BAB 9

50 2 0
                                    

“Lo kenapa, Fer?!” berondong Tiara tanpa ampun di telepon.

Ferina menjauhkan ponselnya.

“Lo bisa jaga suara nggak sih?” omelnya.

“Oke, oke.” Suara Tiara melunak.

“Jadi, kenapa lo tiba-tiba ngilang dari sekolahan saat istirahat, terus nggak balik-balik lagi? Dan apa maksud lo nyuruh gue bawa pulang tas lo yang segede karung beras ini, hah?!”

Ferina memijat dahinya dengan dua jari.

“Maaf. Nggak bermaksud apa-apa. Gue sakit.”

“Sakit? Emangnya gue gampang dibohongin?”

“Ra… please… kepala gue sakit nih… biarin gue istirahat dulu…” Ferina memohon.

No way!”

“Ra…”

“Ada apa sih dengan lo dan Tama?” tuding Tiara.

Air mata Ferina kembali bercucuran.

“Gue nggak ada masalah dengan dia.”

“Jelas ada masalah! Gue liat dia balik bareng si nenek sihir. Sebelumnya dia kan sama elo!”

Hati Ferina mencelos.

“Nggak ada hubungannya sama gue. Jelas?!” tukasnya kesal.

“Jelas banget.” Sahut Tiara. “Bohongnya...”

“Ra, lo kenapa sih?!” kata Ferina.

“Lo tuh yang kenapa?” Tiara masih ngotot.

“Sori, Ra.” Ujar Ferina dengan sangat menyesal sambil menutup telepon.

❤❤❤

Ferina menggenggam tangan Faren erat-erat. Mereka berjalan bergandengan. Melintasi pasir putih yang sangat halus dan akhirnya sampai di tepi pantai.

Kejaran ombak menyambar kaki mereka hingga terbenam sesaat.

“Jangan pergi lagi, ya?” pinta Faren sungguh-sungguh.

“Jangan tinggalkan aku sendiri. Please…” diraihnya tangan Ferina yang lain, lalu ditatapnya saudara kembarnya itu dengan sungguh-sungguh.

Mereka mundur beberapa langkah dari kejaran ombak. Faren duduk di atas pasir, lalu meraih bintang laut yang tertimbun pasir.

“Kamu! Ada-ada aja!” kata Ferina.

“Fer, kamu nggak mau minta maaf?”

“Minta maaf? Soal apa?”

“Ah, sudahlah.”

Faren bangkit dan berdiri dan berjalan menyambut ombak, terus melangkah hingga separuh kakinya terendam air laut.

“Lo ngapain, Ren?” sahut Ferina setengah berteriak.

Faren terus berjalan hingga separuh tubuhnya terbenam.

Ferina mengejar Faren.

“REEN!!! LO BISA TENGGELAM!!!” teriak Ferina.

“REEEN!” ulangnya putus asa.

Tahu-tahu ombak yang sangat besar menghantam Ferina hingga tubuhnya seketika tak berdaya.

Lalu terdengar suara lain dari kejauhan. Semakin lama semakin dekat dan jelas…

“Fer…? Fer…? Bangun, Nak!”

Teriakan bercampur ketukan bertubi-tubi membangunkan Ferina dari mimpi anehnya.

“Ya.” Jawab Ferina, sambil berjalan menuju pintu dan memutar anak kuncinya.

“Sejak kapan tidur pake ngunci kamar segala? Kalau terjadi apa-apa terus kamu nggak bisa bangun, gimana? Seandainya kebakaran? Gempa bumi? Angin ribut?”

“Ih, Mama! Pagi-pagi udah ngasih kuliah gratis!” ujarnya seraya ngeloyor ke kamar mandi.

➡ VOTE & COMMENT ⬅

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang