Sang Imam

3.3K 147 23
                                    

"Ada begitu banyak cara Allah untuk mempertemukan
Terlihat rumit padahal sederhana
Terlihat jauh padahal dekat
Terlihat orang lain padahal itu kamu
IYA KAMU"

Inilah esok yang dinanti. Inilah hari yang ditunggu. Dan inilah waktu yang paling diharapkan. Harapan dan keinginan Sasya terwujud. Dimana ia telah resmi dipersunting. Seiring detik berjalan. Sang Imam semakin mendekat menuju padanya.

Berada dilantai atas kamar yang terhempar luas tanpa pintu apalagi sekat. Sastu-satunya pintu hanya sebagai sekat penghubung kamar dengan balkon. Terduduk gugup di kursi tepat depan meja rias kamar. Pikiran Sasya hanya tertuju pada satu sosok. Sosok yang sudah ia kenali saat mendengarnya melafalkan surah Ar-Rahman.

Kedua tangan Sasya saling tertaut dalam gengaman. Kegugupannya tak dapat ia kontrol. Keringat dingan membasahi telapak tangan dan pelipisnya. Suara derap langkah makin terdengar mendekat. Sasya duduk tegang memunggungi. Matanya terkatup rapat. Jantungnya berdegub kencang. Napasnya sedikit tertahan.

"Sasya" suara itu membuat Sasya menghembuskan napas lega. Raniah menepuk bahu Sasya. Hingga membuat mata Sasya terbuka. Ia melihat pantulan Raniah di cermin. Tapi, tidak sendirian. Ia bersama mempelai pria. Pria teduh dibalut stelan dan kopiah serba putih. Senada dengan gaun yang dikenakan Sasya.

"Aku kasih kalian waktu dua puluh menit. Setelah itu aku akan kembali memanggil kalian." Jelas Raniah memberi privasi. Ia berlalu pergi dengan senyum geli menjadi saksi kecanggungan pengantin baru. Sungguh gemas dengan keduanya.

Tatapan mereka bertemu dipantulan cermin. Sasya membeku. "Sya." Panggilan tersebut membuat Sasya tersadar. Ia segera beranjak dari duduk lalu berbalik tertunduk dihadapannya.

"Iya Kak," jawab Sasya lirih. Ia mendelik sambil mengerjapkan mata. Mengingat akan suatu hal yang perlu ia lakukan. Dengan canggung ia meraih tangan sang imam lalu mencium punggung tangan kanannya.

Sang imam mengukir senyum tipis. "Kamu yakin tidak salah orang ?" tanyanya menaikkan satu alis.

Sasya menengadahkan wajah menatap mata suaminya lekat sambil menggelengkan kepala pelan. "Tidak. Aku yakin Kak Alif orangnya. Bagaimana bisa aku tak mengenali suara kak Alif. Aku bukan adik durhaka yang tak mengenali suara kakaknya." ungkap Sasya lalu terkekeh kecil mencairkan kecanggungan.

"Sasya is back" seru Alif membelai ubun-ubun Sasya. Kontak fisik pertama Alif. Seketika pipi Sasya bersemu merah. Alif dibuat gemas. Ia menarik ujung bibir lalu berkata,"Wudhu gih, kita shalat sunnah dua rakaat."

Sasya mengangguk. Keduanya bergantian mengambil wudhu. Alif menggelar Sajadah dikamar Sasya. Diikuti Sasya dibelakangnya. Mereka menunaikan dua rakaat shalat sunnah setelah akad. Niat shalat terukir dihati keduanya, kini mereka mengerjkan shalat hanya berdua. Sebuah shalat yang menjadi tanda bahwa mereka telah terikat dalam satu ikatan pernikahan suci. Mereka bukan hanya imam dan makmum dalam shalat namun keduanya telah menjadi imam dan makmum dalam satu rumah tangga yang akan mereka bangun pondasinya dengan cinta yang berlandaskan akan kecintaan mereka kepada Allah.

Setelah melaksanakan shalat, Alif membalik tubuhnya saling berhadapan dengan Sasya. Ia meletakkan tangannya di kening Sasya seraya berdoa, "Allahumma Inni Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Aalaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabbaltaha Alaihi," doa Alif lirih dan diamini oleh Sasya dalam hati.

Dengan tangan bergetar Sasya meraih dan mencium punggung tangan Alif sebagai tanda bahwa ia akan berbakti pada Alif yang kini telah resmi menjadi suaminya.

Alif meraih tangan Sasya. Ia mengenggam kedua tangan Sasya seraya bertanya," apa kamu ridho aku menjadi imammu ?" tatapan sendu Alif membuat pipi Sasya kembali merona. Ia tertunduk malu seraya mengangguk pelan. "Lalu mengapa kamu menolakku waktu itu ?"

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang