Happy reading.
Flashback
Awalnya Nara tidak percaya kata-kata perempuan dalam telepon, yang mengaku sebagai istri Lanang. Nara pikir itu hanya salah satu teman kantor Lanang yang sedang bercanda.
Bahkan ketika Lanang merebut telepon itu, bilang akan segera pulang untuk menjelaskan. Dan menyebut-nyebut semua akan segera berakhir. Nara masih percaya seribu persen pada suaminya.Sampai sejam kemudian telepon Nara kembali berdering. Wanita lain menelepon, suaranya terdengar sudah tidak lagi muda. Dia mengaku sebagai Mak Etek Khadijah, pemilik toko busana muslim seberang rumah kontrakannya di Padang. Terlintas wajah perempuan berusia sekitar setengah abad dalam ingatan, berjilbab syar'i, bergamis panjang, bertutur lembut dan murah hati. Nara sering mengobrol dengan ibu itu, bahkan sering mendapat diskon tak masuk akal saat membeli baju koko, sarung atau sajadah untuk Lanang.
Apa yang disampaikan Mak Etek, membuat langit yang menaungi Nara saat itu ambruk. Bumi bergejolak sampai menyemburkan larva panas lalu menelan Nara bulat-bulat. Entah bagaimana lagi harus menggambarkan betapa hancurnya Nara saat itu. Dililit kemiskinan, merawat anak yang sakit seorang diri, dihina oleh keluarga suami, sakitnya hanya sepersekian ribu dibanding ujian kali ini.
Mak Etek Khadijah, berbicara manis, awalnya. Meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Dia tahu, Lanang sudah beristri. Tapi dia mengaku, sama seperti ibu lain di seluruh penjuru semesta, yang takkan sanggup menanggung malu bila melihat anaknya berzinah. Maka dengan berat hati dia memutuskan, harus segera menikahkan sang putri dengan lelaki tak tahu diri yang menodai putrinya, yang tak lain adalah suami Nara.
Ijab qobul segera dilaksanakan, mendadak di malam yang sama dengan peristiwa perzinahan itu terjadi. Disaksikan oleh hampir seluruh warga kampung, yang turut mendesak pernikahan itu segera dilangsungkan atau mereka sekeluarga memilih terusir dari sana. Perzinahan masih sangat tabu dalam lingkungan religius itu. Perkampungan yang dihuni sembilan puluh persen muslim, dengan masjid besar dan pondok pesantren.
Sejenak, Nara terdiam. Terkejut, namun ragu untuk percaya. Tapi Mak Etek meyakinkan, keuntungan apa yang dia dapat bila itu hanya berita bualan. Bahkan Mak Etek meminta keikhlasan hati Nara menerima poligami yang terpaksa harus dijalani antara Nara, Lanang dan upiaknya. Sekiranya Nara sudi menerima sang upiak bagai adik sendiri. Bila tak memberatkan, Mak Etek meminta kontribusi Nara sebagai istri tertua untuk selalu mengingatkan Lanang agar adil berimbang dalam menjalani poligami ini. Dan yang tak perlu dirisaukan, Mak Etek sudah menganggap Lanang bagai buyuang sendiri. Tak perlu cemas soal tidur dan makannya yang terjamin di rantau tanah Minang. Mak etek akan membimbing upiaknya agar menjadi istri terbaik yang pandai melayani dan mengurus Udanya.
Mendengar itu, lutut Nara lemas. Dia beringsut dari kasur. Menangis histeris setelah telepon ditutup. Nara meratapi takdir yang begitu kejam menghajar tanpa ampun. Begitu dekat jarak waktu Allah menumpahkan ujian. Perjuangan sebagai ibu untuk mendampingi pengobatan anak belum berakhir, ujian sebagai menantu turut hadir dalam keterbatasan restu mertua, kini janji suci pernikahan--robek, menjadi penyempurna cobaan hidup Nara yang maha dahsyat. Ibarat setelah dipukuli, dia dijambak, ditendang, diludahi, dikencingi dan terakhir dilempar ke laut mati. Bertubi-tubi tanpa jeda. Sakit yang tak lagi bisa dikeluhkan dengan kata-kata.
Nayla yang bingung dengan tingkah mamanya, turut menangis memeluk dan mencoba menenangkan sebisanya. Walau gadis kecil itu sebenarnya nampak lucu, karena berusaha menghibur dengan kepolosan dan bahasa yang ambigu, namun tetap tak bisa menghentikan lara Nara.
"Ada apa? Kamu kenapa, Ra?" Nara lupa menutup pintu kamar. Rupanya Fauziah, sang mama mertua, mendengar tangis Nara dari lantai bawah.
"Mas Lanang Ma...mas Lanang..." Sesengguk Nara makin kencang. Sungguh tak ada bencana yang paling menyakitkan seumur hidupnya selain hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biduk Terbelah
Romance(SELESAI) Lanang; "Aku tahu, dari sekian banyak penderitaan yang telah kamu alami selama kita bersama, memaafkanku adalah hal tersakit bagimu. Walau begitu, sampai kapanpun aku akan tetap memohon satu kesempatan lagi karena aku begitu mencintaimu" N...