Zulfah Pov
Aku membuka mataku ketika mendapati Vika membuka pintu dan berjalan ke arahku. Matanya sembab, aku hanya terdiam untuk sesaat. Tiba-tiba ia menjatuhkan badannya di depanku, air mata mulai menguncur deras di pipinya. Aku pun berusaha mensejajari duduknya,lalu kuusap-usap bahunya. Ia mengadu pelan.
"Aku tidak kuat zul, ini semua salahku. Seharusnya aku tidak bertemu dengan mereka seharusnya aku bisa melupakan Harry. Seharusnya semua ini tidak terjadi sampai-sampai Niall harus Mengorbankan perasaannya untukku. Aku bodoh",vika memukul-mukul kepalanya aku pun terus mengusap-usap bahunya.
"Di sini tidak ada yang salah, sama sekali tidak ada. Ini hanya cobaan kita jalani saja dengan sabar.",ucapku.
Ia menatapku, matanya benar-benar merah. Oh aku jadi teringat Ristia, apa yang dilakukannya sekarang?
"But,i dont know why i'm so really really love Harry",balasnya. Tiba-tiba saja aku terkaget jadi selama ini ia mencintai Harry? Suami sahabatnya sendiri? Oh, Vik. Otak mu ada di mana?
"Kau mencintai Harry? Why did not you tell me? Jangan katakan bahwa kau tidak mencintai niall?",aku menautkan kedua alisku. Aku tidak habis fikir padanya.
"Maafkan aku,aku baru memberi tahumu sekarang." Vika menundukkan kepalanya.
Aku hanya menggeleng-geleng tak percaya.
"Lalu kau berciuman dengannya saat dirumah ku itu untuk melepas rindu diantara kalian berdua ya?"
"Ke-kenapa bisa kau tau?",ucapnya gugup.
"Marcel yang melihat semua itu"
"Zul,aku benar-benar pusing" vika memelukku. Aku hanya mengusap-usap punggungnya. Tuhan bantu mereka semua.
"Sekarang lebih baik kau meminta maaf pada Niall terlebih dahulu,lalu Ristia"
"But, aku tidak tau di mana ristia"
"Aku akan mencarinya dan aku juga akan membawa Vailla. Jangan sampai ia tau soal ini" Ucapku. Ia tersenyum dan memelukku lagi.
"Terima kasih, Zul."
"Yasudah cepat sana"
Vika pun langsung menerobos keluar, dengan cepatnya aku bergegas untuk mencari Ristia. Aku tau ia sedang membutuhkan ku sekarang.
NIALL POV
Sakit. Satu kata yang sulit untuk ku terima, ketika mengetahui seseorang yang ku cintai malah mencintai orang lain. Dan lebih sakit lagi ketika itu sudah menjadi istri sendiri bahkan sudah mempunyai 1 anak. Mungkin aku akan marah mengamuk atau apapun saat ini juga namun aku selalu teringat Vailla, apa jadinya ia kalau melihatku seperti itu? Sudah pasti ia akan membenciku kan? Serba salah.
Maka dari itu, aku mencoba untuk menerima kenyataan perlahan demi perlahan. Menunggu suatu keajaiban yang membuat sosok perempuan itu mencintaiku seutuhnya bukan setengah-setengah apalagi harus terbagi. Semoga aku masih mempunyai kesabaran.
Lama-lama aku merasa bosan di rumah, sepi. Walau kulihat dari tadi Marcel dan Vailla berlari-lari namun entah mengapa aku merasa sangat sepi.
Aku pun memutuskan untuk berjalan-jalan keluar sekaligus untuk menyegarkan pikiranku atas kejadian tadi malam. Kali ini aku bersama Vailla, untunglah dia mau.
"Dad kita mau ke mana?",tanya Vailla ketika kami berada di dalam mobil. Aku tersenyum.
"Beli ice cream or gulali maybe?" Ucapku.