Dua Puluh Lima

3.2K 417 13
                                    

GADIS dengan baju tidur bermotif beruang dan rambut yang dibiarkan acak-acakan itu sekali lagi berguling diatas karpet. Kedua tangannya memeluk bantal sofa sementara kedua matanya fokus pada tayangan anak-anak pada benda tipis berbentuk persegi panjang dihadapannya. Sudah satu jam lebih ia hanya melakukan hal yang sama, berguling kesana kemari sesuka hatinya.

Jika dilihat dari tampilannya, gadis itu terlihat masih seperti anak sekolahan yang sedang menikmati liburan. Tidak terlihat seperti gadis yang sudah menikah dengan otak yang dipenuhi dengan masalah-masalah orang dewasa. Hana masih semuda itu untuk menikah. Tapi kenyataannya sangatlah berbeda.

Sementara Hana berguling di atas karpet, Heeseung hanya memperhatikan adiknya dari ujung sofa. Lelaki itu keheranan saat melihat Hana pulang dengan cengiran menyebalkan, sedangkan matanya berkata lain. Tetapi Heeseung hanya diam, menyambut Hana dengan hangat dan memperlakukannya seperti biasa.

Hana bangkit dari posisinya. Ia menyisir asal rambut acak-acakannya itu, kemudian berpaling kepada sang kakak. "Oppa, aku ingin jus. Buatkan untukku, ya?"

Heeseung memutar bola matanya, tetapi ia tetap bangkit. Adiknya itu memekik kesenangan sembari mengikutinya ke dapur. Karena kalimat buatkan untukku tidaklah tepat, nyatanya gadis itu ikut andil dalam pembuatan jusnya.

Sedangkan dilain tempat, Yoongi duduk di depan televisi sembari memperhatikan Cheol yang sedang memainkan mainan karet miliknya. Taehyung sudah pergi sejak pagi tadi. Sebenarnya, ia tidak enak harus mengusir Taehyung secara halus seperti itu. Tetapi ia harus melakukannya demi mempertahankan Hana, dan pada akhirnya Hana tetap pulang ke rumah. Hanya sehari, katanya. Tapi tetap saja, ia merasa kosong. Yoongi sudah terlalu terbiasa dengan kehadiran gadis itu disekitarnya.

Entah perasaan apa yang sudah menyelimuti hatinya akhir-akhir ini. Otaknya juga selalu dipenuhi oleh Hana. Ia tidak mau menyangkal perasaannya, tetapi ia juga tidak siap menghadapinya. Rasanya baru kemarin ia bertengkar dengan Hana karena rebutan mainan lego yang dibagikan tetangga, tak terasa mereka sudah sedewasa ini. Bahkan mereka menikah, dan tinggal di satu rumah. Yoongi tidak pernah mengira kalau ia akan disatukan dengan Hana.

Lantas lelaki itu melirik Cheol. Ia sedikit banyak bersyukur atas kehadiran bocah itu. Kalau saja pagi itu ia tidak menemukan Cheol, mungkin hingga saat ini ia dan Hana tetap berstatus sebagai musuh. Bisa juga mereka berbaikan, tetapi tidak akan menjadi sedekat sekarang. Mustahil rasanya memikirkan mereka saling cinta dan tinggal dalam satu rumah, mengingat seberapa sering mereka bertengkar hanya karena hal sepele.

Tapi kenyataannya sekarang, mereka benar-benar tinggal dalam satu rumah. Tanpa rasa cinta, hanya karena rasa tanggung jawab mereka terhadap kehadiran bayi mungil yang sudah mulai terihat pertumbuhannnya. Sama-sama bersabar menghadapi sikap satu sama lain yang sama-sama keras kepala, belajar menjadi orang tua yang baik, tanpa sadar keseharian itu menumbuhkan perasaan lain di lubuk hati yang paling dalam.

Ah, Yoongi jadi rindu akan kehadiran Hana disekitarnya. Padahal baru setengah hari gadis itu meninggalkan rumah, tapi rasanya sudah seperti setengah tahun. Yoongi tidak berlebihan, kan?

Sedang asik memikirkan gadis menyebalkan yang sialnya kini ia rindukan, tiba-tiba saja ponsel Yoongi berdering. Lelaki itu tersenyum kecil kala membaca nama pemanggil, dengan segera ia mengangkatnya.

Halo?” Sapa seorang gadis di seberang sana, terdengar suara berisik peralatan dapur yang melatarinya.

“Ya? Ada apa?” Sahut Yoongi. Bahkan ia tidak bisa menyembunyikan nada antusiasnya.

“Eoh, tidak. Hanya ingin bertanya keadaan Cheol, dia baik-baik saja, kan?”

Yoongi melirik bocah mungil yang tengah menggigiti mainan karetnya, kemudian ia mengangguk walau tau Hana tidak dapat melihatnya.

“Ya, dia baik-baik saja.”

Ya sudah kalau begitu.” Terdengar helaan napas lega dari seberang sana. “Ku tutup telponnya, ya?”

“Eh, eh. Sebentar. Kapan kau akan kembali ke rumah?” Seketika Yoongi merasa sangat bodoh mendengar pertanyaannya sendiri. Lantas lelaki itu merutuki dirinya seraya menepuk-nepuk dahi.

“Oh, aku lupa. Kau kan sudah bilang akan kembali besok pagi, ya.” Yoongi segera menyahutinya sendiri, kemudian tiba-tiba ia merasa gugup.

Tidak, aku akan kembali nanti malam.

Yoongi masih terdiam, otaknya berjalan lambat dalam mencerna ucapan Hana. Dalam beberapa detik keduanya hanya diam tanpa ada yang bersuara, hingga akhirnya Yoongi merasa jengah dan ia memecahkan keheningan itu.

“Ya sudah.”

Ya.

Yoongi menghela napas panjang. Jantungnya berpacu cepat, perutnya bergolak mulas dan ia merasakan panas menjalari telinganya yang mungkin sudah memerah. Hah, kapan terakhir kali ia merasakan hal seperti ini?

Waktu menjelang malam, ketenangan yang biasanya tercipta runtuh ketika Cheol menangis keras. Yoongi tidak begitu mengerti kenapa bayi kecil itu menangis. Seingatnya, ia sudah memberi makan sore. Popoknya juga baru saja ia ganti dengan yang baru. Mainan karet yang biasanya menemani keseharian bayi itu juga masih ada disekitarnya. Tak heran muncul kerutan dalam di dahi lelaki bermarga Min tersebut saat mendapati Cheol yang tiba-tiba menangis.

“Sssttt... Sayang, kenapa kau menangis, hm?” Yoongi mengusap punggung Cheol yang berada di gendongannya dengan penuh kasih sayang. Peluh membasahi dahinya, ia kewalahan menghadapi Cheol seorang diri. Ingin rasanya ia berlari ke rumah sebelah untuk menanyakan sesuatu kepada Hoseok dan Hanneul, tapi rasanya sangat aneh. Maka yang ia lakukan hanyalah menggendong Cheol sembari mengusap punggungnya guna menenangkan bayi itu.

Tapi rupanya Cheol tidak puas. Tangisannya semakin keras, bahkan kini bayi kecil itu mulai memberontak dalam gendongam Yoongi. Sontak saja lelaki Min itu semakin panik, ia berjalan kesana-kemari sembari menggendong Cheol yang terus menangis.

“Astaga, astaga... Apa yang harus kuperbuat?” Yoongi mengambil salah satu mainan karet, kemudian ia goyang-goyangkan dihadapan Cheol. Tapi upayanya juga tidak begitu berhasil karena Cheol hanya meliriknya sebentar kemudian kembali menjerit-jerit.

Yoongi frustasi. Hampir saja ia nekat melangkahkan kakinya keluar, tapi beruntunglah gadis yang sejak pagi tadi memenuhi pikirannya sudah berdiri mematung didepan pintu. Kedua matanya mengerjap kaget sekaligus bingung, tangan kanannya menggaruk tengkuk sedang tangan kirinya menenteng seplastik besar berlogo minimarket yang berada didepan apartemen. Lantas gadis itu tersenyum canggung, baru ia ingin membuka mulutnya, tetapi Yoongi sudah memotongnya dengan pekikan girang yang suaranya hampir mengalahkan suara tangis bocah digendongan.

“ASTAGA, HANA! AKHIRNYA KAU KEMBALI!”

Hana memejamkan kedua matanya. terkejut.

Oh, Tuhan. Semoga bayi penghuni kamar sebelah tidak ikut menangis setelah ini.

[]

Sudah menghilang berbulan-bulan, kemudian muncul dengan chapter yang gasampe 1000 words.


Mian, silakan memaki sesuka hati...

Baby •myg•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang