11. Would you be my girl?

16.8K 1.3K 101
                                    

Chapter 11

"Gue harus gimana Yo, gue bingung."

"Yailah, lo amatir banget deh. Sumpah.." Ucap Rio yang kini tengah selonjoran diatas kasurnya sendiri.

"Iya gue emang nggak ngerti apa-apa soal cinta. Gue tau, gue belum berpengalaman apa-apa soal cewek. Gue tau Yo. Makanya gue nanya sama lo." Ucap Aric yang kini sudah duduk di sofa yang berhadapan dengan kasur di kamar Rio. Ya, setelah Luna turun dari mobilnya, Aric langsung memasukan mobilnya kedalam garasi rumah Rio. Untung saja satpam rumah Rio sudah sangat mengenali mobil Aric, jadi tak perlu bertanya pun satpam dirumah Rio langsung membukakan pagar rumahnya untuk Aric.

"Iya, soalnya yang lo tau Cuma Lisan. Lo ngga tau hal lain selain Lisan." Gumam Rio yang masih bisa didengar jelas oleh Aric. Ya, Rio memang benar. Selama ini yang ada di hati serta pikiran Aric hanyalah seorang Lisan Agatha. Sudah berulang kali sahabatnya menjodohkan serta mengenalkan Aric dengan perempuan lain, tetapi tetap saja nama Lisan tidak bisa terhapus begitu saja dalam hatinya. Dan sampai akhirnya, Luna membawa sedikit perubahan pada hatinya. Ya, hanya Lisan dan Luna lah yang bisa membuat jantungnya berdebar. Aric akui itu walaupun jika bersama Luna, jantungnya tidak seberdebar jika sedang bersama Lisan.

"Jadi, gue harus gimana?" tanya Aric lagi.

"Lo mau nya gimana?" Rio membalikan pertanyaan pada Aric.

Lelaki itu terdiam mencoba mencari tahu apa yang ia inginkan sebenarnya. Aric mencoba memejamkan matanya, untuk mencari jawaban dari ucapan Rio melalui hatinya. "Gue—ingin ngelupain Lisan." Jawab Aric akhirnya setelah lama berfikir.

"Bener??" tanya Rio seperti tidak yakin dengan ucapan Aric.

Aric menelan ludahnya, lalu mengangguk mantap. Ya, ia harus mengambil langkah ini. Ia harus terus berjalan kekehidupan di depannya, bukan menjadi bayang-bayang dari seorang gadis yang bahkan tidak pernah mencintainya.

"ALHAMDULILAH! NUHUN GUSTI NU AGUNG!" teriak Rio sambil menegakan dirinya untuk duduk diatas kasur dengan mengadahkan kedua telapak tangannya keudara—tanda bersyukur. "Akhirnya lo punya niatan begitu setelah sekian lama!" teriak Rio senang. Ya bagaimana ia tidak senang. Selama ia mengenal Aric, kalimat itulah yang selalau Rio tunggu. Ia dan temannya yang lain, ingin sekali Aric melupakan Lisan. Bagaimana tidak, Aric begitu terlihat menderita selama satu tahun belakangan ini, tepatnya semenjak Lisan berpacaran dengan Dimas. Setiap kali lelaki itu melihat Lisan, Aric akan tersenyum senang, tetapi sedetik kemudian lelaki itu akan kembali terlihat murung saat mengingat jika Lisan sudah memiliki pujaan hati. Selalu seperti itu. Semua teman-temannya sudah memberitahunya, bahkan menasehati laki-laki itu untuk segera melupakan Lisan, tetapi usaha mereka selama ini ternyata membawakan hasil. Yap, akhirnya Aric memiliki niatan untuk melupakan Lisan.

"Nah kalo lo udah punya niatan begitu. Itu bagus, lo harus konsisten sama ucapan lo." Ucap Rio semangat. "Tapi, lo harus tanamin dalam diri lo, kalo lo bisa lupain Lisan. Biar kedepannya, lo bener-bener bisa lupain Lisan."

Biar kita selalu bahagia. Kita harus berpikiran positif. Kalau kita udah berfikir positif, gue yakin kedepannya pun bakalan positif. Sebaliknya, kalau pikiran kita udah negatif, semuanya bakalan jadi negatif

Aric tersenyum. Ucapan Rio, sama persis dengan ucapan Luna tadi. Ya, mereka berdua memang benar. Jika ia ingin melupakan sesuatu, ia harus berfikir positif bahwa ia bisa melupakan itu, agar kedepannya ia bisa dengan benar-benar melupakan sesuatu itu.

Sekarang, Aric tahu apa yang harus ia lakukan. Ia bertekad bahwa ia akan melupakan Lisan, dan merajut kisah cintanya yang baru. Dari awal.

"Thanks Yo."

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang