Tiga Rasa

1.7K 119 31
                                    

" Cinta dibagi

Rindu disimpan

Sakit hati di ikhlaskan "

Sasya mencurahkan isi hati pada sang Maha Pendengar. Memunajatkan doa lirih dipenghujung malam. Meminta restu atas pilihan yang akan ia tuju. Karena ketika mentari terbit menyapa pagi. Sasya akan mulai melangkah di jalan pilihannya. Menyambut bahagia hari baik. Dimana, esok hari. Ia akan kembali pulang membawa kabar baik.

Keesokan hari. Sasya tiba dirumah saat tengah hari. Dimana semua penghuni rumah tak ada kecuali kakek. Sasya menuju kamar dan istirahat sejenak. Terbaring lelah tapi mata sulit terpejam. Ada sedikit kekacauan dipikiran Sasya. Sepenuhnya ia belum yakin dengan pilihannya semalam. Ia khawatir jika pilihannya salah. Tapi Sasya sudah cukup lelah menanti. Jika tak sekarang, kapan lagi ? Mungkin ini yang terbaik. Mungkin.

Jika saja hatinya tak dikacaukan oleh rasa cemburu pada Asiyah. Dia tak akan mengambil keputusan secepat ini. Sasya hanya tak ingin sakit hati. Jadi ia mengalihkan rasa itu pada Asraf agar ia segera melupakannya.

Sasya percaya bahwa takdir membawanya pada Asraf. Satu-satunya orang yang berani menerobos sekat haram. Ingin menjadikan Sasya sebagai kekasih halal. Meski Asraf tak se-soleh Alif tapi dia sudah berjanji didepan Sasya untuk berubah. Dan ada kesungguhan dimata Asraf. Sasya yakin bisa bersama-sama memperbaiki diri dan membangun ketaatan atas ridho Allah.

Ting ...

Suara notifikasi membuyarkan lamunan Sasya. Ia meraih Smartphone dan membuka chat line.

Ayub : Sya, kamu jangan terima lamaran Asraf. Pokoknya jangan ! aku nggak ikhlas. TIDAK RIDHO.

Sasya mengukir senyum tipis membaca chat Ayub. Belakangan ini dia lupa dengan Ayub. Saking dipusingkannya pada sebuah pilihan sulit. Bukan lupa lagi bahkan Ayub sudah tenggelam di dasar laut. Tapi karena kegigihannya berenang hingga kepermukaan. Ia hadir di chat line mengikis sedikit kekhawatiran Sasya. Setidaknya Ayub bisa membuatnya tersenyum untuk saat ini.

Egois memang jika hanya memikirkan perasaan Sasya saja. Ia lupa akan mengukir kenangan pahit jika ia harus memilih Asraf dibanding diri Ayub yang sudah belain berubah demi Sasya. Bukankah Sasya tak pernah menuntutnya. Ini real keputusan Ayub tanpa paksaan. Tapi tetap saja Sasya diliputi rasa bersalah. Dan sekarang pikiran Sasya makin kacau.

Sasya hanya melamun menatap layar. Tak mengetik satu huruf pun. Hingga chat Ayub kembali muncul.

Ayub : Sya, dia itu memiliki sikap yang buruk. Tidak punya sopan santun

Ayub : Masa dia nunjuk tempat sampah sebagai tempat aku

Ayub : kok cuman di read, bales dong Sya. Meski perintah Allah adalah IQRA "bacalah" bukan "balaslah" tapi aku sungguh butuh balasanmu.

Sasya mengerjapkan mata terhenyak akan suara notif beruntun. Ia baru jelas-jelas membaca chat Ayub.

Sasya : Maaf, aku tidak sedang ingin membahas tentang dia padamu.

Sasya : Sekali lagi aku minta maaf Yub, karena selama ini sudah membuatmu kecewa. Tapi yang aku butuhkan sekarang adalah kepastian. Dan Asraf menawarkan itu.

Sasya mencoba bersikap tegas. Ia tak ingin Ayub masih berharap padanya. Sebaliknya Sasya tak ingin lagi berharap pada Ayub. Cukup yang pasti-pasti saja. Karena yang bikin BETAH akan kalah sama yang bikin SAKINAH.

Sasya segera menonaktifkan smartphone tak ingin gaduh. Sebisanya ia menghindari hal-hal yang dapat membuatnya tambah pusing. Dan obat ampuh Sasya mengatasi kepusingan adalah tidur. Sasya mengatupkan mata, dan kurang dari semenit ia telah tertidur pulas. Karena dibalik berpikir keras ada hati yang perlu istirahat.

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang