Pertemuan

2.2K 97 4
                                    

"Pergi ..
Kembali ..
Salah satu hal yang menyatu di bandara"

Berada dalam ruangan dosen yang diseganinya membuat Alif gugup. Mengenggam erat buku diatas pangkuannya menunggu Prof. Sahid Arsyad. Tak lama menanti, Arsyad muncul memasuki ruangannya.

" Sudah lama menunggu? Ada urusan apa mencari saya?", tanya Arsyad to the point.

Alif menggeleng,"Tidak lama kok, niat saya kesini ingin membicarakan perihal permintaan Prof pada saya." Menjawab canggung.

"Ooh iyya. Jadi bagaimana Lif ? ", tanya Arsyad makin membuat Alif grogi.

Ini merupakan kali ketiga pertemuan resmi mereka yang membicarakan sesuatu diluar hal kuliah. Saat itu Alif menerima permintaan berulang dari Arsyad yang menyuruh memikirkan dulu permintaan perjodohan dengan putrinya. Meski sedikit terpaksa, Alif setuju untuk memikirkan dan memberikan hasil keputusan pada saat thesisnya di ACC penguji dan pembimbing. Dua tahun lamanya Asiyah digantung kesepakatan dua pria yang dicintainya.

Menarik napas dalam lalu membuangnya," Saya masih dengan keputusan yang sama Prof, saya sungguh minta maaf sebesar-besarnya tapi hati saya benar-benar belum siap". Alif tertunduk menyesal tak mampu memandang mata Arsyad.

Wajah Arsyad nampak kecewa. " Ini bukan salah kamu Lif, saya lah yang minta maaf sudah memaksakan kehendak padamu. Aku hanya berada dipihak putriku mencoba menyatukan kalian. Tapi apalah daya, jika kalian jodoh pasti kalian akan dipertemukan lagi dengan cara menabjukkan hingga kau sendiri tak akan percaya." Seru Arsyad yang masih berharap.

"Saya berharap prof dapat menyakinkan Asiyah bahwa ada lelaki lain yang lebih baik dibandingkan saya diluar sana yang sedang berjuang menghalalkannya." Ucap Alif.

Arsyad mengangguk paham. "Itu sudah menjadi tugas saya Lif, tapi untuk mengobati hatinya mungkin saya tak mampu".

"Asiyah adalah wanita kuat dan berpikiran logis. Dia akan mampu melewatinya dan mudah menghadapi situasi sesulit apapun. Bukannya anda lebih mengenalnya." Ujar Alif yakin lalu menyodorkan secarik amplop pada Arsyad. "Ini saya titip surat untuk Asiyah, In Syaa Allah akan menyakinkan Asiyah bahwa saya bukan orang yang ditakdirkan mendampinginya".

Arsyad meraih surat tersebut lalu memasukkan kedalam tasnya.
"Kalau begitu saya pamit Prof," mereka berdua berjabat tangan pamit. " Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh." Seru Alif berjalan melalui pintu.

"Wa alaikum salam wr.wb", jawab Arsyad dengan raut kecewa.

Terhenyak kaget melihat Alif keluar dari ruangan Arsyad. Andra buru-buru menghampiri Alif, penasaran dengan pembicaraan kesepakatan mereka. "Bagaimana ? Jadi kapan aku harus mendampingimu menemui Prof untuk mengkhitbah putrinya ?".

Luapan rasa penasaran Andra membuncah menumpahkan pertanyaan-pertanyaan tertahannya.
Alif tak menghentikan langkahnya, dia terus berjalan tak merespon Andra. Alih-alih didengarkan, Andra mencegat Alif dengan berdiri membentangkan kedua lengan bagai palang portal. Alif mengangkat wajahnya lemas.

"Itu tidak akan terjadi". Ujar Alif lalu menghalau lengan kiri Andra meloloskan diri.

"Kamu nolak lagi Lif?". Andra tak pantang nyerah dia kembali pada posisi semula.

"Aku ingin pulang". Seru Alif kesal.

"Ini sudah mau pulangkan".

"Maksud aku ingin pulang ke Indonesia".

Andra melotot kaget dengan pernyataan tak biasa keluar dari mulut Alif. "SERIUS?", Andra menggelengkan kepala tak percaya. Mengekori Alif dengan mulut yang tak berhenti mengoceh dan mengeluarkan beribu pertanyaan yang tak satupun direspon oleh Alif.

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang