Takdir

2.5K 112 2
                                    

"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkan tidak akan pernah menjadi takdirku
Dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku
~ Umar Bin Khattab ~

Sebuah fakta yang mengejutkan telah menyerang Sasya secara bertubi-tubi. Banyak fakta menarik yang baru saja Sasya ketahui dari obrolan panjang semalam. Raniah membeberkan informasi krusial tentang Asraf.

Asraf dimata Sasya bukan lagi Asraf yang dulu dimata orang-orang. Dia kini bertransformasi drastis. Berubah karakter setelah kepergian ayahnya. Berdasarkan cerita Raniah semalam, Asraf mulai berubah ketika Ayahnya meninggal dunia. Dia tak lagi fokus pada kuliahnya. Disibukkan dengan aktivitas sebagai seorang aktivis aktif, aktif berdemo dan aktif sebagai pemberontak kampus maupun pemberontak jalanan. Penampilannya pun urak-urakan. Pada akhirnya memutuskan berhenti kuliah entah karena alasan apa. Alhasil dia stay dikampung halaman melepas status mahasiswa dan memilih menjadi pengangguran lepas.

Sasya memcoba mengorek informasi mengenai pribadi akhlakul kharimahnya. Mencari secercah harapan bahwa Asraf masih memiliki sedikit kebaikan pada dirinya. Namun yang Sasya terima hanyalah gelengan kepala Raniah. Bukankah Sasya sudah menerima bukti nyata semalam. Mengkonsumsi alkohol jelas dilarang agama. Kenapa mesti repot bertanya mengenai akhlaknya. Ingin mencari alasan agar tetap bisa mengaguminya. Sasya sehat ? .

Pria tersebut bertemankan alkohol yang notabennya tidak menyayangi dirinya sendiri, lalu berharap disayangi olehnya?. Dia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang tergolong sebagai perusak diri sendiri. Ditambah dia juga seorang perokok aktif yang sangat dibenci Sasya. Apalagi yang Sasya harapkan.

Asraf yang melekat dibenaknya adalah Asraf 12 tahun yang lalu sehingga dia telah dibutakan oleh imajinasi tak berdasar yang dibawa-bawanya selama ini. Kenyataan pun tak diliriknya. Keadaan Asraf telah menjadi sebuah pukulan telak bagi Sasya.
Beruntunglah Sasya, diperlihatan pada kenyataan. Tak dibutakan lagi. Allah telah membukakan mata dan batinnya. Melepaskan semua perasaan terlarang yang selama ini menguasai hati dan perasaan. Kembali ke fitrahnya. Berhenti memikirkan satu nama, Asraf. Sasya mantap menekan shift delete pada file berjudulkan Asraf Pragusdi Syam. Bye lah.

***

Disisi lain Asraf baru bangun dari tidur panjangnya. Terbangun pada pukul 15.00 sore, tertidur pulas 15 jam lamanya. Menampakkan wajah kusut tak terurus. Merasakan mual. Perutnya terasa berpawai ria dan tak mampu bergerak dengan tubuh lemasnya. Efek kebanyakan minum berakibat buruk pada seluruh tubuhnya. Enak diawal tapi memuakkan pada akhirnya. Dia baru akan menyesali perbuatannya jika sudah merasakan efek minum kebanyakan.

Asraf berdiri lalu menuju toilet memuntahkan semua isi perutnya. Itu sungguh memuakkan dirinya.
" Baru sadar kamu" Egi berjalan melalui toilet masuk ke kamarnya.

Disusul Asraf dengan langkah lemas. "Berapa jam bro ? " tanya Asraf memastikan. " 15 jam kunyuk" Egi menimpali.

Asraf mendegus kesal, " Aah ... belum melampaui rekor ku, rekor terlamaku adalah 20 jam. Aku harap bisa mencapai 24 jam tapi akan lebih bagus lagi jika tidak terbangun untuk selamanya, baru keren" .

"Dari pada kamu memikirkan rekor yang tak penting itu, mending kamu introspeksi diri dulu. Ingat-ingat kembali kelakuan gesrekmu 15 jam yang lalu." Ungkap Egi menyadarkan Asraf.

Mengerutkan dahinya, Asraf melesat menerobos ingatan 15 jam lalunya. Duduk termenung di single sofa sudut kamar Egi. Perlahan kepingan-kepingan scene terlintas muncul berurutan mempertontonkan adengan malam itu. Sesekali tergiang di telinga Asraf. " Aku menyukaimu " yang terdengar jelas bahwa itu adalah suaranya. Terputar berulang mengalun di rongga telinganya.

Seketika Asraf meremas dan menarik rambutnya frustasi mengingat setiap kejadian semalam. Apalah daya nasi sudah menjadi bubur. Meloloskan napas sesak tertahan.

"Setidaknya kami seri 1:1 , impaskan ? SELESAI PERKARA". Berdiri menepuk tangan merayakan sembari berlalu meninggalkan Egi.

"Sepertinya dia belum sadar betul" Egi mendegus kesal.

Menyesal ? Tak ada dalam kamus Asraf. Peduli kunti dia dengan semuanya. Dia termasuk orang yang malas memikirkan hal berat. Dianggapnya angin lalu saja. Setidaknya dia sudah mendapatkan kepastian dari diamnya Sasya. Enough. Masih banyak wanita lain diluar sana yang tidak se PHP Sasya pikirnya.

***

Membalik helai demi helai lembaran buku diatas meja belajarnya. Sejak sejam lalu waktunya tersita pada buku best seller A Tale of Two Cities. Novel yang bersetting di London dan Paris sebelum dan selama Revolusi Perancis itu dikarang oleh Charles Dickens. Novel itu menggambarkan keadaan buruk petani Perancis dalam tahun-tahun sebelum revolusi, kebrutalan yang ditunjukkan kaum revolusi terhadap aristokrat pada awal revolusi, dan paralel dengan kehidupan sosial di London pada periode yang sama. Berat bacaannya.Buku terjemaahan yang baru saja dipinjamnya diperpustakaan kampus.

Pria itu kelihatan serius. Hingga kemunculan Andra tak disadarinya. "Alif" panggil Andra.

Alif mengangkat tangan kiri merespon panggilan Andra tanpa berbalik memunggungi Andra." Liburan ini kamu ada rencana balik nggk ? " tanya Andra melanjutkan ucapannya.

Gelengan kepala Alif menjawab pertanyaan Andra. " Kamu kok nggk pernah balik ? Setahuku yah, semenjak kamu datang kesini, sekalipun kamu tak pernah balik." Andra mulai menghitung dengan jarinya," 6 tahun loh lif, betah banget kamu di negeri orang. Kamu uda ngalahin bang toyib nggk pulang-pulang." Seru Andra menggelengkan kepalanya miris.
"Kamu nggk kangen dengan keluargamu disana?" Tanya Andra melanjutkan. Alif menggelengkan kepalanya lagi.

Andra sudah terbiasa menerima respon bahasa tubuh Alif. Alif cenderung makhluk irit kata. Namun satu flatnya Andra memiliki sifat sebaliknya. Boros kata. Cerewet tiada tara. Dua tahun ini mereka hidup saling melengkapi. Berada satu flat dengan Alif, Andra sudah sangat mengerti Alif. Makhluk tertutup yang mencoba Andra terobos.

Pertanyaan terakhir Andra berhasil membuat pikiran Alif mengapung yang sejak tadi tenggelam dalam cerita buku yang dibacanya. Alif beralih fokus menatap jauh dari balik jendela flat kamarnya. Terlintas keluarga yang sudah lama ditinggalnya. Baru kali ini Alif memikirkannya. Selama ini dia menyibukkan dirinya tak memikirkan hal lain selain fokus pada studinya.

" Aku harap anda tak perlu sering-sering menghubungiku. Insyaallah aku akan baik-baik saja disini. Masalah biaya anda juga tak perlu khawatir, aku bisa menanganinya. Kali ini biarkan aku sendiri yang mengurusnya. Semoga anda bisa mengerti dan maaf jika aku tak sempat mengabari karena takutnya akan mengganggu studiku. Terima kasih untuk bantuannya selama ini. Tapi kurasa sudah cukup sampai disini." Seru Alif dibalik handphone. Pembicaraan dengan sosok pria yang dianggapnya sebagai Ayah terus berputar dimemori ingatan Alif. Sebuah pukulan kalimat berhasil menghantam pria tersebut dan tak sanggup menolak permintaan anak lelakinya. Apa anak menuju dewasa akan berprilaku seperti itu pada Ayahnya kelak.

"Alif.." Andra membuyarkan lamunannya." Kamu kenapa nggk mau balik ?" Ujar Andra penasaran, " pasti ada alasan kamu tak ingin balik, kan Alif ?."

"Mungkin nanti jika studiku sudah selesai", jawab Alif berlalu meninggalkan Andra ke toilet.

Alif memang memiliki banyak alasan tak ingin kembali. Dia lebih merasa nyaman sendiri dinegeri orang tanpa tak ada yang harus direpotkannya.

***

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang