Dua Puluh Enam

3.4K 385 13
                                    

HANA menaruh Cheol dikasurnya. Gadis itu menghela napas lega saat dikiranya bayi mungil yang baru saja tertidur itu tidak akan bangun dalam waktu dekat mengingat betapa histerisnya ia menangis tadi, pasti Cheol kelelahan.

Setelah memastikan posisi tidur Cheol yang aman, gadis itu melangkahkan kakinya ke ruang tengah, dimana Yoongi tengah rebahan dengan peluh yang membasahi sebagian wajahnya. Kentara sekali lelaki itu kewalahan mengurus Cheol seorang diri, tentu begitu. Karena selama ini memang Hana yang banyak mengambil alih Cheol. Sedangkan lelaki itu hanya sekedar membantunya membuat susu, menggantikan popok ataupun menjaganya jika Hana sedang membuat makanan.

Sebelum menghampiri Yoongi, Hana menyempatkan diri untuk menuangkan air dingin ke gelas. Membawanya ke hadapan Yoongi hingga lelaki itu terlonjak dan bangun dari rebahannya.

“Minumlah, aku tahu kau lelah.”

Yoongi menerima gelas yang diulurkan Hana, matanya masih mengerjap bingung seraya memperhatikan gadis yang belakangan ini dipikirkannya mengambil posisi duduk di space kosong disebelahnya. Pun ia menegak air dingin itu hingga tersisa setengah, lalu mengembalikannya kepada Hana yang langsung diletakkan dimeja oleh sang gadis.

“Kupikir kau akan kembali besok.” Buka Yoongi ragu. Terdengar dari helaan napasnya, lelaki itu masih terlihat kelelahan.

“Ya, tapi aku sudah membayangkan hal ini akan terjadi. Makanya aku pulang lebih cepat dari rencanaku sebelumnya,” Gadis itu bangkit untuk mengambil sesuatu yang dibutuhkan Yoongi—tisu, lalu ia mengulurkan kotak tisu yang baru saja ia ambil dari meja dekat televisi. “Maaf sudah merepotkanmu.”

“Apa?” Yoongi bertanya bingung. Melihat kerutan di dahi Hana, buru-buru lelaki itu melanjutkan ucapannya. “Tidak, maksudku, untuk apa meminta maaf kepadaku?”

“Untuk semuanya. Maaf jika menurutmu aku terlalu egois.”

Yoongi terdiam. Lelaki itu menghela napas panjang, kemudian dengan seenak jidat kembali rebahan dengan paha Hana sebagai bantalan. Matanya memejam namun gadis itu dapat mendengar Yoongi berkata, “Tidak ada yang perlu dimaafkan. Dan, tolong jangan bergerak. Jangan tinggalkan aku, biarkan seperti ini dulu. Aku lelah.”

Hana hanya terdiam seraya merutuki jantungnya yang berdetak tak beraturan. Diam-diam ia berdoa semoga Yoongi tidak mendengar detak jantungnya.

Pagi-pagi sekali, Hana terbangun karena merasa ada suara berisik dari arah dapur. Gadis itu mengucek kedua matanya, sedikit menyipitkan mata saat melihat jarum jam yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya saat kaki-kaki tak beralas itu menginjak lantai yang dingin. Seraya mengucek kedua mata, Hana melangkahkan kakinya menuju dapur. Gadis itu terdiam sesaat setelah melihat siapa yang berada didapurnya dijam sepagi ini. Terlebih lagi pemandangan yang tidak seperti biasanya semakin membuat gadis itu mengerjap tak percaya.

Disana, dibalik meja makan, Yoongi sedang menata piring-piring yang sudah terisi makanan.

Dengan ragu, gadis itu menghampiri Yoongi. Mulanya si empu yang bertanggung jawab atas kekacauan dapur pagi ini tidak menyadari kehadiran Hana. Tetapi karena masih setengah mengantuk, gadis itu tersandung oleh kaki meja membuat ia mengaduh pelan.

“Kau sudah bangun rupanya.”

Sambil mengaduh pelan, gadis itu mengangguk. Kemudian ia menjatuhkan bokongnya dikursi makan, sedang matanya memperhatikan tampilan dari makanan di atas piring.

Nasi goreng. Hanya dua piring nasi goreng, sederhana memang, tapi entah kenapa Hana merasa sedikit tersentuh mengingat pasti Yoongi berjuang keras atas sarapan yang dibuatnya pagi ini.

Baby •myg•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang