BAB 18

40 2 0
                                    

From    : Renaldiandra
To         : Ferina Chelya L.
Subject : I’m so sorry

Fer, kenapa lo tiba-tiba menghindari gue? Gue minta maaf kalau gue salah…

Ferina tersenyum sinis. E-mail itu sudah cukup lama. Ferina membuka yang lainnya.

From    : Renaldiandra
To         : Ferina Chelya L.
Subject : Fer?

Fer, lo pindah ke mana? Kenapa lo nggak bilang ke gue? Gue bingung harus nyari lo kemana… jangan siksa gue kayak gini…

Gue sayang lo, Fer.

Ingin rasanya Ferina mendamprat kalau saja dia bisa.

MUNAFIK...

Ferina nggak sudi membalasnya, bahkan dengan e-mail kosong sekalipun. Ferina berbaring sejenak di tempat tidur. Ferina kembali terbangun dan membuka lemari, mengambil kardus kecil berisi pernik-pernik kecil yang selama ini dikumpulkannya, serba beberapa album foto yang masih bagus.

Ferina membuka album foto itu satu per satu. Menyibak kenangan manisnya bersama Faren, saudara kembarnya.

Mereka lahir pada hari, tanggal, dan tahun yang sama. Hanya berselang tiga menit. Mereka tumbuh bersama. Secara fisik wajah mereka identik, warna bola mata mereka berbeda. Bola mata Ferina biru indah dan diwarisinya dari ayahnya yang keturunan Belanda. Sedangkan Faren memiliki bola mata cokelat gelap seperti mamanya.

Ferina juga lebih mirip ayahnya, terutama sifat keras kepalanya. Faren tumbuh sebagai cewek yang sangat feminim. Cara bicara Faren lebih lembut dan penuh pengertian, bacaan kesukaannya adalah majalah kesehatan dan pengetahuan umum serta buku-buku resep makanan.

Faren senang bekerja didapur dengan Mama. Faren sangat senang main musik, terutama piano. Ferina tidak terlalu feminim. Kalau sudah ngomong Ferina suka ceplas-ceplos dan senang berteriak.

Hobi Ferina nongkrong di depan TV dan channelnya juga channel anak nongkrong. Ferina suka berenang dan setelah itu sibuk dengan kertas gambar. Mereka tidak pernah bertengkar. Keributan sering datang dari Ferina yang paling sering uring-uringan. Dan ujung-ujungnya Faren pasti akan mundur duluan. Itulah sebabnya Ferina sangat menyayangi Faren.

Di rumah, Faren adalah tempat curhat Ferina. Di sekolah, Ferina mempunyai Yanda untuk berbagi cerita. Faren dan Ferina bersekolah di SMA berbeda. Faren lebih suka di sekolah berbaris internasional, sedangkan Ferina memilih sekolah unggulan yang kegiatan ekskulnya menonjol.

Pada malam hari yang cerah, Ferina dan Faren duduk diayunan. Malam itu Ferina menceritakan first love-nya dengan malu-malu.

“Fer, kamu dari tadi senyam-senyum kayak gitu kenapa sih?” Tanya Faren.

“Ren… tahu nggak?” Ferina mendorong ayunan dengan kaki.

“Kayaknya gue baru jatuh cinta nih…”

“Jatuh cinta?” Faren langsung tertarik.

“Kata Yanda sih begitu… katanya gue udah kena sindrom cinta-cintaan. Suka salah tingkah kalau didekat orangnya, deg-degan nggak keruan, suka gemes sendiri, pengin tampil lebih cantik, lebih perfect. Nggak kayak biasa deh!”

“Waah… pantesan… aku juga sering perhatiin kamu akhir-akhir ini suka bengong sendiri, senyam-senyum sendiri, dan kayak lebih bahagia aja. Jadi kamu lagi suka sama seseorang ya?” Ferina mengangguk.

“Namanya Renaldiandra.” Kata Ferina.

“Namanya bagus tuh. Pasti orangnya cakep yakan?” ujar Faren.

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang