15. Old friend

13.5K 1.1K 23
                                    

Chapter 15

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi. Setelah Aric membaca pesan-pesan semalam dari Luna, Aric langsung mentancapkan gas mobilnya kerumah Luna. Untuk apa lagi jika bukan untuk meminta maaf?

Ya, Aric akui ia memang salah kali ini. Ia sudah benar-benar mengabaikan ke khawatiran Luna. Harusnya ia sadar, Luna seperti itu tuh karena gadis itu menyayanginya. Dan harusnya Aric senang jika Luna mengkhawatirkannya, bukan malah seperti ini.

Oke, Aric memang orang baru dalam urusan percintaan seperti ini. Jadi, jangan salahkan Aric jika lelaki itu tidak peka. Karna ini adalah hal yang pertama bagi Aric mengurusi dan mengalami hal-hal seperti ini. Jangan salah kan Aric, oke?

Setelah mobil Aric terparkir manis di depan rumah Luna. Lelaki itu langsung keluar dari mobil, dan menekan bell rumah di samping pagar rumah Luna yang memiliki tinggi sedadanya itu. Setelah bell ketiga lelaki itu tekan, pintu utama terbuka dan menunjukan sosok gadis berambut di cepol asal dan juga kaos serta celana anak rumahan. Simple, tetapi tetap terlihat cantik dimata Aric.

Luna yang baru saja selesai mengerjakan soal Ekonomi, langsung bergegas turun dari kamarnya saat mendengar suara bell rumah yang berbunyi. Mungkin itu Mamah nya yang baru saja pulang dari rumah Tante Kinan, pikirnya.

Tetapi dugaannya salah. Di depan pagar rumahnya, berdiri sosok lelaki yang sedang ia hindari hari ini. Aric.

"Lun, bukain dong. Masa aku didiemin disini sih." Ucap Aric dengan nada sedih di buat-buat. Luna mendengus lalu berjalan untuk membukakan pagar rumahnya yang sengaja di gembok jika ia sedang sendiri di dalam rumah. Berjaga-jaga saja. "Ini aku boleh masuk kan?" tanya Aric saat pagar rumah Luna terbuka setengah. Luna hanya mengangguk lalu kembali menutup pagarnya setelah Aric masuk.

Saat di ruang tamu, Luna mengambil posisi duduk yang berjauhan dengan Aric. Apalagi alasannya selain Luna masih kesal dengan kekasihnya yang satu itu.

"Luna, aku minta maaf. Nggak seharusnya tadi aku kayak gitu, aku ngaku aku emang salah banget, aku tau Lun. Tapi, aku bener-bener minta maaf." Ucap Aric sambil menggeserkan tubuhnya lebih dekat pada Luna yang duduk di ujung sofa. "Nggak seharusnya aku ngabaiin ke khawatiran kamu, maafin udah buat kamu nunggu kabar aku. Aku bener-bener nggak tau kamu se khawatir itu Lun. Aku salah banget ini, aku minta maaf. Di maafin kan ya?" Aric menangkupkan telapak tangannya diatas dada.

"Lun, ngomong dong." Ucap Aric sambil mencolek pelan bahu Luna dengan telunjuknya. "Luna, aku bener-bener minta maaf. Aku tau aku salah banget. Banget banget malah ya. Tapi aku janji, mulai sekarang aku bakalan usahain buat ngabarin kamu terus. Insyaallah tapi ya." Kalimat Aric yang terakhir membuat Luna menghela nafasnya.

"Aduh, iya deh janji. Nggak pake Insyaallah." Ucap Aric lagi meralat kata-katanya. "Dimaafin?"

"Iya." Jawab Luna setengah hati. sebenarnya Luna masih kesal pada Aric, tetapi mau bagaimana lagi? Aric sudah mengakui kesalahannya. Dan itu cukup sebagai alasan Luna memaafkannya.

"Tapi beneran dimaafin kan?"

"Hm." Aric tersenyum sambil menujukan deretan gigi bersihnya.

"Aku juga sayang kamu, Luna." Luna menoleh pada Aric. Apa maksud lelaki itu? Perasaan Luna tidak berbicara apa-apa. "Aku ngebales pesan kamu yang kemarin . Aku, juga sayang sama kamu."

***

Setelah menghabiskan segelas susu untuk sarapannya pagi ini, Luna langsung menyalami punggung tangan Fila dan Helen bergantian.

"Hari ini sama Aric?" tanya Fila.

"Nggak Yah."

"Kenapa? Lagi berantem ya? Udah lama Mamah nggak liat si ganteng itu." Timpal Helen membuat Luna memutar bola matanya.

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang