Bahagia itu ? Sederhana !

4.2K 151 16
                                    

Kebahagiaan sejati berkaitan erat dengan
Memupuk rasa puas
Menjauhi rasa dengki
Membangun ketangguhan pikiran dan emosi

5 tahun kemudian...

Alif menggendong bayi dengan senyum merekah. Ia mencium gemas pipi gembul bayi tersebut. Rasanya Alif ingin sekali mengigit pipi imut itu. Senyuman bahagia itu terus melekat dibibir Alif. Kebahagian tergambar jelas dari wajahnya. Anak yang lama dinanti telah berada dalam dekapan hangatnya. 

Sosok wanita lembut menghampiri Alif. Ikut tersenyum sambil menatap bayi kecil di gendongan Alif. Memancarkan binaran mata yang sama dengan mata Alif. Mereka sungguh dilanda kebahagian yang tak terkira. Tapi...

Tak jauh dari jarak mereka. Sasya berdiri terpaku tak mampu bergerak apalagi melangkah mendekati keluarga kecil yang sedang dilanda kebahagian itu. Ia takut merusak suasana. Ia hanya menikmati pemandangan yang entah harus menampilkan ekspresi bagaimana.
Matanya berkaca-kaca. Emosi bercampur aduk. Senang, melihat Alif bahagia. Terharu, keinginan Alif akhirnya terwujud. Sedih, melepas orang yang cintainya bahagia bersama orang lain. Kehilangan, sebuah konsekuensi atas pilihannya melepas Alif.

Mata Alif tertuju padanya. Kontak mata terjalin kuat. Alif menangkap sosok Sasya. "Sya.."

"Sya..SYA..SASYA .." Pekik Icha mengguncang bahu Sasya. Terkejut mendapati Sasya terisak dalam tidur dengan keringat dingin dipelipisnya.

Sasya membuka kelopak mata. Tertegun mengumpulkan kesadaran. Bulir air mata lolos mengalir dipipinya. Ia terduduk mengatur laju napas.

Icha mengusap keringat di pelipis Sasya lalu menepuk punggungnya menenangkan. "Istigfar Sya. Kamu mimpi buruk lagi ?"

Sasya mengangguk tertunduk lemas. Mengucapkan kalimat istigfar berulang-ulang dalam hati. Bayang-bayang itu selalu menghantui lewat mimpi Sasya. Rasanya begitu nyata. 

"Kamu siap-siap gih."

"Iya." Sasya beranjak menuju bathroom. 15 menit kemudian Sasya keluar dengan mengenakan gamis hitam motif tulip pink. "Warna baju kamu kok suram banget Sya." Komentar Icha kurang suka.

"Moodbooster" tanggap Sasya acuh.

"Pake ini biar keliatan fresh." Icha menyodorkan jilbab berwarna pink soft. Tangan Sasya meraih lesu jilbab tersebut. Memakainya serampangan tanpa melihat ke arah cermin. Mood-nya benar-benar buruk akibat serangan mimpi tadi. "Tumben nggak touch up dulu. Poles wajah terus tak lupa aksen penambah warna bibir." Intruksi Icha usil.

"No tabarruj." Cegat Sasya tegas.

Satu alis Icha terangkat heran. "Wiih.. ada kemajuan nih. Alhamdulillah." Ucap Icha penuh syukur. "Karena nggak ada Kak Alif sifat dewasa kamu jadi kambuh. Kalau sama Kak Alif aja sengaja langgar ini itu biar ditegur demi narik perhatiannya. Dasar receh." Ejek Icha makin usil.

Sasya menurunkan bahu lemas. Mendengar nama Alif semangatnya makin drop. "Pasti mimpiin kak Alif lagi kan ? Makanya kalau masih cinta kenapa mesti menjauh ? Toh Kak Alif tidak pernah mempermasalahkan kekuranganmu." Cercah Icha gemas.

"Hayuk ah." Ajak Sasya menarik lengan Icha keluar dari kamar hotel. Ia tak mau menanggapi ataupun melanjutkan ocehan Icha.

Seminggu lamanya Icha dan Sasya kabur keluar negeri, Singapura. Katanya ingin traveling. Tapi itu hanya alasan belaka. Tujuan Sasya sebenarnya adalah untuk cek up sekalian mencoba pengobatan. Itung-itung bisa menenangkan pikiran keruhnya akibat permasalahan rumah tangga yang ia timbulkan sendiri.

Ketika Sasya mulai menjauh. Alif tak pernah membiarkan hal tersebut terjadi. Sebisa Alif adalah mencegah dan memutus jarak dengan Sasya. Ia akan terus mencoba menyakinkan istrinya bahwa keputusan yang dipikirkannya itu bukanlah jalan terbaik. 

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang