21. Kabar baik

4.7K 573 63
                                    

Happy reading.

Lanang diserang kebosanan akut di sebuah pusat perbelanjaan. Sepulang kerja tadi, Pram menyeret paksa, memasuki mobil sedan sporty miliknya. Ketika ditanya mau kemana, Pram meminta Lanang duduk manis dan diam. Ternyata, dia berakhir disini sekarang. Di sebuah mall, lantai bawah. Di antara kerumunan ibu-ibu muda yang mayoritas menggendong bayi dan beberapa tengah hamil besar; display baju dan perlengkapan bayi.

Dua minggu terakhir, Pram mengalami evolusi besar-besaran dalam hidup. Dia berubah positif secara signifikan. Pram sudah lama absen dari dunia malam, yang dulu, hampir tiap malam digeluti. Apartemennya sudah steril dari berbagai jenis botol minuman beralkohol, puntung rokok, dan kondom bekas yang biasanya menumpuk dibawah kolong kasur. Bahkan majalah-majalah dewasa, yang dulu berserak di depan TV, di atas counter dapur, di atas kulkas, kini sudah enyah ke dalam tong sampah.

Setiap hari dia menanyai Lanang, seberapa bahagia rasanya, menjadi seorang ayah. Seberapa senang, bermain dengan seorang putri kecil. Bagaimana rasanya, saat pertama kali mendengar, ada makhluk kecil yang memanggilnya dengan sebutan "papa".

Janin dalam perut Lolylah, yang telah merubah seorang Pram. Dari begajulan menjadi kebapakan. Dia jatuh cinta pada calon anaknya, bahkan sebelum anak itu terlahir ke dunia.

Tentu saja sebagai sahabat, Lanang senang dengan perubahan Pram. Namun satu yang dia cemaskan; Loly. Perempuan itu sampai sekarang masih menuntutnya sebagai suami dadakan. Padahal berbagai cara telah ia dan Pram lakukan untuk meyakinkan Loly, bahwa anak yang dia kandung adalah anak Pram. Mau tidak mau, Pram adalah bapaknya. Pram sudah mati-matian menunjukkan pada Loly bahwa dia lebih dari layak untuk menjadi seorang bapak, juga menjadi seorang suami.

Tiba-tiba Lanang tersenyum-senyum sendiri. Dari kejauhan dia melihat Pram sedang berdebat sengit dengan seorang emak-emak yang berpenampilan kelewat gaul. Keduanya nampak ngotot sampai urat-urat leher mereka tersembul. Untung saja ada perempuan muda berseragam pelayan yang datang melerai, sehingga emak itu menyingkir. Pram tersenyum senang, kemenangan telak dia raih. Mitos di sosmed bahwa "emak-emak tiada tanding" telah dia patahkan tanpa ampun.

Dengan langkah riang, Pram mendekati Lanang yang memilih duduk di bangku agak jauh dari display, tempatnya berkutat sejam terakhir.

"Menurut lo, bagus ini, apa ini?" Pram mengangkat tentengan di kedua tangan. Sebelah kanan adalah dress mungil ala princess berkelir baby pink. Sedangkan sebelah kiri, dress berpita belakang, dengan motif serupa, namun berwarna jingga. Dan Lanang tahu persis, baju yang lebih mirip miniatur gaun pengantin ditangan kiri Pram adalah hasil sengketa dengan ibu-ibu tadi.

"Hah?" Lanang terperanjat. Pram mengajak teman yang salah, jika mengharap kehadiran Lanang sebagai juri kontes pemilihan gaun bayi perempuan. Fashion Lanang dalam kategori itu sangat payah.

"Hah heh, hah heh. Menurut lo, bagus mana? Yang ini, apa ini? Yang cocok buat anak gue nanti."

"Kamu yakin, calon anakmu itu cewek?"

"Ya iyalah. Dia kan sering main sama gue. Dalem mimpi."

"Kan cuma mimpi Pram. Belum tentu..."

"Eh, lo jangan ngeremehin kadar faktualitas mimpi gue. Mimpi gue bukan sembarangan. Mimpi gue mengandung ramuan firasat tingkat tinggi, sedikit wangsit, cenayang dan penerawangan."

"Kamu pikir jamu, pake ramuan segala."

"Banyak bacot. Tinggal suruh pilih doang. Bagus ini, apa ini?" Pram menyodorkan tangan kanan dan kiri bergantian.

"Sumpah. Aku nggak ngerti gitu-gituan."

"Lo kan pernah punya anak cewek. Masak nggak ngerti sih." Lanang terkejut. Bagaimana bisa, sahabat yang dia pikir mengenalnya luar dalam, setega itu melontarkan kalimat teramoral yang pernah dia dengar. Lanang kecewa. Nafasnya tersendat. Paru-parunya tak mampu menyerap oksigen dengan baik. Sedangkan Pram, dengan cepat menyadari kekeliruannya. "Maksud gue, lo kan punya anak cewek. Lo pasti pernah beliin dia baju-baju kayak gini."

Biduk TerbelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang