21. No reply

12K 1.1K 163
                                    

Chapter 21

Kegelisahan seketika melingkupi dada Aric. Rasa khawatir, cemas, takut, menyesal, memenuhi rongga dadanya. Luna, gadisnya sudah seharian ini tidak ada kabar sama sekali. Sudah berkali-kali Aric memberikan gadis itu pesan, tetapi tidak ada satu pesan pun yang terbalas. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Sudah berkali-kali pula Aric menghubungi nomernya. Tetapi ponsel Luna tetap tidak aktif juga.

Semalaman ini, Aric terus mondar-mandir di dalam kamarnya sambil berharap agar Luna bisa di hubungi. Tetapi, tetap saja operatorlah yang menjawab telponnya.

"Bang?" suara dari ambang pintu mengalihkan pandangan Aric dari layar ponselnya. Disana, Alger sedang berdiri dengan bertelanjang dada seperti biasa. "Kenapa Bang?" tanya Alger sedikit dengan nada berhati-hati.

Semenjak kemarin Aric menolak bercerita pada Alger, keduanya belum sempat mengobrol lagi. saat bertemu di meja makan saat sarapan pun, Aric tidak berbicara sama sekali, dan itu membuat aura meja makan begitu mencekat. Orangtuanya bahkan sudah saling berpandangan heran, sedangkan Alger yang sudah tahu jika Abangnya tengah dirundung masalah hanya bisa diam memaklumi. Abel pun sama herannya seperti kedua orangtuanya, tetapi gadis itu berusaha tidak peduli walaupun sebenarnya ia pun merasa penasaran apa yang membuat Abangnya itu diam tidak seperti biasanya.

"Apanya?" Aric balik bertanya. "Masuk aja." Ucap Aric membuat Alger menghembuskan nafasnya lega, setidaknya Abangnya itu sudah tidak seemosi kemarin.

"Lo lagi ada masalah?" tanya Alger tanpa basa-basi, saat sudah menduduki dirinya di atas ranjang Aric.

"Tumben nanya?" tanya Aric dengan satu alis terangkat.

"Soalnya lo nggak cerita." Jawaban Alger membuat Aric terkekeh geli.

"Oh jadi kalo gue nggak cerita, lo yang bakal nanya ya?" Alger mengangguk kecil sambil menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. "Ah— kalo gitu gue nggak bakal cerita duluan deh, biar lo tanya."

"Terserah sih."

Aric tertawa kecil lalu ikut mendudukan dirinya di sebelah Alger. "Gue bingung harus mulai dari mana."

"Yauda gausah cerita." Jawaban Alger membuat Aric menganga.

"Kan tadi lo nanya, kok jadi kesannya gue yang nuntut cerita sih?" tanya Aric dengan dahi mengerut. Adiknya ini, menyebalkan sekali!

"Ya tadikan katanya lo bingung. Yaudah gausa cerita dari pada bingung." Aric menggaruk ujung kepalanya.

"Itu tu cuma pendahuluan aja ganteng."

"Oh."

"Jadi mau dengerin nggak?"

"Mau."

"Jadi.... "

Mengalirlah cerita dari mulut Aric, dengan respon Alger yang mengangguk-ngangguk dan berkata Ohgitu.

***

Dua hari berlalu dan Luna masih tidak ada kabar sama sekali. Selama dua hari itu pula Aric selalu mencoba untuk menanyakan Luna pada ketiga temannya, tetapi ketiga temannya itu hanya menjawab bahwa Luna pergi dan mereka pun sama tidak tahunya seperti Aric kemana perginya Luna.

Aric kembali menghubungi ponsel Luna untuk yang ke berpuluh-puluh kalinya. Tetapi sama, hanya operatorlah yang menjawab. Sekarang yang Aric pikirkan adalah, kemana perginya Luna dan mengapa ponsel Luna tidak aktif selama dua hari ini. Apakah luna baik-baik saja, dan apakah gadis itu marah padanya? Aric butuh jawaban atas semua pertanyaannya itu.

Ia tahu, ia sudah sangat menyakiti Luna. Ya, dia menghianati Luna secara tidak langsung. Aric membohongi Luna, dan Aric sudah menyakiti hati gadis itu. Dan jika sekarang Luna marah padanya pun, Aric terima. Ia sangat terima itu semua karena ia memang pantas mendapatkan itu semua dari Luna. Mau Luna memukulnya pun, itu tidak apa-apa asalkan Luna bisa memaafkannya dan memberikan kesempatan kedua untuk Aric.

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang