12. Yes, she say yes!

13.6K 1.3K 36
                                    

Chapter 12

Aric menutup pintu mobilnya dengan hati gembira dan senyuman yang tidak bisa lepas dari bibir ranumnya. Sepertinya, tidak usah di jelaskan pun kalian sudah bisa mengira apa jawaban yang Luna berikan pada Aric.

Yes, she say yes!

Aric membuka pintu rumahnya, dengan semangat dan hati yang berbunga-bunga. "Assalamualaikum!" teriaknya lantang memenuhi seluruh penjuru ruangan. Setelah mendengar jawaban salam dari dalam, Aric membuka sepatunya dan langsung berjalan masuk dengan badan yang lelaki itu busungkan. Gaya orang sombong ceritanya.

"Kenapa Bang?" tanya sang Ibu yang kini tengah menatap anak pertamanya penuh tanya. "Senyum-senyum gitu?"

"Lagi seneng." Jawabnya begitu jujur sambil duduk di samping sang Ibu, lalu merebahkan kepalanya di bahu Ibu tiga anak itu. Melihat itu, sang Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mengusap pelan kepala Aric yang berada di atas bahunya.

"Seneng kenapa? Dapet nilai seratus?" tanya Ibu disertai kekehan. Tidak mungkin anak pertamanya akan sesenang ini hanya karena mendapat nilai seratus. Nah, jika Alger yang senang karena mendapat nilai seratus, ia paham. Karena bagi anak keduanya itu, nilai itu berarti menentukan hasil kerjanya selama ini. Ya, Alger itu berprinsip banget anaknya.

"Bukann."

"Terus kenapa?"

"Ibu kepo deh."

"Eh— Apa apaan itu kamu nyender nyender segala. Itu punya Ayah!" Muncul sang Ayah dari arah kamar utama, dan langsung menjauhkan Aric dari senderan sang istri. Aric membulatkan matanya, ternyata Ayahnya sudah pulang.

"Loh? Ayah kok udah pulang?" tanya Aric sambil pindah ke sofa di sampingnya. Karna kini, sang Ayah lah yang sudah duduk diantara keduanya.

"Kenapa? Kamu nggak seneng Ayah pulang?" tanya sang Ayah dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Bu-bukan." Aric menggaruk tekuknya. Jika Ayahnya sudah pulang, itu berarti ia akan kembali satu mobil dengan Alger. Lalu, bagaimana dengan Luna? Ah, ia tidak mau ada Alger ditengah-tengah ia dan juga Luna. Apalagi kini Luna sudah sah menjadi kekasihnya. Huh, jangan sampai anak menyebalkan itu menganggunya dan juga mengganggu Luna. Tidak, itu semua tidak akan Aric biarkan.

"Ayah, beliin si Kakak mobil dong." Ucap Aric tiba-tiba membuat sang Ayah membulatkan matanya.

"Kamu pikir harga mobil itu murah?!"

"Ya beliin aja yang bekas."

"Lah, kok jadi kamu yang ngatur sih Bang? Harusnya Kakak yang minta. Ini malah kamu." Timpal Ibu.

"Ya—kan Aric cuma mengeluarkan isi hati Kakak. Dia tuh mau punya mobil sendiri katanya."

"Kata siapa?" muncul lah orang yang sedang dibicarakan dari balik pintu perpustakaan keluarga dengan wajah datarnya.

Matilah kau Aric.

Aric menggaruk tekuknya. Sudah tertangkap basah seperti ini, ia bisa apa coba? "Emang lo nggak mau punya mobil sendiri?" tanya Aric. Alger malah mengangkat bahunya, lalu membuka kulkas dan mengambil sebuah kaleng softdrink untuk diminumnya.

"Kamu ingin naik mobil sendiri Bang?" tanya Milan yang mengerti dengan keinginan sisulung. Aric mengangguk mantap sambil menatap sang Ibu penuh harap. "Yauda, motor kamu kasihin ke Kakak." Ucapan Ibunya membuat Aric membulatkan matanya. Apa? Motor ninja putih kesayangannya di berikan pada Alger? Tidak-tidak. Ia tidak rela!

"Nah iya, bener tuh. Kamu dari dulu kan banyak maunya, jadi kamu sekarang berbagi sama adik kamu yang bahkan nggak pernah minta apa-apa itu." Ucap Dylan sambil menunjuk Alger yang tengah asik bermain tab di kursi meja makan, sambil sesekali menyeruput minuman kalengnya. Ya, Ayahnya memang benar. Alger itu tidak banyak maunya. Dan Aric sebagai Abangnya lah yang bahkan lebih banyak maunya. Saat SMP pun Alger dibelikan sepeda karena inisiatif orangtuanya. Jika orangtuanya tidak berinisiatif, ya Alger tidak akan meminta sampai kapanpun. Entahlah, entah lelaki itu memang tidak mau merepotkan atau memang tidak mau, Aric tidak mengerti. Yang ia tahu selama ini, Alger itu anak yang begitu penurut. Lelaki itu hidupnya lurus, bahkan bisa di sebut datar. Berbeda dengan Aric yang bahkan penuh dengan lika-liku tajam, turunan, tanjakan, jalanan rusak, banjir, sampai badai pun, ada.

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang