Penolakan

2.1K 128 21
                                    

"Dan sungguh aku mencintainya karnaMu
Tetapi dia tak tahu perasaanku
Aku mohon beritahu kepadanya Ya Allah
Karena aku tidak tahu cara mendekatinya kecuali mendekat kepada RabbNya"
~Panji Ramdana~

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Raniah. Ia mengecilkan volume suara Tv. Memastikan daya tangkap indra pendegarnya.

"Assalamu alaikum." Dibalik pintu Sasya mengucapkan salam dan terus mengetuk.

Raniah beranjak dengan langkah seribu. Ia membuka pintu lalu membulatkan mata terkejut. "Waah.. Sasya. Omagaiit !" Seru Raniah menghamburkan pelukan riang.

"Assalamu alaikum." Ulang Sasya menuntut jawaban salam.

Raniah melepas pelukan," wa alaikum sayang."jawabnya iseng.

Sasya melototkan mata geram." Iya iya wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Ulang Raniah dengan salam super lengkap.

"Mau dong dipeluk." Pinta Musa sambil merentangkan tangan.

Raniah mengendikkan bahu."idiiuuh... Bukan mahram." Ujarnya memutar bola mata ogah. Saat itu juga Mata Raniah menangkap sosok rupawan tampan tampak beriman. "Kak Alif ?" Tanya memastikan. Alif merespon dengan anggukan kepala sambil tersenyum tipis. Raniah tertarik magnet aura Alif. Khilaf melangkah menyisihkan jarak. "MasyaAllah, mukanya kak Alif semilir angin sorga bangeet."

Sasya geleng-geleng kepala lalu melangkah masuk ke rumah tanpa dipersilahkan. Bulu kuduk Musa merinding, ia mendengus sebal. "Mata ..mata.. tuh mata jagaiin weeh." Musa bergerak lalu berdiri ditengah-tengah memblokade pandangan Raniah. Alif tersenyum geli sambil mundur selangkah akan pergerakan mendadak Musa.

"Astagfirullah.. Sorry khilaf. Jiwaku renta akan yang bening-bening sih." Kilah Raniah menunduk.

"Nah kan, giliran aku yang ada di hadapanmu malah nunduk."

Raniah menatap kebawah menggerak-gerakkan kaki kanan seakan menulis sesuatu dilantai. "Kamu mah kagak ada enaknya dipandang, BUTEK, ITEM, DEKIL lagi." Ujar Raniah mengangkat bahu seolah geli. Raniah memancing emosi Musa. Ia sangat suka melihat sepupunya marah, apalagi cemberut.

Mulut Musa terbuka lebar. Wajahnya merah membar. "Waah.. menghina."

Sasya muncul menyembulkan kepala dibalik pintu. Ia melambaikan tangan memanggil Alif. Mata Alif mengerjap. Kemudian melangkah menghampiri Sasya. "Hah ?." Alif mengerutkan dahi.

"Nggak usah dengerin mereka debat. Bisa sampe subuh loh. Yuk masuk !" Ajak Sasya lalu terkekeh kecil melirik kedua adiknya yang masih dalam perdebatan sengit. "Biarin aja mereka, entar juga capek." Lanjut Sasya geli lalu berbalik masuk. Alif nurut mengikuti langkah Sasya. Ia menunduk canggung mengingat hal ini kali pertama ia menginjak rumah Raniah.

Tiba diruang keluarga, Alif disambut hangat oleh Rusli dan Dista. Alif mencium punggung tangan Rusli dan melemparkan senyum ramah pada Dista.

"Lama tak berjumpa Lif." Sapa Dista dengan sinyum simpul. Terakhir kali mereka bertemu saat Alif menginjak tahun terakhir SMA. Waktu itu Dista sekeluarga datang berkunjung ke kediaman Syarif. "Kamu tambah ganteng saja Lif." Lanjut Dista memuji.

"Duduk Lif." Seru Rusli mempersilahkan.

"Iya om."

"Sasya tinggal ke kamar dulu om tante." Sasya menuju kamar Raniah.

Tak lama Raniah menyusul Sasya. Ia duduk ditepi ranjang memperhatikan Sasya yang sedang khusyuk melamun. "Pasti ada yang nggak beres. Kalian kesini bukan dalam rangka liburan kan ?."

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang