Melihat Sabilah dan Syarif yang sudah tenang dan tak ada kesibukan. Asraf segera melancarkan aksi. Selagi Sasya kehilangan fokus padanya. "Om tante. " panggil Asraf menarik perhatian mereka.
"Jika om tak keberatan, aku ingin melamar Sasya." Kata Asraf spontan dengan mimik wajah super serius.
Sabilah membulatkan mata. Syarif menghela napas lalu menyilangkan tangan, sudah menduga. Ayub tersedak ati sapi. Roh Sasya sudah meninggalkan raga. Blank di tempat, kekhawatirannya menjadi nyata.
Ayub segera menyambar segelas air. Bukan untuk menyiram wajah tampan Asraf kek adengan klasik saat emak-emak nentang hubungan anaknya. Ayub tak seantagonis itu. Yang ia lakukan hanya ingin meloloskan ati sapi dari kerongkongannya yang nyangkut akibat denger kabar buruk. Ia meneguk kasar air putih lalu menelan cepat.
Ketika merasa enakan, ia lantas melabrak meja makan. "kamu gila ? lamar anak orang ditempat makan." Seru Ayub emosi lantas beranjak mengacak pinggang. "Gak malu apa didenger orang lain ? lamar tuh ditempat tenang dan sepi." Seketika semua mata tertuju pada Ayub. Semua orang yang semeja dengan Ayub kompak merasa malu. Terutama Sasya yang telah mendengar bisik-bisikan tetangga yang mencecar dirinya.
"cewek itu yang dilamar," bisik kanjeng-kanjeng sosialita disamping meja makan mereka.
"Sepertinya anak muda itu nggak setuju jeng," balas kawanan sosialita seolah berbisik padahal suara mereka bagai toak lagi demo menolak naiknya harga pensil alis.
Sasya menarik ujung jaket Ayub sehingga membuatnya menoleh," Kamu yang mestinya malu didenger orang lain. Liat semuanya pada merhatiin kamu." Ayub mengedarkan pandangan menyapu ruangan yang nampak menyorotinya. Ia benar-benar tak sadar telah mempermalukan diri. Otomatis Ayub menunduk seraya membenamkan wajah malu-malu kucing. Kemudian duduk manis dengan mulut terbungkam rapat.
"Nanti kita lanjutkan pembahasan ini ditempat tenang dan sepi sesuai usulan Ayub." Ucap Syarif melirik sinis pada Ayub lalu beranjak menuju kasir. Asraf bergerak cepat mengikuti Syarif. Melangkah seribu mendahului Syarif tiba didepan kasir. "Berapa Mas ?," Tanya Asraf mengeluarkan dompet dari saku belakang.
Syarif terpaku ditempat. "Biar saya yang traktir om." Syarif lantas mengangguk lalu menoleh memanggil Sabilah dan Sasya untuk pulang.
Ayub telah membara berapi-api disana. Emosi tercampur aduk. Kesal, marah,cemburu dan tentunya merasa kalah. Ayub beranjak sambil menghentakkan kaki kesal. Tak ada yang peduli padanya. Buktinya tak satupun yang memanggilnya untuk pulang, bahkan Sasya sekalipun. Mereka cukup malu berinteraksi dengan Ayub atas kejadian beberapa menit yang lalu. Lihat saja, masih ada tatapan menindas bahkan lirikan cantik jeng-jeng geng sosialita yang setia memperhatikan gerak-gerik Ayub. Ia lantas menunduk lalu mengangkat kerah jaket denim menutupi sisi wajahnya kek tersangka yang kabur karena malu ketahuan atas tindakan maling teriak maling. Ayub lantas lari marathon keluar dari tempat makan.
"Kamu kok lama banget Yub nongolnya." Gerutu Sabilah sebal.
Mata Ayub berkristal," kalian masih nungguin aku toh, kiraiin uda ditinggal." Kata Ayub mendramatis keadaan.
"yaudah yuk pulang." Ajak Syarif mengejar waktu takut kemalaman
Sampai di Bulukumba.Sasya dan Sabilah masuk kedalam mobil. Tak lama kaca jendela turun menampakkan lambaian tangan perpisahan Sasya pada Ayub dan Asraf yang dibalas keduanya dengan senyuman. Syarif yang masih berdiri diluar mobil, menyentuh bahu Asraf dan berkata," Kamu kasih kesempatan dulu buat Sasya mikir. Nanti kalau Sasya udah mutusin, kita akan bahas kelanjutannya dirumah. Om tunggu kamu." Asraf merespon dengan anggukan. Ia kemudian meraih tangan Syarif sambil menempelkan di dahinya. "Hati-hati om."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomorrow With My Imam
Spiritual[ON PRIVATE- Beberapa akhir chapter] Kisah cewek labil yang memutuskan buat nggk pacaran lagi. Alasanya takut nambah-nambahin beban dosa. Padahal dirinya termasuk tipikal cewek mudah jatuh hati tapi susah move on dari mantan satu-satunya.Alhasil dia...