YOONGI terbangun dari tidurnya saat mendengar suara bising dari arah luar rumahnya. Lelaki itu mengusap wajahnya kasar kemudian melirik jam dinding yang masing menunjukkan pukul sembilan. Masih terlalu pagi untuk seorang Min Yoongi bangun dari tidurnya. Karena jadwal bangun tidur Yoongi adalah pukul sebelas atau dua belas siang, bukan pukul sembilan.
Karena merasa kantuknya sudah hilang, Yoongi beranjak dari kasur menuju dapur untuk mencari makanan. Ya, hobi Yoongi ada tiga omong-omong. Makan, tidur, dan main. Memang tidak ada manfaatnya sama sekali, tapi itulah hobinya. Saat membuka tudung saji lelaki itu malah mendapati sebuah notes kecil, Yoongi berdecak.
Eomma akan pergi ke supermarket bersama adikmu, sedangkan appa pergi berolahraga. Kalau kau bangun pagi ini dan kau merasa lapar, kau bisa memesan bubur di kedai yang berada di depan kompleks.
—Eomma.
Oh astaga, kenapa eomma harus pergi tanpa meninggalkan makanan sedikitpun? Dan, hei, orang gila mana yang berolahraga sampai siang hari seperti ini? Iya, ini memang masih pagi untuk jam tidur Yoongi. Tapi ini sudah siang untuk jam olahraga karena matahari sudah mulai muncul. Ya walaupun terik matahari pagi itu sehat, tapi tetap saja menyilaukan dan panas. Eoh, ayahnya memang aneh.
Karena perutnya terus berbunyi meminta makanan, maka Yoongi memilih untuk mengikuti pesan ibunya. Ia berjalan ke luar rumah seraya menguap dengan tangan kanannya menggaruk rambutnya yang berantakan. Lelaki itu benar-benar tidak peduli dengan wajah berantakan khas bangun tidurnya yang tidak ia basuh sama sekali, ia hanya mementingkan perutnya yang lapar saat ini. Tapi lagi-lagi Yoongi berdecak kesal karena ia merasa telah menendang sesuatu di depan pintu utama rumahnya.
“Orang gila mana lagi yang mengirim paket sepagi ini?” Tanya Yoongi gusar melihat sebuah kotak besar di hadapannya. “Astaga, kenapa banyak sekali rintangan yang menghalangiku hanya untuk mendapatkan semangkuk bubur?”
Yoongi berjongkok kemudian mengangkat kotak besar itu. Cukup berat ternyata. Bukannya membawanya ke ruang tengah, Yoongi malah membawanya ke dalam kamar. Sebenarnya Yoongi agak kesulitan saat membawanya menaiki tangga. Tapi tak apalah, siapa tahu kotak itu berisi makanan.
“Kenapa kotak ini berat sekali? Ah, aku rasa ini berisi banyak makanan. Aku bersumpah jika ini berisi banyak makanan, aku tidak akan memberitahu siapapun kalau ada paket besar yang datang ke rumah. Tidak peduli siapa pemilik paket ini. Aku akan menyimpannya sendiri di kamar.” Ujar Yoongi dengan seringainya.
Sesampainya di kamar, setelah menutup pintu kamarnya dengan susah payah, Yoongi meletakkan kotak itu di atas kasurnya. Kedua mata sipitnya berbinar senang. Ia mengusap kedua telapak tangannya dulu sebagai persiapan sebelum membuka kotak besar itu.
“Datanglah kepada appa, makanan....”
Tapi, saat kotak itu terbuka, justru Yoongi memekik pelan. Lelaki itu terlonjak dan reflek berdiri. Yoongi mengucek kedua matanya demi memeriksa apa penglihatannya salah atau tidak. Tapi yang ia lihat tetaplah sama.
Astaga, ini tidak mungkin!
•
Hana sedang memakai pakaian saat mendengar teriakan Yoongi di luar rumahnya. Gadis itu sudah terlalu hapal dengan suara menyebalkan Yoongi. Apalagi kini suaranya terdengar sangat melengking membuat telinga Hana cukup sakit mendengarnya. Ah, memangnya kemana orang rumah sampai-sampai ada lelaki yang berteriak tidak di usir pergi, atau setidaknya di tegur.
“HANA! APA KAU ADA DI DALAM?!”
Hana menutup kedua telinganya. Dengan kesal gadis itu menuruni tangga dan mendapati Heeseung juga tengah menutup kedua telinganya sembari kedua bola matanya terfokus pada siaran animasi anak-anak. Ck, sangat tidak cocok dengan umurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby •myg•
FanfictionYoongi tidak pernah mengira, di usianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun, ia sudah harus menjadi seorang ayah. Ia sudah di berikan tanggung jawab oleh orang yang tidak ia ketahui. Belum lagi ia harus menikahi gadis yang notabene adalah musuh...