BAB 23

40 1 0
                                    

Fer?” Andra memanggil Ferina, mengiringi langkah cepat dan bergegas gadis itu.

Hari ini sikap Ferina sangat aneh, sangat tidak biasa dan belum pernah sejutek ini.

“LO JANGAN PERNAH DEKET-DEKET GUE LAGI DEH! DENGER?!”

Ferina sekonyong-konyong berbalik dan menghunjam Andra dengan hardikannya.

“Memangnya kenapa? Jadi ini jawaban lo soal kemarin?” Andra semakin tidak mengerti.

“IYA! JELAS?!”

“Gue belum tuli Fer. Lo nggak perlu teriak-teriak begitu supaya gue denger. Tolong kasih penjelasan!”

Sial! Penjelasan? Perlu penjelasan apa lagi? Semuanya sudah terlalu jelas bagi Ferina. Dia hanya nggak sudi menyebut-nyebut atau mengungkit nama Faren lagi dalam hidupnya.

Faren sudah pergi tanpa bisa mmpertangung jawabkan kesalahan terbesar hidupnya. Tak ada yang bisa diperbaiki kalau urusannya dengan orang yang telah pergi untuk selamanya.

“Dengar, nggak ada penjelasan apa-apa. Dan mulai saat ini, lo nggak usah mikirin gue. Pikirin aja diri lo sendiri. Jelas?!” kata Ferina sengit.

“Fer, kalau lo nolak gue, nggak perlu kayak begini caranya. Kalau lo nggak senang gue punya perasaan ke elo, bukan ini penyelesaiannya. Lo…”

“Udah! Gue capek dengerin lo! Kalau lo emang sayang sama gue, tolong penuhi satu permintaan gue: JAUHIN GUE!”

Selesai berkata begitu Ferina lari dengan gemuruh tak menentu menyesakkan dadanya. Saat itu dilihatnya Yanda yang baru saja menuju mobilnya.

“YANDA!”

Yanda berhenti sejenak melihat Ferina menghampirimya. Sepuluh meter di belakang cewek itu, Andra tampak berdiri terpaku.

Mungkinkah Ferina akhirnya mengetahui sesuatu? Tapi nggak mungkin, Faren sudah berjanji tidak akan mengatakan apa pun… lagi pula, kenapa baru sekarang Ferina bersikap seperti ini?

Andra terus memandang Ferina dengan perasaan tak menentu. Dia yakin cewek itu tidak tahu apa-apa. Faren sudah berjanji padanya. Ataukah Faren sengaja memberi tahu Ferina, untuk sekadar melampiaskan perasaannya?

Untuk kesekian kali Andra berkata dalam hati: TIDAK MUNGKIN.

❤❤❤

Malam itu Andra terus berusaha menghubungi Ferina. Sampai akhirnya Ferina mematikan ponsel. Cewek itu membuka laptop dan langsung online. Dia membuka mail, dan mulai menulis.

From     : Ferina Chelya L.
To          : Peter Caude Lars
Subject : Daddy, I cried

Dad, I’ve found a suck kind of love. A nightmare for every girl in this small world.

Tapi Ferina bukan cewek dungu yang gampang dibodohi. Ferina sudah bisa memutuskan apa yang terbaik bagi Ferina.

Bagaimana kabar Daddy? Balas secepatnya!Kalau bisa Ferina kepingin chat lagi. Ferina kangen sama Daddy…

Ferina keluar dari kamar dan melihat mamanya sedang sibuk merapikan ruang tamu. Ferina duduk dan menatap mamanya yang sedang menata pernak-pernik dimeja.

“Ma, Ferina nggak kepingin tinggal di sini lagi.” Ferina menyampaikan kata-kata yang tadi disusunnya.

Wulan menatap putrinya, padangannya yang penuh tanya sudah cukup bagi Ferina untuk memulai penjelasannya.

“Rumah ini terlalu besar untuk ditinggali berdua.” Kata Ferina sambil memeluk bantal.

“Sekarang rumah ini jadi terasa semakin besar, semakin kosong, semakin sunyi, dan semakin jauh dari kehangatan. Apalagi setiap sudut, setiap dinding, setiap benda di rumah ini menyimpan kenangan tentang orang-orang yang telah pergi. Daddy, Faren, sama saja. Semua itu semakin membuat Ferina terkurung dalam kesedihan. Dan Ferina ingin lepas dari semua itu.”

Kali ini kata-kata itu meluncur begitu saja mengikuti perasaan yang selama ini dipendam Ferina. Terutama sejak… terungkapnya pengkhianatan Faren…

Wulan berdiri dan duduk di samping Ferina. Dia merangkul dan membelai putrinya dengan penuh perasaan.
“Apa yang kamu pikirkan itu, persis dengan apa yang sering terlintas di pikiran Mama…” kata Wulan jujur.

“Terus kenapa Mama nggak pernah bilang?” Tanya Ferina heran, sekaligus senang, karena Wulan sependapat dengannya.

“Mama hanya nggak kepingin membebani kamu dengan keinginan Mama. Mama pikir kamu akan keberatan karena harus berpisah dengan teman-temanmu. Lagi pula, minggu depan kamu ulangan umum kenaikan kelas kan? Mama hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya, dan itu pun kalau kamu nggak keberatan.”

Ferina terkesiap dengan tuturan lembut mamanya. Tentu saja dia sangat nggak keberatan. Ferina sudah nggak tahan, ingin pergi jauh-jauh meninggalkan semua ini.

“Kalau begitu Mama udah nyusun planning dong?”

“Begitulah, Mama udah bicara dengan Om Surya dan dia akan mencarikan rumah untuk kita di Jogja.”

“Jogja? It sounds so interesting!” kata Ferina dengan senyum manisnya yang menawan, wajahnya seketika langsung cerah.

➡ VOTE & COMMENT ⬅

Simple Past Present LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang