o. Ardi Sahabat Pinka

389 39 9
                                    

"Karena gue denger kabar kalau cewek itu sekarat di rumah sakit."

Ungkapan Pio membuatku terbelalak. "Sekarat? Karena apa?"

"Percobaan bunuh diri." jawabnya tanpa memandangku. "Setelah pertunangan itu batal, dia jadi sering ngehubungin gue buat cerita masalahnya. Tentang dia yang akhirnya ditunangin sama cowok berumur 8 tahun lebih tua dari dia. Karena gue minggat dari negara ini, dia jadi jarang ngehubungin gue lagi."

"Bulan Juni lalu, gue dapet telfon dari adeknya yang ngasih tau kabar kalau dia sekarat di rumah sakit setelah nyoba minum racun serangga."

Cerita malam itu berakhir. Karena akhir cerita yang begitu mengejutkan, aku sampai lupa sakit hatiku pada Ardi. Bahkan aku sempat memikirkan cerita Pio keesokan paginya, hingga tak menyadari Ardi menyapaku sejak di parkiran sekolah.

Pio sedarih tadi diam, sibuk dengan pikirannya sambil menatap lantai UKS. "Tadi gue bilang mau ketemu dia malem sabtu di kafe kemarin."

Aku menyimak, menunggu lanjutan kalimatnya. Tapi dia tetap diam selama hampir 5 menit. Jadi aku bilang, "Karena itu lu kena pukul?"

"Bukan." sanggahnya. "Gue butuh lo dateng ke kafe malem sabtu, lo bisa?"

"Ngapain ngajak gue?"

Pio berdecak. "Ya karena dia udah jelas nggak bakal dateng. Dia udah mukul gue, otomatis janjian ketemuan di kafenya batal. Dan cara untuk ngelurusin ini adalah lo ngajak dia kesana, dan gue ada disana."

"Gue ajak Tami juga ya tapi?"

Satu-satunya alasan aku ingin Tami ikut adalah karena aku tahu betul rasanya enggak diajak waktu teman kalian pengin main. Yeah, meskipun secara teknis aku sama Ardi enggak 100% untuk main ada disana.

"Tami?"

Kali ini aku yang berdecak. "Cintami Kasih, Pioooo. Cewek yang lo ajak ke kafe malem minggu, yang posisinya terganti oleh cewek abnormal-alias gue."

Dia mengerutkan dahi. "Lo abnormal?"

"Lo bilang kan Tami terlihat lebih normal dibanding gue."

"Gue bilang dia terlihat lebih normal bukan berarti gue bilang lo nggak normal kan?"

"Oh berarti, gue telihat normal?"

"Enggak. Lo terlihat idiot."

Aku mendengus mendengar kalimat ketusnya. Namun, aku terpana setengah detik setelahnya ketika Pio mulai tertawa. Eng, maksudku, dia bisa bercanda juga? Ku akui, Pio cukup diam saja sudah menawan. Dan sekarang dia tertawa? Sumpah, aku jadi merasa bersalah ngerebut rejekinya Tami. HAHAHA

"Jadi, gue boleh ngajak Tami kan?"

"Terserah."

Lalu Pio berdiri, melangkah keluar dari ruangan. Aku berakhir dengan berjalan di sampingnya sampai kelas. Ardi menatap sinis dari kursinya ketika aku baru saja duduk. Dia memajukan bibir bawahnya beberapa detik, kemudian melengos.

IDIH. Dia kira imut kali kalau melakukan itu? Tetapi memang iya sih, yang barusan dia lakukan itu imut. Inilah alasan sulitnya bagiku untu marah atau kesal dengan Ardi. Karena dengan melihat tingkahnya saja sudah mampu membuatku menahan senyum. Dan melihat senyumnya saja, sudah mampu membuatku senang. Dua tahun berteman dengannya, aku sudah cukup bahagia sih.

Kakiku berjalan menghampiri kursinya. "Ar, masih ada belek ga di mata gue?"

Sebenarnya aku hanya ingin tau dia benar marah atau berpura-pura.

"Tanya Tami sono!"

"Maunya nanya sama lu."

Ardi menghela napas. Dia memosisikan duduknya ke samping, menggerakkan telapak tangannya sebagai kode agar aku berjongkok. Dan aku melakukannya. Ardi menatapku, lalu tangannya bergerak melepas kacamata yang bertengger di tulang hidungku. Bukannya menjawab pertanyaanku sebelumnya, dia malah memakai kacamataku. Kembali memosisikan tubuh seperti semula, tangannya mengeluarkan ponsel.

Sialan!

Dia malah selfie.

"Ish!" keluhku sembari berdiri dan memukul kepalanya dari belakang hingga kacamata yang dia pakai nyaris jatuh. "Dasar bego!"

Kembali duduk tenang di kursiku, melihat Ardi yang kini live Instagram.

Najis, narsis banget.

Sepulang sekolah, aku berjalan ke arah snow white yang berdiri tenang di area parkir sekolah yang sudah sepi. Sebelumnya, aku membantu walasku mengurutkan lembar jawaban anak kelas di ruang guru. Bu Sehan sempat berkata padaku supaya aku mengontrol anak kelasku dengan baik, agar perkelahian seperti tadi tidak terulang. Dapat ku lihat, Lili tersenyum jahat dari kursinya ketika Bu Sehan menegurku.

Beruntunglah duo ww itu karena sekolah milik nenek mereka, hingga skorsing tak berlaku bagi keduanya.

Penyalahgunaan kekuasaan sialan.

"Kok lo belum balik, By?" tanyaku pada Ruby.

Saudara tiriku itu duduk di dekat parkiran. Dia diam, tak menggubris ucapanku. Dia enggan pulang-pergi denganku, tentu saja alasannya karena tidak ingin teman-teman tau ikatan persaudaraan kami. "Mau nebeng nggak?"

"Enggak!"

Aku manggut-manggut. Udah terlalu biasa ditolak.

Melanjutkan langkah mendekati motorku, tapi Ruby menghampiri. "Pinjem handphone lo aja. Mau mesen ojol."

Memberikan apa yang dia minta sembari memakai jaket denim serta helmku.

"HOI ARENG SAYANG!"

"Yeuuuu, bekicot sawah."

Ardi berjalan lalu duduk di atas motornya. "Ehm. Siapa gerangan malaikat cantik yang berdiri di sebelahmu?"

Najis. Gatel banget deh manusia yang menamai motornya black phantom itu. Dia mengerling genit kepada Ruby. Yang mengherankan, Ruby malah sok tersenyum malu.

Pada kenapa sih? Bikin mual anjay.

"Bacot! Balik sana ke alam baka!"

Dia memukul helm yang terpasang di kepalaku, bikin aku keliyengan sesaat. "Sembarangan! Pangeran tampan gini di suruh balik ke alam baka. Yang bener tuh ke khayangan!"

"Gidah! Bulan madu sepuas lu sama Mimi Peri!" celotehku. Lanjut tertawa puas setelahnya, Ardi hanya merespons dengan muka sinis yang dibuat-buat.

"Nih."

Menerima ponsel dari Ruby. Lalu aku pamit pergi.

"HOI UPIL NAGA!" Aku memanggil Ardi ketika hampir keluar area parkir. "Awas aja lu sampe gatel ama Ruby! Gue tiup lu sampe surga!"

Dapat ku dengar Ardi tergelak. Lalu ku pacu motor meninggalkan area sekolah. Juga meninggalkan saudara tiriku berdiri di area parkir berdua dengan Ardi-orang yang kini naik pangkat jadi sahabatku.

(#)

a / n .
pendek bat ga sih?

btw,
besok-no, i mean-part berikutnya
bakal gue pake buat ngumunin cast.

maybe i will publish on
wednesday or saturday?

eh tapi bisa jadi ...
minggu?

sekalian sama trailer,
tapi gajanji.

oiya, gue pen ganti cover
gapapa yak?

hm ....

oke, thanks.

Ar.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang