1. Strike that girl

49.3K 2.1K 49
                                    

Chapter 1

Aric berjalanan menuruni anak tangga rumahnya, dengan kemeja yang belum dikancingkan, dan juga dasi yang ia ikat asal di lehernya. Aric telat. Ya, itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan lelaki bernama lengkap Alaric Abian Wijaya di pagi hari ini.

Milan, sang Ibu yang melihat kelakuan anak sulungnya itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil menyerahkan susu coklat pada anak sulungnya itu.

"Makasih Bu." Ucap Aric mencium pipi kanan dan kiri sang Ibu, sambil menerima uluran susu coklat dari sang Ibu, lalu meminumnya.

"Kak, ayo berangkat sekarang. Gue lupa sekarang ada ulangan Sejarah." Ucap Aric pada Alger—adik lelakinya. Ia dan sang adik yang di panggil 'Kakak' olehnya itu bersekolah di satu sekolah yang sama. Tentu, Alger bersekolah disekolahnya bukan karena ingin bersamanya. Tapi karena paksaan dari kedua orangtuanya. Entahlah apa motivasi Ibu dan Ayahnya menyekolahkan mereka di sekolah yang sama, karena justru ini hanya merepotkan bagi Aric.

"Bentar." Jawab Alger singkat sambil lanjut memakan nasi goreng yang bahkan baru lelaki itu makan beberapa suapan saja.

Aric menghembuskan nafasnya dalam-dalam, lalu berjalan mendekati Alger, dan berbisik di telinga adiknya itu. "Gue belum bikin contekan." Bisikan Aric membuat Alger menatap Abangnya dengan tatapan tidak peduli. Dan kembali melanjutkan makanannya.

"Kenapa sih Bang, bisik-bisik?" tanya Dylan, selaku kepala keluarga disini. Aric menoleh kearah sang Ayah lalu menggeleng sambil menggaruk ujung hidungnya.

"Urusan anak remaja laki-laki." Jawab Aric sambil menyengir—menunjukan deretan gigi putihnya. Dylan hanya geleng-geleng kepala sambil kembali membaca korannya. "Buruan Kak." Ucap Aric lagi pada lelaki bernama lengkap Algeraldi Adiansyah Wijaya itu.

Alger pun pasrah untuk mengikuti keinginan Abangnya, lalu berdiri menyalami kedua orangtuanya dan tidak lupa mengecup kening Abel, adik perempuannya. Aric melakukan hal yang sama, tidak lupa sang Ibu mengomeli cara berpakaian Aric, dan meminta lelaki itu untuk membenarkan penampilannya terlebih dahulu. Terkadang, sang Ibu aneh melihat penampilan Aric yang bahkan tidak pernah terlihat rapih itu. Ibunya pun menjadi heran, apakah tidak ada kebijakan berpakaian rapih di sekolah Aric? Tidak mungkin jika tidak ada! Ia yakin jika kebijakan itu ada disemua sekolah, tetapi mengapa anaknya ini begitu bodo amat terhadap penampilannya? Bahkan rambutnya masih basah, dan tidak disisir sama sekali. Bagaimana mau ada yang suka jika soal penampilan pun lelaki itu sangat cuek?

"Kamu tuh kapan sih bisa rapih? Tuh bajunya masukin dulu. Dasi jangan diiket begitu, kan ada aturan cara pakainya Bang!" Ucap Ibu sambil menunjuk cara berpakaian Aric. "Sabuk sekolahnya mana?" tanya sang Ibu, dan Aric hanya menjawab dengan senyuman.

"Ilangh?" tebak sang Ibu, Aric mengangguk. "Ayah, coba itung! Udah berapa kali Ibu beliin Abang sabuk?" tanya Ibu kepada Ayah. Sang Ayah yang tengah membaca koran, hanya mengangkat bahu lalu mencoba untuk menebak.

"Empat kali?" tebaknya.

"Aduh, ntar lagi deh Bu bahas sabuknya. Abang bener-bener telat ini." Aric mengecup singkat sebelah pipi sang Ibu. "Assalamualaikum." Aric berlari kecil menyusul Alger yang sudah terlebih dahulu keluar menuju garasi mobil.

"Kak, lo yang nyetir ya." Ucap Aric saat ia melihat Alger sudah memanaskan mobil milik Aric di depan halaman rumahnya.

"Nggak, males."

"Ayo dong Kak. Gue mau belajar dulu ini." Ucap Aric sambil masuk ke kursi penumpang yang berada di samping bangku kemudi.

"Katanya mau nyontek?" tanya Alger sambil menaikan sebelah alisnya.

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang