BAB 24

41 1 0
                                    

“Yanda, tunggu!” Andra mengejar Yanda yang sudah siap meluncur dengan mobilnya.

Sejak Ferina menceritkan affair antara Andra dan Faren, Yanda langsung nggak simpati lagi kepada Andra dan mulai menjauhi cowok itu.

Terang saja Andra semakin bingung dan nggak tahu harus berbuat apa. Andra membuka pintu mobil dan duduk di sebelah jok pengemudi.

“Lo mau apa sih?” Tanya Yanda dingin.

“Seharusnya gue yang nanya, lo kenapa?!” tukas Andra frustrasi.

“Lo nanya gue kenapa?” Yanda masih sinis.

“Lo memang nggak punya hati ya! Gara-gara lo, Ferina pindah dari sekolah ini. Lo udah bikin sahabat terbaik gue pergi!”

“Gue nggal suka lo asal nuduh begitu!” Andra mulai emosi.

“Lo kayak begini karena lo suka sama Ferina kan? Lo sedih sejak dia pindah dan sekarang lo nuduh gue sebagai penyebab semua ini. Lo bener-bener picik! Pengecut!”

“Brengsek lo! Gue nggak sebodoh itu bersikap kayak begini! Gue memang suka sama dia dan waktu gue tahu dia naksir elo, gue cukup tahu diri. Gue rela lo jadi cowoknya Ferina, tapi gue nggak terima lo menyia-nyiakan dia dan nyakitin dia kayak begini!”

“Eh, jangan asal nuduh lo! Gue nggak ngerti lo ngomong apaan!” tukas Andra sambil meninju dasbor.

“Elo mau adu jotos?!” hardik Yanda tersinggung.

Yanda turun dari mobil. Andra langsung mengikuti dan mereka pun berdiri berhadap-hadapan.

"Maaf, Fer… Gue melanggar janji gue, tapi gue udah nggak tahan kepingin menghajar si brengsek ini. Gue lakukan ini buat lo" kata Yanda dalam hati.

"Akan gue balaskan sakit hati lo walaupun nggak seberapa, walaupun nggak sebanding dengan yang lo rasakan selama ini."

BUUUK!!!

Yanda menghantam perut Andra dengan tinjunya.

“ARRRGGGHHH!”

Andra terjatuh dan mengerang kesakitan. Belum sempat menenangkan diri, pukulan demi pukulan kembali mendarat di wajahnya tanpa dia mampu membalas.

“LO KENAPA?” teriak Andra histeris penuh amarah.

“KENAPA?! KENAPA??” Yanda mencengkeram kerah seragam Andra.

“INI JAWABANNYA!”

BUKKK!!!

Yanda menghantam dada Andra dengan tendangannya, lalu berbalik menuju mobil dan membiarkan Andra tergelatak begitu saja.

“Arrggh!” Andra mengerang.

Dadanya sesak. Dia nyaris nggak bisa bernapas. Pandangannya mula gelap.

“Kenapa…? Dia mengerang dengan suara lemah.

Sekelebat Andra melihat Yanda berlari menghampirinya.

“Ndra! Andra! Andraaa!” teriak Yanda terasa sangat jauh dan akhirnya hilang sama sekali. Andra tak sadarkan diri.

❤❤❤

“Arrrgggh…!”

“Fer, lo kenapa? Nggak papa kan?” Tanya Tama cemas.

“Ngghh…” Ferina mendesah.

“Nggak papa kok.” Katanya.

Ia sedang meruncingkan pensil dengan cutter, ketika tanpa sengaja melukai telunjuknya.

“Sini, biar gue bantu.” Tama meraih tangan Ferina yang terluka.

Diisapnya telunjuk Ferina yang berdarah. Darah Ferina berdesir cepat dan jantungnya berdetak tak teratur.

“Udah.” Ujar Tama.

Ferina tersenyum.

“Kenapa, Fer?” Tanya Tama heran.

“Nggg… nggak kok. Nggak kenapa-kenapa.” Jawab Ferina.

Tama tersenyum geli. Dia mengusap kepala Ferina dengan sayang.

“Lo sama gue kok masih grogi-grogian segala sih?” katanya tenang.

Dipeluknya Ferina dan diciumnya keningnya dengan lebut.

Sejak Tama menjadi someone special-nya, hari-hari Ferina benar-benar ceria dan penuh kejutan. Cowok itu sangat menyayanginya. Tapi saat itu perasaan Ferina agak berbeda. Seolah-olah ada firasat yang membisikkan telah terjadi sesuatu. Ponsel Ferina berbunyi. Yanda.

“Hai.”

“Fer, maaf.” Suara Yanda terdengar resah.

Ferina mengerutkan dahi. “Maaf? Kenapa? Emang lo udah ngapain?”

“Maaf…”

“Iya, tapi kenapa?”

“Gue… gue habis menghajar Andra.”

Darah Ferina berdesir lemah.

“Bukannya gue udah bilang!” tukas Ferina, emosinya nggak menentu.

“Gue nggak tahu, Fer. Gue lepas kendali dan…”

“Gimana keadaannya?” Ferina terdengar sangat cemas.

“GIMANA KEADAANNYA?!!!” sekarang dia nyaris histeris.

“Sekarang… dia masih di IGD. Gue lupa jantungnya lemah, gue…”

Ferina menekan tombol merah di HP-nya, lalu terisak.

“Kenapa, Fer? Tadi itu siapa?” Tanya Tama panik.

Ferina hanya bisa menggeleng dan terus terisak. Dia sendiri nggak ngerti kenapa dia jadi khawatir dan sedih seperti ini.

Seharusnya dia merasakan sebaliknya, karena toh sakit hatinya telah terlampiaskan. Tapi mendengar keadaan Andra seperti itu...

Entahlah, mungkin Ferina nggak kepingin kedua sahabatnya jadi bertengkar karena dirinya. Dia nggak kepingin salah satu atau keduanya terluka.

Sudah cukup kejadian dulu itu. Cukup dia saja yang merasakan amarah itu, rasa sakit itu.

➡ VOTE & COMMENT ⬅

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang