HANA merentangkan kedua tangan dan kakinya lebar-lebar sehingga membentuk sebuah bintang besar di atas kasur berseprai hitam itu. Kemudian gadis itu menghentakkan kedua kakinya ke udara dengan gerakan gemas. Hana merindukan kamar ini. Kamar yang biasanya akan ia kunjungi jika tidak bisa tidur di malam hari. Untuk pertama kalinya di awal bulan Maret, Hana mengunjungi kamar ini lagi. Kamar Heeseung sang kakak tercinta.
Hana mengubah posisinya menjadi tengkurap sembari memeluk erat-erat bantal yang biasa Heeseung gunakan. Gadis itu menghirup aroma bantal yang mendominasi bau khas Heeseung. Tapi gadis itu lantas mengernyit saat mencium bau aneh di beberapa bagian bantal itu.
“Aish, bau sekali. Bau air liur, eoh,” Hana mengerutkan hidungnya kemudian kembali ke posisi telentang. Gadis itu mengelus-elus permukaan kasur sembari memejamkan matanya. Rasa rindunya belum terbayarkan karena ia belum bertatap muka dengan si pemilik kamar ini semenjak ia menginjakkan kakinya di rumah.
Hana menggulingkan tubuhnya ke kanan dan kiri. Telentang, tengkurap. Miring kanan, miring kiri. Semua posisi Hana lakukan demi menjelajah seluruh bagian permukaan kasur. Kemudian Hana mengangkat kedua kakinya ke atas lantas di hentakkan ke bawah hingga ia berubah posisi menjadi terduduk. Gadis itu menggelengkan kepalanya sembari menjerit heboh—kebiasan anehnya sehari-hari di rumah yang hanya di ketahui oleh Heeseung.
“Hei, berhenti dan jauhilah kebiasaan anehmu itu, nona Min.”
Hana menghentikkan aktivitasnya saat mendengar suara Heeseung memasuki indera pendengarannya. Gadis itu meloncat sembari memekik girang dengan mata yang berbinar. Bergegas Hana menghampiri Heeseung dan meloncat ke pelukan kakak lelakinya itu.
“Kau ini kenapa?”
“Aku merindukanmu, oppa!” Sahut Hana gemas. Gadis itu memeluk Heeseung erat, sampai-sampai lelaki yang usianya terpaut empat tahun di atasnya itu kesulitan bernapas. Tapi Hana seakan tidak peduli. Gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya sembari menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Heeseung.
“Aku kesulitan bernapas,” ucap Heeseung. Lelaki itu melangkahkan kakinya susah payah menuju ranjangnya kemudian melepaskan pelukan Hana secara paksa sehingga adiknya itu terjatuh di atas kasurnya yang empuk. “Kenapa kau menjadi sangat manja seperti ini?”
Hana mengerucutkan bibirnya kesal seraya menghentakkan kakinya ke kaki ranjang sehingga menimbulkan suara bug yang cukup keras. Kemudian gadis itu bersedekap dan membuang muka ke arah lain.
“Yoongi memberimu apa hingga kau berubah menjadi gadis manja seperti ini? Eh, atau kau sudah bukan gadis lagi? Kau sudah menjadi wanita dewasa, kah?” Heeseung tersenyum jahil saat menyuarakan prasangkanya.
Hana yang tahu kemana arah pembicaraan Heeseungpun mendelik tajam. Gadis itu melayangkan satu tendangan maut ke betis Heeseung hingga lelaki itu meringis kesakitan.
“Jangan asal bicara kau,” sahut Hana.
“Setidaknya jangan tendang kakiku!” Balas Heeseung gemas. Lelaki itu ikut menjatuhkan dirinya di samping Hana sembari kedua tangannya menekan betisnya yang terasa nyeri.
Hana yang melihat kakak tercintanya kesakitanpun menjadi merasa bersalah. Gadis itu bangkit lantas berjongkok di depan kedua kaki Heeseung kemudian ia mengelusnya pelan.
“Oppa, apakah ini sakit?” Tanya Hana sedikit mendongak untuk melihat ekspresi Heeseung. Lelaki itu mengangguk cepat.
“Sakit ya?” Ulang Hana mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian gadis itu mengangkat tangannya untuk memukul kaki Heeseung di tempat yang sama dengan bekas tendangannya tadi.
“Kenapa kau malah memukulnya lagi?!” Protes Heeseung kesal.
“Lain kali jangan asal bicara lagi, ne?” Ucap Hana. Kemudian gadis itu melangkah riang keluar dari kamar Heeseung sembari berteriak, “Aku menyayangimu, oppa!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby •myg•
FanfictionYoongi tidak pernah mengira, di usianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun, ia sudah harus menjadi seorang ayah. Ia sudah di berikan tanggung jawab oleh orang yang tidak ia ketahui. Belum lagi ia harus menikahi gadis yang notabene adalah musuh...