Delapan

5K 579 31
                                    

PAGI hari di awal bulan Maret, semuanya kembali berjalan dengan semestinya. Yoongi kembali bekerja di perusahaan sang Ayah sedangkan Hana kembali melaksanakan rutinitasnya setiap hari yaitu kuliah. Hal itu membuat Cheol, si bayi mungil harus di titipkan di rumah orangtua mereka. Entah itu di rumah Hana, atau di rumah Yoongi. Sebenarnya Hana ingin sekali berhenti kuliah demi merawat Cheol di rumah. Tapi mengingat masa kuliahnya sudah berada di tengah jalan, mau tak mau Hana tetap melanjutkan kuliahnya di jurusan Bahasa.

Pagi ini setelah Yoongi mengantar Cheol yang berada di pangkuan Hana ke rumah orangtua mereka, kini gantian ia harus mengantar Hana ke kampusnya. Beruntung kampus Hana dan kantor di mana Yoongi bekerja searah sehingga Yoongi tidak perlu repot-repot memutar arah demi mencapai kantornya. Dan mulai hari ini Yoongi mempunyai tugas baru, yaitu menjadi sopir pribadi untuk dua orang yang kini sudah menjadi tanggungannya itu. Menyusahkan memang, tapi Yoongi senang karena ada Cheol di tengah-tengah mereka.

“Kau perlu kujemput tidak?” Tanya Yoongi saat Hana sedang melepas seatbeltnya. Gadis itu menoleh sekilas sebelum berkata tidak. “Lalu Cheol?”

Kini Hana benar-benar memusatkan perhatian penuh kepada Yoongi. Gadis itu terlihat berpikir sejenak, di tandai dengan dahi yang sedikit mengerut dan pandangan yang menerawang. Kemudian Hana kembali tersadar lantas memandang Yoongi sekilas. “Begini saja, aku kan tidak setiap hari ada jam kuliah. Lagipula jam pulang kuliahku lebih cepat dari jam pulang kantormu. Jadi, masalah Cheol biar aku yang menjemput dan membawanya pulang. Bagaimana?”

Yoongi mengangkat sebelah alisnya. “Hei, apa kau lupa? Aku bekerja di kantor appa. Jadi bisa saja aku meminta izin untuk menjemputmu dulu kemudian kembali lagi ke kantor.”

Hana ikut mengangkat sebelah alisnya. Wajahnya menunjukkan seringai jahilnya. Ekspresi yang sejak seminggu lebih ini tidak Hana tunjukkan. “Sejak kapan kau ikut mencampuri urusanku?”

“Sejak aku menjadi suamimu.”

Seringai jahil di wajah Hana lenyap seketika berganti dengan wajah piasnya. Terlihat tidak suka dengan ucapan Yoongi barusan. Tapi apa yang Yoongi katakan memang benar adanya, bukan?

“Sialan kau, Yoongi,” desis Hana tajam.

“Apa?” Tanya Yoongi merasa aneh. “Aku salah?”

“Salah,” tandas Hana. “Karena kau kembali mengingatkanku tentang ikatan itu.”

“Hei, apa yang kukatakan memang benar adanya. Lalu apa yang salah?”

“Kau!”

“Aku?” Yoongi menunjuk dirinya sendiri. “Kenapa aku?”

“Ya, karena kau yang menjadi suamiku.”

Yoongi menggedikkan bahunya acuh. “Sudahlah, intinya begini saja. Kau pulang ke rumah dulu lalu istirahatkan dirimu dan bersihkan rumah. Lalu malamnya saat aku pulang kantor kita langsung jemput Cheol di rumah eomma.”

“Terserah,” jawab Hana acuh. Gadis itu bergegas ingin membuka pintu mobil tapi lagi-lagi harus di interupsi oleh suara Yoongi yang kembali memanggilnya.

“Kau melupakan sesuatu.”

Hana mengerutkan keningnya kemudian memeriksa ransel kecilnya. Semua lengkap. Buku tulis, pena, ponsel, charger, powerbank, dompet, pelembab bibir, parfum—

“Kau tidak mengecup pipiku sebagai tanda perpisahan. Dimana rasa hormatmu sebagai seorang istri, eoh?”

Hana memicingkan matanya, menatap kesal Yoongi yang tengah menyeringai jahil. Gadis itu melanjutkan niatnya membuka pintu mobil kemudian kembali menoleh ke arah Yoongi. “Silahkan bermimpi, Tuan Min.” Lalu Hana benar-benar keluar dari mobil dengan sentakan keras saat menutup kembali pintu mobilnya.

Baby •myg•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang