22. RENDEZVOUS

5.9K 678 183
                                    

Huaaa... akhirnya nyampe juga di part ini. Part yang paling ditunggu-tunggu oleh readers setia cerita ini.

Colek dulu DwieRes1, rasyqiella,Elthegreentea, tyashermawann, my-rdw ini part buat kalian yess. Yang udah setia vomment selama ini. Juga buat reader lain yang gak bisa disebutin satu-satu, makasih udah vote, komen-komen kesel dan merong-merongnya. Yang sebagian baca dulu sampe kelar, baru vote dari part awal. Ada pula yang ngaku baca kayak undur-undur, jalan mundur dari halaman terakhir sampe ke yang paling depan. Jiakakkakak...bagaimanapun cara kalian menikmati cerita ini, syah-syah juga. Pokoknya makasih.

Mau nyapa para siderku tercinta juga, hello sayang, piye kabare? Sehat? Senam jempol yuk, biar tambah sehat😂.

Yang kuotanya lagi joss, bisa buka mulmed. Isinya tentang curahan hati Lanang. Ngebayangin penyanyinya adalah Lanang, juga halal. Sedangkan yang fakir kuota, tapi kepo, ane turut berduka cita😂.

Ane mau nyanyi dulu yess.

...
Semua terjadi begitu saja
Tak ada yang serius antara dia dan aku
Tidak ada cinta dan tak ada hati
Hanya karena aku lelaki dan dia wanita
...

Met baca.

Mobil MPV yang ditumpangi Andri, Nara, Tiwuk dan Nayla, bergerak dengan kecepatan sedang dari Malang menuju Magelang sejak matahari baru terbit sampai malam menjelang. Normalnya, perjalanan itu memakan waktu sekitar 9 jam 40 menit, namun karena mereka harus berhenti di Kasembon untuk makan, berhenti sebentar di tepi jalan untuk istirahat daerah Singoludro, mengisi bahan bakar disalah satu pom bensin daerah Caruban, sedikit kemacetan di Sragen dan masuk Indomaret di Salatiga untuk membeli kopi sang sopir yang kehabisan. Maka total perjalanan yang mereka tempuh menghabiskan waktu lebih dari dua belas jam.

Jam enam pagi mereka meluncur meninggalkan bumi arema, jam delapan malam rombongan Nara menapak di tanah Bligo yang senyap. Banyak rumah di desa itu sudah menutup pintu rapat-rapat, menyisakan lampu bohlam yang cahayanya berpendar kekuning-kuningan, di hampir setiap teras.

Ada suara khas batu kerikil tertindas ban, ketika mobil Andri melewati jalan setapak menuju rumah Nara. Andri lihai melajukan kendaraan roda empatnya tanpa komando navigasi dari siapapun. Dia masih ingat betul, dimana letak rumah Nara, walau terakhir kesana, sudah bertahun-tahun lamanya.

Deru mesin mobil akhirnya berhenti di sebuah pelataran luas, depan rumah berdesain kuno--Joglo jompongan, yang sangat khas dengan atap membubung tinggi, disebabkan oleh topangan empat soko guru dari kayu jati. Rumah tradisional yang dimiliki keluarga Nara memang sederhana, namun tak meninggalkan filosofi budaya Jawa. Pendopo dibiarkan kosong tanpa meja dan kursi, hanya tikar anyaman enceng gondok tergelar disana. Keluarga Nara menganut aliran bahwa derajat tamu dan tuan rumah sama rata, menerima semua tamu tanpa memandang strata. Setelah pendopo, sama dengan rumah joglo lain, ada pringgitan dan dalem yang memiliki senthong kiwo, tengah dan tengen.

Andri menjadi orang pertama yang turun. Kemudian dia membuka pintu tengah, membangunkan Tiwuk yang lelap sepanjang perjalanan. Lalu Andri menggendong Nayla yang masih nyenyak karena kelelahan. Sedangkan Nara, yang duduk di sisi kemudi, tak kunjung keluar, seperti enggan.

"Turun yuk." Andri membuka pintu depan. Dia melihat keraguan di mata Nara.

"Bagaimana kalo mbak Tyas... "

Biduk TerbelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang