~Eighteen~

1.5K 98 7
                                    

Langit sudah menggelap, bulan sabit juga sudah menggantung di sana. Taufan masih berada di taman depan gedung asrama. Ia sedang menulis sesuatu untuk berita mading sekolah.

"Ughh... kenapa tidak selesai-selesai ya?" Kata Taufan.

Ia merutuki anggota OSIS yang memberikannya tugas seperti ini, dan terlebih lagi kenapa ia menerimanya?. Sudahlah terima saja, nasi telah menjadi bubur.

"Seharusnya ini bukan tugasku. Tugasku hanya mengurusi masalah administrasi OSIS dan menyetorkan uang iuran pada Gempa. Bulan depan aku harus mengajukan anggaran dana untuk perkemahan tiga hari di Coldville village, pedesaan yang elit. Benar-benar menyebalkan " umpat Taufan.

Jari-jari lentiknya masih terus menari diatas keyboard laptopnya. Sesekali ia mengumpat karena laptopnya rada-rada eror.

"Shit!!" Taufan mengumpat keras saat laptopnya tiba-tiba saja mati.

Disini hanya ada dia dan tiga siswi lainnya yang juga sedang sibuk dengan laptop masing-masing.

"Dan aku belum menyimpannya di flashdish. Kenapa, ya ampun.."

Ia lalu melirik sekilas jam yang berada di pergelangan tangannya.

"Pukul 20.35.." gumamnya.

"Aku permisi duluan ya.." kata Taufan pada tiga siswi itu. Mereka tersenyum dan mengangguk kemudian kembali fokus pada laptopnya.

Ia lalu berdiri dan mengambil beberapa langkah dari sana. Tapi ia lalu berhenti saat merasakan dirinya diawasi oleh seseorang.

"Hanya perasaan ku saja mungkin" batinnya. Ia lalu mengendikkan bahunya dan melanjutkan berjalan.

Taufan POV

"Aaaa!!..."

Aku menjerit pelan saat kurasakan tangan kekar menarik pinggang ku menjauh dari sana.

Wajahku menubruk dada bidang orang itu. Sungguh aku takut sekarang, siapa dia?.

Aku menggigit bibir bawah ku, dan berharap sesuatu yang baik terjadi. Aku tenang sesaat ketika menghirup aroma mint dari baju orang itu. Aku menunggu orang itu membuka suaranya agar dugaan ku benar.

"Dear..."

Suaranya sangat menenangkan ku, aku lalu mendongak dan mendapati wajah tampan yang tersenyum, sangat menawan.

"Hali!! Kamu membuatku takut" kataku memukul pelan dada Hali. Ia terkekeh pelan lalu melepaskan ku.

"Kenapa masih disini?" Tanya Hali
"Aku masih menyusun berita mading sekolah" kata ku memperlihatkan laptop yang kubawa.

"Ini sudah malam, sebaiknya kau kembali ke asrama. Semakin dingin jika sudah malam" kata Hali.
"Baiklah... sampai jumpa" Kata ku.

Aku kemudian berbalik dan melangkah menuju asrama.

"Tunggu" katanya lalu menarik pinggang ku lagi dalam pelukannya.

"Night kiss nya dulu" bisiknya.
"Apaan sih. Lebay tau" kataku.

"Night kiss, atau..." ia menggantungkan kalimatnya sambil menyeringai.

Oh tidak, aku tau apa yang dipikirkannya. Dia mendorongku pelan, punggung ku kini sudah menyentuh pohon yang ada di sana. Tangan Hali mengurung sisi kanan dan kiri tubuh ku.

Ia memajukan wajahnya, sungguh aku takut sekali. Jarak kami hanya lima senti lagi sebelum bibir kami bertemu.

"Coba ulangi perkataan mu tadi?" Kata Hali.

"H-- Hali ee..." kataku gugup.

"Apa?" Tanya nya dingin. Aku semakin gugup ketika ia menyeringai lagi.

You Are Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang