BAB 2

112 4 0
                                    

“Fer, udah larut banget, bobo gih!” tegur Wulan lembut.

“Masih kepingin nonton, Ma.” Jawab Ferina malas-malasan.

“Ah, masa? Dari tadi Mama perhatiin kamu nggak mengikuti filmnya tuh.” Sambung Wulan.

“Mama rese ah, sok perhatian segala… orang dari tadi nonton kok!” Ferina membela diri sekenanya sambil menyembunyikan diary.

“Memangnya Mama tahu dari mana?”

“Pertama, kalau nonton film lucu, kamu pasti ketawa ngakak sampai nggak kenal orang dan lemparin bantal ke TV.” Wulan tersenyum geli.

“Tapi dari tadi kayaknya filmnya nggak ngaruh sama kamu. Nggak kayak biasa. Terus dari pandangan kamu aja ketebak banget kamu lagi mikirin yang lain. Daripada kayak begini, mending kamu bobo gih.”

“Ah… nggak! Masih pengin nonton, Ma!” ujar Ferina.

“Ya udah…” Wulan mengalah. “Mama mau tidur dulu ya, tapi kamu jangan kemalaman, oke?”

“Oke deh, Ma…” sahut Ferina.

Sudah setengah dua belas, tapi dia belum mengantuk. Ferina meraih ponsel dan memencet beberapa angka yang sangat dihapalnya, lalu menunggu.

“Halo?” sebuah suara yang sangat akrab menyahut di seberang sana.

“Halo…” jawab Ferina.

“Ini siapa?” suara itu kembali terdengar di sela-sela suara ribut di latar belakang.

“Ferina. Apa kabar lo, Nda?”

“Ferina? Hei, ke mana aja lo seminggu ini? Gue hubungi nomor lo nggak pernah aktif. Lo kemana sih? Gue nyariin lo, tau nggak?” cowok bernama Yanda itu memberondongnya dengan nada menuduh.

“Ribut banget…” komentar Ferina.

“Biasa, anak-anak lagi ngumpul. Bentar, gue keluar dulu.” Ujar cowok itu.

“Nah, sekarang jawab pertanyaan gue. Kemana aja lo selama ini, dan kenapa nomor lo nggak aktif lagi?”

“Udah gue buang, sekarang gue pakai yang ini. Dan satu hal, lo jangan ngasih tau nomor ini ke siapa pun.” Ujar Ferina.

“Emang kenapa? Lo bener-bener bikin gue bingung!” komentar Yanda.

“Barusan gue juga dengar dari anak-anak kalau lo mau pindah sekolah gitu. Gue heran sekaligus kaget, tapi gue nggak percaya sebelum gue klarifikasi dulu ke elo. Gue harap sih itu berita nggak bener, ya kan, Fer?”

“Mmm… berita ini bener kok. Sekarang…ngg... gue udah di Jogja.” Sahut Ferina.

What?! Jangan bercanda, Fer!” cowok itu benar-benar nggak percaya.

“Lo kok nggak cerita sih? Gue kan sohib lo, dan selama ini kita saling percaya. Akhir-akhir ini lo bener-bener berubah. Drastis! Lo udah nggak terus terang lagi ke gue, lo nggak ngasih gue kesempatan buat bantuin lo keluar dari masalah lo lagi. Lo gimana sih, Fer? Gue kehilangan lo, tau nggak sih? Dan sekarang gue harus nerima kenyataan lo udah pindah tanpa pamit ke gue. Apa lo nggak nganggep gue lagi, Fer? Jujur, sekarang gue jadi kecewa sama lo.” Cerocos cowok itu.

“Gue ngerti apa yang lo alami itu…”

“Udah, Nda!” potong Ferina. “Gue nggak pengin ngebahas itu lagi. Nggak penting!”

Tahu cowok itu sangat kaget, Ferina pun terdiam.

“Maafin gue, Nda. Gue nggak bermaksud begitu, gue nggak bilang-bilang karena gue takut nantinya gue berubah pikiran. Soalnya selama ini cuma lo yang bisa ngerti gue, dan selalu jujur sama gue. Cuma lo yang bisa gue percaya…”

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang