Sang Rival

2.1K 101 6
                                    

"Aku tak sebaik yang kau ucapkan
Tapi aku juga tidak seburuk
Apa yang terlintas dihatimu"
~Ali Bin Abi Thalib~

Santai menuruni tangga sambil menggaruk-garuk kepala. Rambut Sasya cak-acak amburadul kek abis dicakar dan di patuk bangau yang nyari kutu. Jilbabnya dihempaskan kelantai pada saat bangun. Melangkah gontai. Merenggakan tangan. Merefresh tubuh kaku. Menguap lebar padahal baru sadar dari tidur panjangnya. Langkahnya terhenti saat Alif menangkap sosoknya. Terbujur kaku ditempat. Sama-sama menerima serangan keterkejutan berkekuatan skala lichter. Sungguh view yang memalukan. Alif disuguhkan pemandangan tarzan belantara yang baru keluar dari hutan.

Tik tok tik tok . . .

5 detik siaran langsung.

Mereka secara bersamaan berbalik saling membelakangi. Sasya mencaci maki diri, sedang Alif mengucap khusyuk istigfar. Tak tahan dengan suasana awkward. Sasya berlari menaiki tangga. Berhenti didepan cermin mengecek seberapa hancur dirinya. Alhasil terpampang nyata pemandangan diri mengalahkan sosok emak lampir.

"Apa-apaan ini? Apa kau betul-betul wujud manusia," Sasya berbicara pada pantulan dirinya. "MasyaAllah iler dimana-mana, rambut paraah." Sasya menjerit dalam hati sambil menarik rambut frustasi. Sejak kapan Sasya memedulikan penampilan. Toh dia masuk kategori egepean ama penampilan. Kita simpulkan saja, mungkin sejak Alif sudah nampak seperti pria dimatanya. Jadi selama ini Sasya nganggap Alif sebagai mehong gitu. Its totally wrong. Saat ini dia belum menemukan alasannya. Tapi yang pasti kini dia mulai peduli.

Kini Sasya kembali lalai. Lalai menjaga diri dari pandangan. Salahkan dirinya yang belum terbiasa memakai hijab didalam rumah. Salahkan Sasya yang menderita demensia dini. Lupa kalau dirumahnya saat ini terdapat salah satu penghuni yang tak termasuk kategori mahram. Akibat terlalu mendalami peran sebagai saudara kandung. Sasya benar-benar lupa akan hubungan yang sesungguhnya dengan Alif. Nggk apa-apa kali yah toh kita berdua emang saudara dan dibesarkan bersama meski nggk lahir dirahim yang sama. Sasya membatin menyakinkan diri. Bingung, bagaimana memperlakukan Alif. Memperlakukannya sama dengan Musa atau memperlakukannya seperti laki-laki bukan mahram pada umumnya. Tapi kita kan saudara. Saudara tak sedarah. Tertunduk memelas kehilangan semangat. Apa yang harus ku lakukan ?.

Diner keluarga paket komplit. Akhirnya mereka mengukir momen makan bersama. Dapat dilihat betapa girangnya Musa setalah sekian lama menanti moment malam ini. Melekatkan senyum bahagia. Syarif dan Sabilah ikut senang. Granpa tak begitu terpengaruh, beliau khusuk dengan santapan dipiringnya. Sedang dua insan yang baru saja mendapat insiden tak terduga tertunduk shy shy cat berasa lagi sujud diatas piring masing-masing. Menghindari kontak mata.

"Sya ... Kok pipinya kek kepiting rebus gitu." Musa menggoda Sasya yang tanpa sepengetahuan mereka menjadi saksi insiden tarzan lepas.

Menangkup kedua pipinya yang terasa panas. Sasya mengangkat wajah menyoroti Musa dengan tatapan tajam.

"Emang ada yang pedees yah ? mama nggk buat sambel kok." Sabilah ikut bergurau yang sudah tahu kejadiannya dari si ember Musa.

Feeling Sasya mulai tak enak. Sepertiya Sabilah dan Musa berkomplotan menyudutkan Sasya. Sungguh perpaduan sempurna. Habislah kau malam ini Sasya. "Sambel nggk ada sih, tapi kalimat kalian itu berasa melebihi pedeesnya cabe-cabean."

"Kenapa kalian jadi saltingan (salah tingkahan) sih ?. Sabilah mulai transparan. Menatap bergantian Alif dan Sasya.

"Nggk ma, itu perasaan mama aja." Alif mengelak tenang. Sasya menghindari berbagai kontak mata. Bertingkah polos tak mau tahu apa yang sedang dibicarakan. Sibuk menyuapi makanannya.

"Kalian itu saudara, jadi ngapain pake malu-malu. Bertingkah kayak nggk saling kenal aja." Sabilah menunjuk Sasya," ini lagi anak satu reaksinya berlebihan banget. Nggk biasanya kamu jaim-jaim kek gitu." Sasya tak merespon. Dia hanya mendengarkan perkataan mamanya. Sudah menjadi hal tabu dalam menghadapi Sabilah.

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang