BAB 16

40 2 0
                                    

“Fer…” terdengar bisikan lembut Tama di telinga Ferina.

“Ngg?” Ferina membuka matanya yang berat.

“Turun yuk. Kita sudah sampai.”

“Mmmm…” Ferina menegakkan tubuh.

Ferina memandang keluar jendela dan melihat Haikal sudah berdiri diluar bersama papanya.

“Cepat sekali…”

“Dasar tukang tidur!” Tama mengacak-acak rambut Ferina.

“Turun yuk!” Ferina turun dan memandang bangunan di depannya.

Dimana-mana rumah sakit sama saja. Sama-sama menakutkan dan menyedihkan.

“Gue nggak mau masuk ke sana, gue di luar aja. Nggak papa.” Kata Ferina.

“Lho, kenapa?” sahut Tama heran.

“Yuk!” ditariknya lengan Ferina.

Ferina bertahan ditempatnya berdiri. Tama menoleh dan memandang gadis itu yang tiba-tiba terlihat pucat dan tegang. Tangan Ferina dingin dan kaku.

“Fer?!” Tama memanggil Ferina.

“Fer?!” lanjutnya.

Ferina langsung bersandar pada roda mobil.

“Jangan paksa gue. Please…” katanya lemah.

“Tapi… kenapa?” Ferina hanya menggeleng.

Akhirnya dia meninggalkan Ferina. Disusulnya Haikal dan papanya yang sedang menunggu di mobil. Tama menjelaskan dimana Saza dirawat dan meminta maaf karena tidak bisa menemani.

Tama kembali menemui Ferina dan kondisi cewek itu masih seperti tadi.

“Fer, lo kenapa tiba-tiba kayak begini?” Tanya Tama panik.

Ferina menggeleng lemah. Akhirnya Tama menopang tubuh Ferina ke dalam mobil.

“Fer, lo kenapa?” Tama ngak bisa berhenti cemas.

“Fer.” Tama merangkul cewek itu dan memeluknya erat.

“Elo kenapa, Fer…”

“Di tempat seperti ini, gue menyaksikan dia pergi. Untuk selamanya. Meninggalkan rasa sakit yang teramat dalam.” Ferina menahan tangis.

Tama tidak mengatakan apa-apa, dibiarkannya Ferina mencurahkan perasaannya.

“Saudara gue udah pergi. Ke tempat yang membuatnya nggak bisa kembali lagi. Dulu gue sayang banget sama dia. Sekarang gue membencinya. Tapi disaat yang sama kadang gue juga sangat merindukannya. Gue kepingin memarahi dia, tapi gue tahu dia nggak bisa mendengarkan gue lagi, dan nggak akan ada yang berubah.”

“Udah, udah.” Tama menenangkan.

Dibelainya kepala Ferina dengan lembut.

“Sekarang gue ada disini, nemenin lo. Gue akan buat lo nyaman bersama gue.” Ferina memejamkan matanya yang basah.

"Faren, kenapa lo bikin gue kayak begini?" Bisik Ferina dalam hati. Perih...

"Sampai hati banget lo sama gue…"

❤❤❤

Dean membuka pintu pelan sekali, mendorongnya hati-hati dengan jantung berdebar. Dia melihat Saza terbaring di tempat tidur, menghadap jendela yang terbuka.

“Saza…” Dean mencoba bersuara dan mendekat.

Saza tersentak tak percaya. Dia membalikkan tubuh dan menatap dua sosok yang telah lama ditinggalkannya.

Dia tak mampu berkata-kata, dia membekap mulutnya dengan tangan, air matanya membanjir penuh kerinduan. Tidak ada amarah, tidak ada lagi kebencian. Darahnya berdesir cepat dan menghangatkan tubuhnya.

Saza hanya saggup terisak penuh haru saat Dean memeluk dan menciumnya.

“Maaf.” Saza masih berusaha berbicara diantara isakannya.

“Sudahlah…” Dean membelai Saza.

“Mama.” Haikal mendekat dan memeluk mamanya.

Ah, akhirnya mereka berkumpul lagi. Semua akan kembali seperti dulu, berkumpul bersama dibawah satu atap, kembali bahagia seperti dulu.

Tak lama setelah itu pintu kembali terbuka. Tiffany masuk dan membeku melihat kebersamaan itu.

Semua yang ada di ruangan menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Keluarganya lengkap. Tiffany bimbang, matanya memanas dan air matanya merebak. Lalu dia mendekat dan memeluk keluarganya.

➡ VOTE & COMMENT ⬅

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang