BAB 3

84 2 0
                                    

Nggak terasa sudah seminggu Ferina dan Wulan tinggal di rumah baru. Ferina sering mengajak Rana si anak tetangga untuk bermain di rumah.

Sore itu Ferina kegerahan. Ferina menghampiri kulkas. Nyaris kosong.

“Mama… kulkasnya kosong!” erang Ferina.

Wulan bergegas datang.

“Kalau begitu, kamu ke supermarket deh. Mau, kan?” bujuk Wulan.

“Mama kan capek habis mengurus toko.”

“Boleh deh!” katanya bersemangat.

“Tapi gimana perginya? Ferina kan nggak tahu dimana letak supermarket?”

Wulan berpikir sejenak. “Oh, kalau nggak salah tadi Manda bilang dia mau keluar ada urusan, mungkin bisa barengan. Coba kamu tanya ke sebelah gih, biar Mama bikin catatan belanjanya dulu!”

“Oke.” Ujar Ferina sambil buru-buru keluar.

Baru saja Wulan selesai mencatat, Ferina sudah muncul lagi.

“Ma, cepet! Tante Manda udah mau berangkat! Katanya bisa lewat supermarket tapi agak jauh. Cepet, Ma!” Ferina berteriak.

“Ini.” Ujar Wulan.

Ferina pun berlalu secepat kilat.

Sesampai di supermarket, Ferina segera asyik menyusuri rak-rak penuh berbagai macam cokelat, permen, kerupuk, dan segala gurih-gurih dan nggak bikin eneg.

Setelah keranjang penuh, Ferina menyerah dan segera antre di kasir. Dengan sabar dia menunggu sampai akhirnya mendapat giliran.

“Malam, Mbak.” Sapa si mbak kasir, sambil mengeluarkan belanjaan Ferina.

“Malam.” Jawab Ferina cuek.

Ferina memandang pintu kaca dan ternyata langit sudah hitam total.

Akhirnya si mbak kasir menyerahkan belanjaan Ferina yang sudah dihitung. Setelah membayar belanjaan itu, Ferina keluar dari supermarket dengan hati gembira, tahu-tahu Ferina tersadar.

“Gue pulangnya kemana, ya?” gumamnya.

Ferina nggak tahu alamat rumahnya! Ponselnya ketinggalan, lagi! Uangnya tinggal gonceng!

Akhir’y Ferina mencari wartel untuk menelepon mamanya. Dia menghubungi ponselnya yang ketinggalan di depan meja TV. Nggak ada yang angkat.

Ferina mengipas-ngipas leher dengan dompetnya biar adem sedikit. Tiba-tiba ada yang merebut dompetnya dan membawa kabur.

Ferina langsung mengejar si copet..

“Woiii… copeeet! Mau lari ke mana lo!” teriak Ferina.

“Woi… ambil aja duitnya! Gue ikhlas! Tapi kembaliin dompet gue…!”

Si copet terus berlari hingga mencapai belokan, sedetik pun pandangan Ferina tak pernah lepas dari…

BRUKK!!

Separuh tubuh Ferina menimpa kantong belanjaan. Ferina sempat melihat si copet masuk ke gang kecil di ujung toko buku.

“Awww…” erang Ferina.

Telapak tangannya lecet dan mulai berdarah. Dia melihat orang yang di tabraknya. Cowok itu merintih kesakitan sambil membersihkan siku.

Ferina mencoba berdiri.

“Maaf…” katanya.

Cowok yang masih terduduk itu tersenyum pahit.

“Gue nggak papa.” Katanya.

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang