26. Superhero

4.5K 553 73
                                    

"Lol, nggak usah, biar gue iris sendiri."

"Its ok, Beb." Loly tersenyum manis, tapi palsu. Pram tahu itu. Dia bukan anak lelaki cupu berusia belasan yang baru mengenal satu perempuan.

Di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, Pram sudah tahu jenis karakter perempuan hanya pada menit pertama berjumpa. Judes tapi berhati baikkah, ramah tapi murahankah, menggoda tapi penuh drama atau cewek baik-baik yang tulus namun mustahil ia dapat. Karena Pram adalah penakluk wanita berperut buncit, specialist tipe penggoda.

Malam ini, setelah sekian lama dekat dengan Loly, tiba-tiba perempuan itu mengajak dinner, bersikap mesra dan memanggilnya "beb". Dan seolah ada saraf otak Loly yang konslet, dia hanya minta traktir di salah satu kedai steak yang terkenal dengan slogan "rasa bintang lima, harga kaki lima". Itu sangat aneh bagi Pram. Karena biasanya perempuan itu minta makan di restoran, minimal berstandar kafe dengan harga per menu ratusan ribu. Pram mencium kejanggalan, pasti ada udang dibalik batu. Ada maksud dan tujuan tersembunyi dibalik sikap manis itu.

"Aaaakkk..." Loly bersikap seolah menyuapi bayi. Dia membuka mulut sendiri ketika garpu steak tersodor di depan mulut Pram, memerintah sekaligus memberi contoh. Seolah Pram lupa cara membuka mulut.

Antara kesal dan malu karena tindakan Loly menjadi pusat perhatian pengunjung lain, Pram memilih pasrah menuruti kemauan Loly. Dia membuka mulut lebar-lebar, mengunyah steak dengan cepat agar acara suap menyuap itu cepat kelar.

Pram pikir, setelah makanan habis, Loly akan bersikap kembali normal. Tidak mesra norak di depan banyak orang. Ternyata dia salah. Loly yang tadinya duduk di seberang meja, malah mengubah posisi. Kini dia duduk di sebelah Pram, kepalanya bergelayut manja di lengan lelaki berkulit sawo matang itu.

"Lo kenapa sih? Salah makan obat apa kerasukan sundel bolong bunting?" Pram meletakkan telapak tangan di dahi Loly, membolak balikkan berkali-kali. Dia takut jika perempuan itu sedang kesurupan.

"Kenapa apanya yang kenapa sih Beb? Loly nggak kenapa-napa." Loly menurunkan tangan Pram dari dahi.

"Nggak biasa-biasanya lo kelewat manja kayak gini."

"Kayaknya anak kita nih, yang lagi pengen dimanja Papanya." Mendengar itu, Pram langsung sumringah. Dia meraih kepala Loly, lalu diusap berkali-kali.

"Oh...anak Papa lagi kangen? Papa juga kangen sama dedek..." Pram berbicara sambil memegang perut Loly. Dia membayangkan makhluk kecil di dalam perut Loly sedang tersenyum.

Ini bukan yang pertama. Pram sering melakukan hal itu setiap mereka berdua bertemu. Bedanya, biasanya Loly akan marah jika Pram melakukannya, apalagi jika dilakukan di area kantor. Loly tak segan-segan memukul tangan Pram dengan keras agar menjauh dari perutnya, lalu mengomel lama. Namun kali ini, Loly malah tersenyum melihat calon ayah itu mengajak ngobrol perutnya yang rata.

"Iya. Aku kangen banget sama Papa." Itu bukan suara bayi yang keluar dari perut Loly, melainkan suaranya sendiri yang sengaja disetting menyerupai suara anak kecil dengan nada seimut mungkin. Loly berhasil, Pram terkekeh senang bukan main.

Melihat situasi sudah aman terkendali, Loly memberanikan diri melancarkan serangan. Udang yang bersembunyi dibalik batu, sudah saatnya menampakkan diri.

"Oya, beb. Kamu kok udah lama nggak main ke ruangan Loly sih? Padahal dulu kamu rajin. Hampir tiap jam makan siang." Loly memasang umpan di ujung kail pancingnya dengan pas. Melempar ke permukaan air dengan was-was, agar ikan tidak terkejut dan kabur.

"Main ke ruangan lo, buat apa? Kan udah nggak ada Lanang." Ikan mendekati umpan. Loly tersenyum senang.

"Oh, jadi Papamu gitu, nak. Dia nggak mau menemui kita, karena om Lanang udah nggak ada." Baru sekali ini, Loly melakukan hal yang sama dengan Pram. Berbicara sambil memegang perut sendiri.

Biduk TerbelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang