24. Ice Cream

12.8K 1.2K 63
                                    

Chapter 24

"Selamat malam kawan!" teriak Aric saat setelah lelaki itu membuka pintu Apartement Evan.

"Waalaikumsalam." Jawab Evan yang kebetulan tengah berada di pantry—sedang membuatkan mie instant untuk teman-temannya itu.

"Lagi apa Van?" tanya Aric sambil mengambil satu buah anggur didalam mangkuk yang disimpan Evan diatas meja pantry.

"Temen lo pada goblok semua." Jawaban Evan membuat Aric mengernyitkan dahinya. "Masa cuma gegara gue kalah main Uno, gue jadi babu di Apartement gue sendiri?" lanjutan Evan membuat Aric mengangguk paham sambil tertawa kecil. Begitulah kosekuensinya jika mereka bermain game. Pasti yang kalah harus menerima hukuman atau yang menang mendapatkan hadiah. Ya begitulah, beda tempat beda hukuman. Tergantung situasi dan juga kondisi.

"Lo kayak anak SD aja dah, maen Uno ampe kalah gitu."

"Gue nggak kalah Ric, cuma temen lo aja sableng semua. Licik mainnya, ngga fair."

"Hem?" Aric memicingkan matanya tidak percaya. Ia tahu sekali, Evan ini memang paling lemah dalam permain kartu-kartuan. Mau itu remi, gapleh, Uno, atau kartu jenis apapun, Evan pasti sering kalah.

Evan menghembuskan nafasnya berat. "Udah sana lo masuk. Tampol pake ni panci tau rasa jadi jelek itu benget." Aric tertawa sambil kembali memakan anggur diatas meja.

"Oke-oke gue masuk." Ucap Aric disela-sela tawanya. "Ohiya lupa." Aric menghentikan langkahnya menuju ruang tengah dan kembali menatap Evan yang masih bergelut dengan panci di depannya.

"Apa lagi sih?" tanya Evan galak.

"Tambahan mie instant nya satu lagi ya Mas Evan."

"Aric goblok." Aric tertawa sambil berlari kecil menuju ruang tengah dimana temannya yang lain sedang berkumpul. Dan benar saja, saat Aric datang keruang tengah teman-temannya itu sedang menonton sambil merokok—menunggu mie instant buatan Evan jadi.

"Sialan lo semua, sama tuan rumah begitu amat." Ucap Aric sambil mengambil duduk di tengah-tengah Zelvin dan Alden yang tengah merokok.

"Manfaatin selagi bisa." Ucap Zelvin sambil menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya. "Eh Yo, kemarin gue ketemu nyokap lo masa."

Rio yang tengah mengetikan sesuatu di ponselnya menoleh pada Zelvin sambil mengernyitkan dahinya. "Nyokap gue? Mamah Ida?" tanyanya, Zelvin mengangguk.

"Yes, mother Ida and her's friend."

"Nyokap gue lagi ngapain coba? Dimana emang?"

"Kaga tau, lo anaknya kok nanya nya sama gue?" Rio melemparkan bantal sofa tepat kewajah Zelvin.

"Sinting lo." Rio mengumpat. "Eh Ric, kejutan buat Luna gimana? Kita harus ngapain jadinya?"

"Nggak usah, lagian Anniv nya udah kelewat juga."

"Kelewat?" tanya Zelvin Aric mengangguk. "Terus lo nggak ngapa-ngapain?"

"Ngapa-ngapain gimana?"

"Give something? Or—do something special gitu misalnya?"

Aric menggeleng sambil berkata. "I give my heart." Dan jawaban Aric langsung membuat Zelvin dan Rio sama-sama berlaga memuntahkan isi perutnya.

"Kresek mana kresek?" ucap Zelvin sambil berlaga sibuk mencari kantung plastik.

"Gue bunuh dia—boleh? Dusta banget soalnya." Rio bertanya pada Zelvin dan langsung diberi anggukan mantap oleh lelaki itu.

"Sangat di perbolehkan. Perkosa dulu aja sekalian ya." Dan tingkah kedua sahabatnya itu membuat Aric tertawa kencang sambil memegang perutnya.

Seeking for Something [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang