c. Tugas Pemberian Lili

649 55 3
                                    

"Seriusan?"

"Iya. Lagian lo apaan banget, sih. Ngapain coba sok bela-in gue, pake bilang gue saudara lo." Ruby membalikkan lembaran bukunya sambil memegang hairdryer di tangan sebelahnya. "Jadi malu sendiri kan lo."

Aku hanya memajukan bibirku. "Abis, kebetulan gue lagi ngeliatin dia dari jauh."

"Lo suka dia?"

Tubuhku bergidik. "Idih."

Lalu aku hendak duduk di pinggir ranjang milik Ruby, namun terurung karena Ruby berteriak. "Kata siapa boleh duduk situ? Duduk lantai tuh."

"Jahat." gumamku. Sambil duduk di lantai yang beralaskan karpet, aku berkata, "Emang dia siapa sih? Lo kenal?"

"Eng...." Ruby berpikir sebentar. "Dia mantan pacar gue waktu kelas dua."

"Wihhh." kataku takjub. "Dulu kalian sekelas?"

Ruby mengangguk. Aku bertanya lagi, "Dan kalian sekelas lagi sekarang?"

Ruby mengernyit, menaikkan sebelah alisnya kemudian. "Dia sekelas sama lo kali."

Ha?

(#)

Pagi ini kelasku riuh kayak pasar pagi. Apalagi Ardi yang sedang heboh berbagi tips tentang 'deketin cewek pelan tapi pasti' ke anak cowok. Padahal dia sendiri jomblo, tapi sok bagi-bagi tips.

Sekian menit kemudian, Lili memasuki kelas dengan blus corak bunga-bunga merah muda yang dipadukan bersama rok span sebatas lutut berwarna khaki. Dia menyapa kami seperti biasa. Kemudian dia meminta beberapa dari kami mencalonkan diri sebagai anggota struktur kelas.

"Ayo siapa yang mau?" tawar Lili.

"Bu!" Ardi memekik, "Areng mau, katanya!" Tangannya menunjukku dengan semangat tinggi.

Aku melotot kesal. Sialan.

"Ih enggak!" elakku.

Lili mengabaikanku dan menulis namaku di papan tulis. Dia berbalik badan, lalu bertanya lagi. "Siapa lagi?"

"Saya Bu, saya!" Ardi menjerit-jerit antusias. Lihat kan? Ardi dan kelakuan bodohnya itu memang menggelikan.

"Oke, si ganteng ya." Lili berujar genit dan menuliskan nama Ardi.

Kemudian beberapa anak kelasku yang sama konyolnya dengan Ardi ikut mencalonkan diri.

Aku bakal marah besar ke Ardi. Lihat saja nanti.

(#)

Sudah 5 hari sejak aku menjabat sebagai ketua kelas, dan sejak beberapa hari itu juga aku mendiamkan Ardi. Habisnya, dia menyebalkan sih. Main mencalonkanku, padahalkan diriku yang berharga ini ingin santai-santai tanpa mengurusi 19 anak kelas ini.

Tiga tahun satu kelas dengannya, dan dalam kurun waktu itu pula aku selalu dicalonkan, serta berhasil menjadi struktur kelas oleh Ardi dan bersama Ardi.

Tahun ini, Ardi menjadi sekertaris kelasnya.

"Pink, dicari tuh sama adik kelas." Tami berjalan ke kursiku dan menunjuk pintu.

Pasti si Lili menyuruhku ke kantor guru lagi. "Disuruh Lili kan?" ucapku pada adik kelas yang berdiri di ambang pintu.

Adik kelas perempuan itu mengernyit. "Eng ... sebenernya aku disuruh nyari sekertarisnya, tapi kata kakak yang tadi sekertarisnya enggak ada. Dan berhubung sekertarisnya deket sama ketua kelas, terus ketua kelas ada di kelas, jadi ketua kel--"

Ar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang