Lalai Tak Khilaf

2.1K 105 0
                                    

"Cinta itu buta
Buta hati, buta mata, buta pikiran, buta logika
Semua inra dituntut buta
Dibutakan oleh bujuk rayuan syaitan
Dibutakan oleh cinta yang dikuasai oleh nafsu belaka"

Sasya benci. Benci dengan dirinya sendiri. Hari ini dia merasa kalah. Sungguh kalah dengan keputusannya sendiri. Dia ingin menjauh namun Sasya merasa bimbang. Dia sudah berhasil tak mengingatnya, namun saat melihat sosok itu kembali seketika rasa rindu merasuk jiwa.

Salahkah Sasya ?

Langkahnya pergi, dengan cara kekanak-kanakan seperti ini ?
Namun tak ada yang tahu dan mengerti dengan perasaannya. Ini adalah hal yang paling menyiksa. Munafik rasanya jika dia harus betul-betul melupakan. Tak mudah. Tak semudah Sasya bisa mengaguminya.

Menghentikan langkah tepat dikolam air mancur depan bandara Sultan Hasanuddin. Duduk termenung dipinggiran kolam menormalkan perasaan namun pikirannya berbalik mundur menyusuri kenangan masa silam.

Tentang enam tahun yang lalu. Awal hari Sasya yang mulai menjadi kelam. Apa yang dia takutkan kini terjadi. Kakak yang baru saja kembali dari mondok pesantren beberapa hari yang lalu memutuskan ingin pergi meninggalkannya lagi. Kakaknya mendapatkan beasiswa kuliah. Bukannya Sasya tak ikut senang, namun kali ini dia tak bisa menerima.

Alif menerima beasiswa tanpa berkonsultasi dahulu dengan keluarga. Bukan hanya itu, dia diberi opsi memilih tempat kuliah yang terbaik di Indonesia dan luar negeri. Tak tangung-tanggung dia memilih luar negeri, pilihannya jatuh pada Internasional Islamic University Malaysia (IIUM). Hebat memang dan tak bisa dipungkiri kampus luar negeri memang yang terbaik. Tapi kenapa dia tak memikirkan Sasya dan keluarganya. Jauh dari keluarga bukannya hal yang paling menyiksa.

Toh kampus di indonesia juga ada yang bermutu dan berkualitas. Sasya tak habis pikir dengan keputusan Alif. Selama ini Alif seakan menjauh. Dia ingin menjauh dari jangkauan keluarganya.

"Tak bisakah kak Alif tetap disini ? " ,Sasya nuntut memelas. Alif menggelengkan kepala. Keluarga mereka duduk bersama diruang makan membicarakan keputusan Alif. Hal ini mendadak bagi keluarganya tapi tidak untuk Alif . Dia sudah lama mempersiapkan kepergiannya, paspor,visa bahkan tiket diam-diam sudah rampung diurusnya.
"Besok Alif sudah akan berangkat ke kuala lumpur". Kalimat Alif berhasil membuat semua orang dimeja makan tersedak. Niat Alif memang akan memberitahu keluarganya satu hari sebelum keberangkatannya. Jika tidak seperti itu dia akan dihalang-halangi. Egois memang tapi Alif tak ingin lama-lama menjadi beban keluarganya. Dia ingin melepas diri pergi sejauh mungkin hingga tak ada satu pun yang dapat menjangkaunya.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya. Meski sudah menjauh dari rumah dan memilih bersekolah 4 tahun di pasentren tapi dia masih saja merasa terbebani jika Syarif ataupun Sasya datang menjenguknya dipondok. Dia merasa tak enak dan merasa membebani mereka. Jadi dia memutuskan untuk menjauh dari jangkauan mereka. Internasional Islamic University Malaysia (IIUM) adalah pilihan tepat sebagai tempat pelariannya saat ini.

Berbeda dengan yang di rasakan Alif, Sasya malah tak rela melepaskan karena dia sudah merasa tergantung dengan kakaknya. Sebelumnya, Alif selalu ada disisi Sasya entah saat dibutuhkan atau sebagai tempat berbagi keluh kesahnya. Sosok kakak yang tak mampu Sasya lepas. Cukup dia sudah merasa kehilangan ketika di tinggal Alif ke pesantren. Dan sekarang malah lebih parah, luar negeri ? Hebat sekali Alif menyiksa Sasya.

Pamit, pergi dan entah apa yang bisa membuatnya kembali. Ingin Sasya menghalangi jalannya. Menyabotase penerbangan misalnya, merobek-robek paspor, visa, tiket dkk, jika memungkinkan Sasya akan melepas satu-persatu rangkaian pesawat yang ditumpanginya. Tapi Sasya tak memiliki keberanian lebih untuk melaksanakan aksi diluar kemampuannya itu.

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang