad.com/cover/101388638-288-k269235.jpg)
YOU ARE READING
We Belong Together
FanfictionSebuah kisah membosankan yang menceritakan tentang kehidupan Sandara dengan dua anak kembarnya. Dan masa lalu yang membuatnya enggan kembali ke negara kelahirannya. Dengan kedua anaknya ia merasa cukup, namun tentu saja keduanya merasa penasaran den...