22. Anniversary

13.4K 1.3K 207
                                    

Chapter 22

Sambil merangkul bahu Alger, Aric terus berjalan menelusuri setiap toko aksesoris yang berada di kawasan Mall. Aric yang merangkul memang biasa saja, karena lelaki itu memang sering melakukan hal-hal seperti itu jika pergi dengan sahabat-sahabatnya yang lain. Tetapi Alger. Jangan tanya seberapa risihnya lelaki itu saat ini.

"Bang ah." Alger menggerak-gerakan bahunya agar tangan Aric lepas dari bahunya.

"Apa sih Kak?"

"Awas." Alger mengambil lengan Aric yang berada di atas bahunya. Lalu menghempaskan tangan lelaki itu dengan cepat ke udara. "Kaya homoan aja."

"Emang lo mau homoan sama gue?" Aric menaik turunkan alisnya, membuat Alger memutar bola matanya jengah. "Kak kesitu coba." Aric menarik lengan Alger secara paksa menuju salah satu toko aksesoris perempuan.

"Nggak bakalan ada."

"Ada sih, pasti."

"Bang."

"Hm?"

"Gue laper Bang." Aric langsung menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Alger.

"Kenapa nggak ngomong kambing?"

"Ini ngomong."

"Mau makan apa Kak?" tanya Aric sambil berbalik arah kearah Alger.

"Tapi gue nggak bawa dompet."

"Iya lo nya mau makan apa?"

"Nasi."

"Nasi aja? Nggak pake apa-apa?"

"Pake Ayam." Medengar jawaban Alger Aric tertawa kecil. Ya Tuhan, ia seperti sedang jalan dengan bocah di bawah umur saja ini. Saat biasanya seorang adik pasti menguras uang Kakaknya dengan meminta jajanan yang mahal-mahal, justru Alger malah memilih makanan yang mengenyangkan dan juga murah meriah. Jika tahu jalan dengan Alger akan sehemat ini, mengapa tidak dari dulu saja ia meminta Alger untuk menemaninya jika ia perlu apa-apa dari pada ia harus meminta para sahabat yang selalu menguras dompetnya untuk menemaninya.

"Itu aja?" tanya Aric, Alger mengangguk mantap.

"Emang apa lagi?"

"Mau ngopi nggak?" tawar Aric.

"Ya kalo lo ngasih gratis, kenapa nolak."

"Lo ade siapa sih Kak?"

"Ade lo kan."

"Ohiya."

***

Luna bisa menghela nafasnya lega saat ponselnya kini sudah tersambung dengan chargeran. Setelah memastikan ponselnya sudah benar-benar menyala Luna tercegang saat melihat 10 Misscall dari Meli, dan 163 Misscall yang berasal dari Aric. Tunggu, tunggu. Aric menelponnya sebanyak itu? Sungguh?

Tanpa di sadari sudut bibir Luna terangkat berlawanan arah membentuk sebuah senyuman dibibirnya. Hal sekecil ini jarang Aric lakukan. Jangankan untuk me misscall nya sebanyak ini, untuk mengirimkan pesan atau membalas pesannya pun, Aric jarang.

Dan mata Luna semakin membelalak melihat notifikasi lainnya. Ternyata bukan hanya applikasi teleponnya saja yang penuh oleh misscallan Aric, tetapi applikasi pesan dan yang lainnya pun sama penuhnya oleh nama Aric. Aric menyempamnya dan menayakan keadaannya. How sweet!

"Lun, kita kerumah sakit lagi yuk. Ayah sama Mamah kamu harus ke rumah Om Fikri katanya, jadi sekarang kita disuruh nemenin Nenek." Ucap Tante Tia saat Luna baru saja hendak mencari nomer Aric untuk ia hubungi kembali dan memberitahukan keadaanya.

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang